Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, Pendaki gunung, Relawan Small Action, Petani Hidroponik

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Panorama Jalur Torean

9 Oktober 2024   16:27 Diperbarui: 10 Oktober 2024   12:58 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu antri turun disini (foto:dokpri)

XPDC Gunung Rinjani  (Bagian 9)

Sekitar sepuluh menit berjalan kami bertemu dengan sebuah turunan panjang berupa jalan tanah berbatu dan berdebu tebal. Di tempat ini terjadi kemacetan karena pendaki harus turun secara bergantian. Dan pagi itu pendaki yang turun banyak sekali dengan waktu yang bersamaan.

Setelah berhasil melewati turunan tersebut, saya berhenti di ujung jalan untuk mengambil hp dan mengabadikan momen pendaki yang sedang antri berjalan turun tersebut. Sebelum berjalan lagi saya sempatkan untuk melepas baju pdl karena sudah mulai terasa gerah. Jadi saya cukup memakai kaos oblong saja untuk melanjutkan perjalanan turun ini.

Iring-iringan pendaki yang berjalan turun melewati jalur Torean pagi ini seperti tak ada putusnya karena saking banyaknya orang. Beberapa kali terjadi kemacetan ketika sampai di jalan turunan yang tajam dan jalannya sempit. Beberapa guide terlihat mendampingi dan menuntun tamu mereka yang merupakan ibu-ibu yang sudah berumur. 

Pendaki mengular bergantian naik tangga (foto:dokpri)
Pendaki mengular bergantian naik tangga (foto:dokpri)

Beruntung di beberapa titik turunan yang agak rawan sudah tersedia tali pengaman untuk pegangan. Jadi sangat membantu sekali bagi pendaki yang melewati jalur ini. Saya juga melihat beberapa batang pohon atau akar pohon yang menyembul di kanan kiri jalur, kulitnya sangat halus karena seringnya dijadikan pegangan tangan pendaki yang lewat.

Ternyata jalan turunan yang terus berulang ini membawa kami tiba pada hamparan kolam-kolam kecil yang berisi air panas dengan warna air hijau tosca. Beberapa orang terlihat sedang mandi dan beredam. Banyak diantara mereka ibu-ibu dan juga ada anak-anak selain para lelaki dewasa. Rupanya mereka ini adalah penduduk lokal yang sedang menjalani ritual atau pengobatan dengan berendam air panas.

" Kami sudah satu minggu disini untuk mandi dan berendam." Jelas seorang ibu kepada pendaki yang bertanya kepadanya.

"Jam dua pagi pun kami berendam, tidak kedinginan kan airnya panas. Jadi lebih enak mandi, daripada di tenda kedinginan" imbuhnya lagi.

Penduduk lokal banyak yang berendam disini (foto:dokpri)
Penduduk lokal banyak yang berendam disini (foto:dokpri)

Saya melihat beberapa tenda berdiri di sekitar tempat ini. Mungkin disitu mereka bermalam selama tinggal di sini. Di tempat ini biasanya juga digunakan oleh pendaki untuk bermalam bila mereka akan turun ke Torean. Kolam sumber air panas di jalur Torean ini memang sering digunakan oleh penduduk lokal untuk acara ritual adat dan juga berendam untuk pengobatan.

Beberapa pendaki ada yang berhenti di tempat ini untuk beristirahat sejenak sambil bermain air. Beberapa juga terlihat mengabadikan momen pemandangan alam disitu. Saya dan team terus melangkah melanjutkan perjalanan. Setelah melewati sungai kecil jalurnya mulai menanjak. Rupanya kami harus menaiki bukit di sisi lembah yang lain. 

Kami akhirnya bertemu dengan tangga besi pertama yang berada di jalur perengan bukit. Tangga besi ini sengaja dipasang untuk memudahkan pendaki melewati jalur tanjakan ini. Jika tidak dipasang tangga tentu akan sulit untuk memanjatnya tanjakan yang tingginya sekitar 3 meter itu. Sekali lagi, kami harus rela menunggu bergantian untuk memanjat tangga karena banyaknya pendaki yang akan lewat.

