" Kang putro paring asmo sinten?"
Kali ini sebelum Heri sempat menjawab pertanyaan sang bapak, dari balik kelambu ruang tengah sudah nongol kepala sang pacar sambil berkata keras gaya arek Malang.
 " Jenengmu iku lho sopo mas?" sahut sang pacar.
Mendengar suara keras sang pacar yang mengagetkan itu, Heri segera tersadar akan kekhilafannya yang tak memahami maksud pertanyaan calon bapak mertuanya itu. Maklum, Bahasa Jawa orang Yogja memang sedikit berbeda dengan orang dari Jawa Timur. Akhirnya dengan raut muka memerah menahan malu Heri pun menjawab pelan.
" Nama saya Heri Purwanto pak"
****
Ternyata kekonyolan Heri tidak berhenti sampai di situ. Setelah ngobrol dengan bapak calon mertua, akhirnya tibalah saat yang ditunggu -- tunggu yaitu makan malam. Maklum perut Heri sudah sedari stasiun Malang tadi keroncongan menahan lapar karena sejak perjalanan naik kereta api  perutnya belum sempat diisi.
Kebetulan makanan yang disajikan di meja makan adalah menu favorit nya 'jangan tewel' yang kalau di Yogja dikenal dengan nama gudeg. Tak perlu menunggu lama, Heri yang ditemani sang pacar langsung mengambil nasi sepiring penuh. Segera dia tumpangi nasi dengan 'jangan tewel' kesukaannya itu. Tanpa ba bi bu lagi, Heri langsung menyantap makanan nya.
Tapi ...baru pada sendokan pertama "hap", tiba- tiba Heri berhenti mengunyah dan terdiam. Wajahnya pun mulai memucat.
 ' Jangan tewel kok rasanya manis seperti kolak begini ya '. Heri membatin dengan perasaaan yang tidak karuan.
Seumur- umur baru kali ini Heri merasakan sayur 'gudeg' alias 'jangan tewel' versi Yogja yang cenderung manis rasanya. Kalau di tempat asalnya Lumajang sayur lodeh tewel itu rasanya gurih asin dominan garam dan santan kelapa.