Aktivitas 74 Hari Menjelang Purnatugas
Hari Ahad (19/11/23) tepat 74 hari jelang purnatugas. Gerimis tipis sempat turun saat subuh. Tidak lama. Kegiatan saya di rumah pada pagi hari berjalan seperti hari sebelumnya. Berhubung hari libur kerja, usai sarapan saya bisa duduk-duduk di depan laptop. Dengan santai saya mengetik satu artikel sederhana.
Saking santainya, hampir pukul delapan saya baru dapat menyelesaikan satu artikel tersebut. Begini artikel yang sudah saya selesaikan itu. Artikel sederhana itu merupakan kelanjutan atau ada kaitan dengan artikel yang sudah saya tulis sebelumnya. Sengaja saya menulis artikel pendek. Kemudian dilanjutkan artikel pendek berikutnya dengan judul berbeda. Â Artikel sebelumnya itu seperti ini.
Selesai menyelesaikan satu artikel, saya segera melakukan rencana yang sudah saya susun, yaitu mencuci pakaian. Untuk menggerak-gerakkan otot tangan tidak cukup hanya dengan menekan-nekan tombol kibor pada laptop. Saya perlu lebih banyak menggerak-gerakkan otot tangan dan anggota tubuh lain dengan mencuci pakaian.
Proses mencuci pakaian tidak berlangsung lama. Hanya ada dua singlet, dua celana dalam, satu celana pendek, dan satu potong handuk. Dalam waktu tidak lama, semuanya sudah saya jemur di teras.
Setelah mendinginkan badan sejenak, saya segera mandi. Aktivitas mandi memang saya lakukan setelah sarapan dan minum kopi hangat di pagi hari.Â
Setelah berpakaian rapi, saya membawa satu tempat air minum (galon) ke tempat penjual air minum isi ulang di dekat kuburan keluarga yang terletak tidak jauh dari lapangan Gunung Seteleng (dekat SD 003 Penajam).
Sepeda motor segera saya parkir lagi di teras setelah pulang dari membeli air minum isi ulang. Baru beberapa menit saya kembali duduk-duduk di depan laptop, istri tercinta meminta untuk diantarkan ke pasar induk Penajam.
Sebagai suami siaga, saya pun segera mempersiapkan diri. Jaket segera saya kenakan. Dompet dimasukkan ke dalam saku celana. Ponsel dan kacamata saya masukkan ke dalam kantong jaket. Bukan disimpan di saku celana.Â
Perjalanan menuju pasar induk Penajam tidak membutuhkan waktu lama. Seperti biasa, setelah istri tercinta turun dari boncengan sepeda motor, saya segera memutar arah. Bukan memarkir kendaraan dan menunggui hingga istri selesai berbelanja.
Seperti hari Ahad sebelumnya, saya menuju tempat penjual burjo langganan. Berhubung hari sudah agak siang, selalu ada yang mengantre. Kali ini orang yang mengantre di depan saya adalah seorang wanita yang mengendarai mobil.
Setelah melayani pembeli bermobil itu, tibalah giliran saya. Namun, ada seseorang yang "menyerobot" antrean. Ia muncul dari depan sang penjual burjo. Pada saat saya antre di belakang mobil, sang penjual belum melihat kehadiran saya yang memarkir kendaraan di belakang mobil putih itu.
Sang penjual melayani lebih dahulu pembeli yang muncul dari depan dagangannya. Untung hanya satu porsi yang dibeli. Jika lima atau sepuluh porsi yang dibeli, tentu saya akan protes.
Setelah mendapat giliran untuk dilayani, saya segera mendekat. Dua bungkus atau dua porsi yang saya pesan. Cukup cekatan sang penjual memasukkan bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, dan santan ke dalam kantong plastik berwarna putih. Seperti pekan sebelumnya, harga burjo masih tetap sama. Satu porsi atau satu bungkus seharga delapan ribu rupiah.
Perjalanan pulang pun saya jalani. Saya tidak langsung ke rumah.  Sepeda motor saya arahkan menuju swalayan Fina Mart. Ada beberapa keperluan yang  harus segera saya beli, di antaranya tisu makan dan sabun cuci pakaian. Berhubung saya hanya seorang diri ke swalayan itu, proses belanja cukup cepat.Â
Kembali tiba di rumah, saya segera membuka satu bungkus burjo. Rasa lapar tiba-tiba muncul. Padahal, saya sudah sarapan nasi sekitar pukul setengah enam (05.30 Wita). Harap maklum, aktivitas setelah sarapan memerlukan energi yang tidak sedikit (mengetik, mencuci pakaian, membeli air minum isi ulang, mengantarkan istri ke pasar, belanja ke swalayan).
Satu mangkok burjo dapat saya tuntaskan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Rasa gurih santan benar-benar menggoyang lidah. Kacang hijau, ketan hitam, dan kacang merah empuk sempurna. Dengan begitu, tidak perlu waktu lama untuk mengunyahnya.
Aktivitas pada hari Ahad (19/11/23) tepat 74 hari jelang purnatugas benar-benar menyenangkan. Pada siang hingga sore hari tidak banyak variasi aktivitas. Kegiatan membaca artikel Kompasiana, mengetik, dan istirahat siang berjalan natural.
Pada sore jelang senja barulah saya menyetrika pakaian yang saya cuci pada pagi hari Ahad itu. Pakaian belum benar-benar kering karena  mendung pada pagi hingga siang hari. Saya perlu "menggosok" berulang-ulang agar pakaian yang belum kering sempurna dapat benar-benar kering dan halus, tentunya.
Pada malam hari pukul 20.00 Wita saya mencuci pakaian lagi yang tidak begitu banyak. Dalam tempo kurang dari setengah jam, saya sudah selesai menjemur semua pakaian yang selesai dicuci itu pada tali gantungan di teras.
Aktivitas mengetik dan membaca-baca pun saya lakukan lagi di depan laptop. Hari Ahad begitu ceria. Saya cukup bahagia pada hari libur kerja tersebut. Rencana untuk aktivitas hari-hari selanjutnya sudah di depan mata. Satu keinginan yang belum terlaksana pada hari Ahad itu adalah pergi ke tukang pangkas rambut. Semoga pada hari berikutnya, saya tidak lupa untuk pergi ke tempat tukang pangkas rambut.Â
Penajam Paser Utara, 19 November 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H