Tangga besi pertama (foto:dokpri)
Tangga besi pertama (foto:dokpri)

Setelah melewati sebuah bukit, kami bertemu jalur landai yang didominasi sabana dengan rumput ilalang yang menjulang. Kami terus mengikuti jalur tersebut. Beberapa kali kami bertemu tangga besi dan harus melewatinya. Hingga akhirnya kami tiba di sebuah hamparan sungai yang cukup lebar, tapi hanya sebagian kecil saja yang ada aliran airnya. Sebagian besar sisanya berupa hamparan luas dengan bebatuan besar dengan posisi tak beraturan.

Pemandangan sungai yang berkelak-kelok (foto:dokpri)
Pemandangan sungai yang berkelak-kelok (foto:dokpri)

Banyak pendaki yang berfoto-foto disini. Pemandangan sungai yang berkelak kelok dengan warna air kehijauan dengan latar belakang perbukitan adalah panorama yang indah untuk diabadikan. 

Sungai yang berhulu di Segara Anak (foto:dokpri)
Sungai yang berhulu di Segara Anak (foto:dokpri)

Kami terus berjalan melewati batu kerikil kecil hingga akhirnya tiba di aliran sungai  deras selebar 6 meter. Kami menyeberangi sungai tersebut dengan cara melewati jembatan berupa batang kayu yang dipasang melintang diatas aliran sungai. 

Melewati jembatan kayu (foto:dokpri)
Melewati jembatan kayu (foto:dokpri)

Setelah berjalan melewati punggungan bukit akhirnya kami bertemu dengan sebuah sungai yang airnya sungguh jernih sekali. Berbeda dengan air sungai sebelumnya yang masih bau belerang karena hulunya dari sumber air panas Aik Kalak, air sungai ini benar-benar jernih dan segar. Di seberang sungai, kami bertemu tangga yang harus kami naiki lagi.

Kemudian kami menyusuri tebing sebuah bukit hingga tiba di sebuah sumber air tawar yang sangat segar. Mata air ini terus mengalir walaupun di musim kemarau. Masyarakat setempat menyebut sumber mata air ini dengan nama Sumber Urip. Saya berhenti dan mengisi botol kosong dengan sumber air yang mengalir lewat pancuran kecil dari celah bebatuan.

Jalur dengan kemiringan yang curam (foto:dokpri)
Jalur dengan kemiringan yang curam (foto:dokpri)

Harus hati-hati melintasi jalur ini (foto:dokpri)
Harus hati-hati melintasi jalur ini (foto:dokpri)

Akhirnya kami sampai pada jalur tebing batu dengan kemiringan cukup curam. Beruntung ada tali pengaman untuk pegangan, jadi kami melewati tebing batu ini dengan berpegangan pada tali pengaman. Dibutuhkan kosentrasi tinggi dan kehati-hatian ketika melalui jalur ekstrim ini. Pijakkan kaki tidak boleh meleset ketika menginjak tebing batu, dengan tetap berpegangan pada tali pengaman.

bentang alam yang menawan (foto:dokpri)
bentang alam yang menawan (foto:dokpri)

Setelah melewati jalur ekstrim tebing batu, jalurnya cenderung menurun dengan dominasi rerumputan dan ilalang. Hingga akhirnya kami tiba di sebuah lembah yang diapit oleh dua buah tebing perbukitan yang menjulang tinggi. Sungguh merupakan pemandangan alam yang menakjubkan. Sebuah bentang alam yang sungguh indah seperti berada dalam dunia purba yang digambarkan dalam film Jurassic park. Mungkin ini yang dimaksudkan oleh presiden akal sehat Rocky Gerung, bahwa Rinjani itu merupakan gabungan keindahan gunung Eropa dan keunikan Himalaya. View yang tersaji di depan mata sungguh sulit untuk diucapkan dengan kata-kata. Setiap orang mempunyai pilihan kalimat indah sendiri untuk diucapkan sesuai dengan apa yang dilihatnya.

Perpaduan keindahan Eropa dan keunikan Himalaya (foto: Loren )
Perpaduan keindahan Eropa dan keunikan Himalaya (foto: Loren )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun