Kesepakatan pun dibuat. Pak Mokhamad Syafii bersedia menjadi driver mobil Pak Suyono. Untuk menambah penumpang, saya menghubungi Pak Edy Prayitno yang kebetulan berlatar belakang matematika seperti Pak Suryadi.
Sebelum pukul sembilan pagi hari Rabu (13/03/24) saya sudah duduk di depan rumah Pak Suyono. Saya harus datang lebih awal daripada Pak Mokhamad Syafii dan Pak Edy Prayitno.
Mengingat perjalanan cukup jauh, sengaja kami berangkat agak pagi. Ngabuburit kecepatan ini ceritanya!
Perjalanan santai. Pak Mokhamad Syafii menyetir dengan kecepatan rendah. Padahal, jalan yang kami lalui tidak terlalu padat. Kami mengobrol dengan santai selama perjalanan.
Saya duduk santai pula di bangku tengah bersama Pak Edy Prayitno. Sejak purnatugas, kami jarang bertemu dalam suasana formal. Obrolan terus berlanjut dengan topik yang meloncat-loncat.
Meskipun jauh, waktu terasa begitu cepat berlalu. Pak Mokhamad Syafii memarkir mobil bercat hitam milik Pak Suyono itu langsung di halaman rumah Pak Suryadi.
Kami memilih duduk-duduk di teras rumah Pak Suryadi. Meskipun sudah dipersilakan untuk masuk ke dalam rumah, kami tetap memilih untuk duduk-duduk santai di teras rumah.
Pak Suryadi banyak bercerita terkait putri keduanya yang sudah almarhumah itu. Ternyata sudah hampir satu bulan putri Pak Suryadi itu dirawat di rumah sakit Kanujoso Kota Balikpapan. Â
Sakit tumor otak, demikian penjelasan Pak Suryadi. Tumor itu sudah menyebar. Kami mendengarkan penjelasan Pak Suryadi dengan ekspresi masing-masing.
Pada saat Pak Suryadi sedang asyik bercerita, datang seorang kepala sekolah wanita, Bu Wagiyamawati, yang lebih akrab dipanggil Bu Watik.
Dengan kehadiran Bu watik, obrolan semakin bertambah ramai. Bukan hanya kisah Pak Suryadi tentang putrinya yang sudah meninggal dunia, kami juga memperoleh kisah terkait kepindahan tugas Bu Watik dari kepsek SMP 8 PPU ke SMP 11 PPU.