Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Paragraf Pembuka dalam Cerpen yang Memikat Pembaca seperti Apa?

8 Maret 2024   10:14 Diperbarui: 8 Maret 2024   10:24 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paragraf Pembuka dalam Cerpen yang Memikat Pembaca seperti Apa?

Dalam menulis sebuah cerita pendek (cerpen) kita dituntut untuk membuka dengan kalimat-kalimat yang memikat. Paragraf pertama sebuah cerpen akan menjadi senjata bagi penulis untuk menggiring pembaca agar melanjutkan untuk membaca.

Baca Juga: bagaimana-menulis-cerita-pendek-cerpen-yang-menarik

Seorang pembaca akan cepat-cepat meninggalkan sebuah cerpen yang sedang dibaca ketika paragraf pertama kurang menarik. Untuk itu, kita perlu banyak belajar dari penulis-penulis cerpen yang sudah banyak menghasilkan cerpen berkualitas.

Cerpen Dibuka dengan Setting 

Deskripsi lokasi atau tempat "bermain" para tokoh cerpen dapat dijadikan paragraf pembuka. Kita ambil contoh sebuah cerpen karya Seno Gumira Ajidarma berjudul Cinta di Atas Perahu Cadik yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 1).

Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yng lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.

Dengan membaca paragraf pembuka cerpen tersebut, pembaca diajak untuk menikmati suasana pantai. Dalam bayangan pembaca tentu sudah tergambar bahwa para tokoh dalam cerpen akan "bermain" dengan lokasi di sekitar pantai. 

 Deskripsi suasana atau kondisi dalam suatu waktu dapat digambarkan dengan apik oleh GM Sudarta dalam cerpen berjudul Candik Ala yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 91).

Setelah matahari tengah hari tergelincir, langit berangsur berubah berwarna kuning. Sinar menyilaukan berpendar-pendar membiaskan kabut kuning menerpa seisi alam. Cuaca seperti inilah yang oleh ibu disebut sore "candik ala". Suatu sore yang jelek. Suatu sore yang membawa malapetaka dan penyakit. Dalam cuaca seperti ini, kami diharuskan masuk ke dalam rumah.

Dalam paragraf pembuka cerpen yang memikat itu, pembaca akan diajak untuk terus membaca paragraf-paragraf berikutnya karena ada beberapa kosakata yang membuat penasaran, seperti sore yang membawa malapetaka atau kami diharuskan masuk ke dalam rumah. Pembaca umumnya akan bertanya-tanya malapetaka apa yang akan terjadi pada tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut.

Cerpen Dibuka dengan Deskripsi Tokoh

Selain deskripsi lokasi cerita dan deskripsi suasana, penulis cerpen Agus Noor menggunakan deskripsi tokoh dalam cerpen berjudul Tukang Jahit yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 99).

Tukang jahit itu selalu muncul setiap kali menjelang lebaran. Seolah muncul begitu saja ke kota ini. Kata orang, ia tak hanya bisa menjahit pakaian. Ia juga bisa menjahit kebahagiaan. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. Jarum dan benang, yang konon, diberikan Nabi Khidir dalam mimpinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun