Rencana Dapat Berubah dalam Sekejap
Hari Selasa (18/7/23) merupakan hari terakhir tahun 1444 H. Pada tengah hari, kami berempat meninggalkan kantor disdikpora untuk mencari makan. Beberapa pengawas dan penilik sudah meninggalkan kantor. Mereka memiliki agenda masing-masing. Tinggal kami berempat yang "tersisa" sehingga dapat satu mobil melakukan perjalanan ke warung makan di luar kantor.
Sebenarnya ada dua kantin yang berada tidak jauh dari ruang pengawas. Namun, kami ingin makan di luar. Rencana semula, kami akan makan bakso. Kebetulan jalan yang dilewati sang driver, Pak Imam Mudin, adalah jalan yang melewati kemenag kabupaten (kawasan Islamic Center).Â
Setelah melewati kantor kemenag, ada warung Soto DPR (Di bawah Pohon Rindang). Pak Imam Mudin berseru, warung soto itu ternyata masih ada (buka). Isu yang beredar sebelumnya, warung tersebut sudah tutup. Saya pun mengusulkan untuk makan ke warung Soto DPR saja. Tidak ada yang menolak.
"Nasi dpisahkan, ya. Lombok satu saja!"
Seperti biasa, alasan nasi dipisahkan dengan mangkok kuah soto adalah kemungkinan tidak sanggup menghabiskan nasi. Kemampuan saya untuk makan nasi memang menurun. Kemudian, saya juga tidak tahan makan pedas. Jadi, hanya satu cabai atau lombok yang saya pesan. Lombok itu akan digilas di dalam mangkok, baru kemudian racikan soto dimasukkan. Ada kol atau kubis, daun seledri, dan bawang goreng. Tidak ketinggalan ayam goreng yang disuwir.
Berhubung saya pesan paling awal, pramusaji mengantarkan paling awal pula. Ada satu mangkok kecil berisi nasi putih. Kemudian satu mangkok agak besar berisi kuah soto beserta racikan khas. Â Duduk di depan saya, mbak Dwi yang dengan cekatan menuangkan kecap ke dalam mangkoknya. Saya tidak tahu berapa lombok yang digilas dalam mangkoknya.
Di atas meja ada lauk pelengkap berupa telur puyuh yang ditusuk seperti sate. Selain itu, ada pula hati dan ampela ayam yang ditusuk seperti sate pula. Ada dua tempat (stoples) yang di dalamnya berisi dua jenis lauk tersebut. Selain itu, ada gorengan dan kerupuk yang dapat dipilih untuk pelengkap makan soto.
Di sela-sela menikmati soto yang hangat itu, kami mengobrol banyak hal. Mbak Dwi sempat menelepon rekan kerjanya, mbak Vivi yang izin kerja karena anaknya sedang terkena penyakit cacar.
Saya pun ingin membuktikan bahwa warung soto itu benar-benar di bawah pohon rindang. Untuk itu, saya memotret warung dengan menampakkan bagian atas atap warung. Memang, ada sebuah pohon yang daunnya agak rimbun.
Meskipun makanan di mangkok sudah habis, Pak Imam Mudin, Pak Tri Wahjoedi, dan mbak Dwi terlihat masih asyik mengobrol. Saya pun mengabadikan suasana seperti itu.
Rencana Berubah Itu Biasa
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan perubahan rencana atau agenda. Suatu saat kita akan ke pasar. Kemudian ada telepon bahwa ada saudara dekat yang dirawat di rumah sakit. Rencana ke pasar pun berubah jadi ke rumah sakit. Demikianlah satu contoh yang mungkin pernah kita alami.
Perubahan rencana harus diputuskan dengan matang agar aktivitas utama tidak terabaikan. Misalnya, kita perlu membeli segera beras untuk dimasak. Saat kita berangkat ke warung tiba-tiba diajak tetangga untuk pergi takziah (melayat). Kita pun dapat sedikit menunda keberangkatan ke tempat takziah. Kita utamakan dulu membeli beras karena akan segera dimasak. Kasihan keluarga yang perlu segera makan.
Bijak menyikapi perubahan agenda memang harus dilakukan. Jangan sampai urusan sosial didahulukan sementara urusan pribadi yang urgen terbengkalai.
Selamat menyambut tahun baru 1445 H. Semoga pada tahun baru kita semakin bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Penajam Paser Utara, 18 Juli 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI