Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru-Kepsek-Pengawas Sekolah

25 November 2022   06:31 Diperbarui: 25 November 2022   06:38 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru-Kepsek-Pengawas Sekolah

Cita-cita menjadi guru berkaitan erat dengan "masa depan". Pola pikir waktu masih muda, berbeda dengan pola pikir ideal. Saat masih duduk di bangku SMA ada informasi bahwa ada program di perguruan tinggi, waktu itu bernama IKIP Yogyakarta (sekarang: UNY), bahwa mahasiswa cukup kuliah dua atau tiga tahun. Setelah lulus dapat mengantongi bukan hanya ijazah tetapi juga SK CPNS (Surat keputusan Calon Pegawai Negeri Sipil).

Siapa yang tidak tertarik dengan tawaran yang menggiurkan itu. Waktu itu ayah saya bekerja di sekolah sebagai tenaga nonguru berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Pola pikir saya sederhana waktu itu. Ayah PNS bekerja di sekolah. Saya pun bisa juga menjadi PNS melalui jalur Pendidikan di IKIP Yogyakarta yang dipromosikan oleh alumni SMA tempat saya menempuh pendidikan.

Proses pendaftaran saya ikuti. Waktu itu, tahun 1983. Singkat cerita saya diterima pada Program Diploma 3 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Saya sudah memahami bahwa setelah kuliah selama tiga tahun, kami harus "ditempatkan" di luar Jawa. Hal itu memang sudah saya idam-idamkan, dapat bekerja di luar Jawa.

Waktu tiga tahun serasa begitu cepat. Usai diwisuda, kami harus menunggu proses penempatan di sekolah luar Jawa. Waktu itu kami diminta membuat pilihan: Kalimantan Timur atau Kalimantan Tengah. Setelah mencari berbagai informasi, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke Kalimantan Timur (Kaltim). Pertimbangannya sangat sederhana: Kaltim dekat pelabuhan laut dan kebetulan ada saudara jauh yang sudah lebih dahulu menjadi guru di Kota Samarinda.

Apa alasan memilih lokasi yang dekat pelabuhan laut? Ya. Tentu saja. Pelabuhan laut pasti ada kapal. Salah satu transportasi ke Jawa menggunakan kapal laut. Jika nanti ditempatkan bekerja  di Kaltim, bisa pulang naik kapal laut saat libur sekolah. Berbeda dengan Kalimantan Tengah. Untuk ke Jawa harus melalui beberapa kali pindah sarana transportasi.

Satu setengah tahun setelah kami lulus, SK CPNS pun langsung kami terima. Nama sekolah sudah tercantum sebagai tempat tugas kami. Bukan hanya itu, ada uang saku sebanyak lima ratus ribu rupiah bisa diambil di bank menggunakan cek. Uang sebanyak itu (tahun 1987) sangat cukup untuk biaya hidup selam tiga bulan dan biaya transpor tentunya. Saat itu naik pesawat Garuda dari Surabaya ke Balikpapan sekitar seratus ribu rupiah! Bandingkan dengan biaya sekarang!

SMA tempat tugas kami waktu datang (1987) masih menjadi wilayah Kota Balikpapan. Nama kecamatannya Balikpapan Sebrang.

Guru-Kepala Sekolah

Tugas sebagai guru bahasa Indonesia di SMA Penajam saya jalani selama tujuh belas tahun (1987-2004). Banyak suka duka saya alami selama menjadi guru. Baru dua tahun bekerja, saya menikah (1989). Bertambahlah rasa bahagia dalam usia 25 (dua puluh lima) tahun sudah mempunyai pendamping. Kami berpacaran setelah menikah selama dua tahun. Mengapa? Putra pertama kami baru dilahirkan pada tahun 1991 di Klaten, Jawa Tengah. Itu berarti selama kurun waktu 1989-1991 kami berpacaran (saja).

Setelah ada momongan barulah kami menjadi ayah dan ibu. Dua tahun kemudian (1993) putra kedua dilahirkan di kelurahan Nenang, Kecamatan Penajam, Kabupaten Pasir. Kami baru berani menangggung sendiri untuk kelahiran putra kedua ini. Berbeda saat putra pertama akan dilahirkan. Kami belum berani "menangggung sendiri".  Dalam usia masih muda saat itu, kami tidak mau mengambil risiko jika terjadi apa-apa.

Pada tahun 2002 putra ketiga dilahirkan di Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, PPU. Kami sudah memiliki rumah sendiri. Saat itu terjadi pemekaran wilayah. Daerah kami membentuk kabupaten baru dengan perjuangan yang gigih. Nama Kabupaten Penajam Paser Utara dikukuhkan.

Daerah pemekaran tentu banyak hal yang harus dibenahi, salah satunya pimpinan sekolah. Pada tahun 2003 atau 2004 ada seleksi calon kepala sekolah. Saya didorong untuk ikut seleksi tersebut. Berhubung sudah memenuhi persyaratan, saya pun ikut menjalani seleksi. Alhamdulillah lulus.

Pada awal tahun ajaran baru 2004/2005 dibuka sekolah SMA baru di kabupaten kami. Saya diminta menjadi Plt. Kepala Sekolah bernama SMA 2 Penajam. Mau tidak mau, suka tidak suka saya harus menjadi perintis sekolah baru. Kegiatan perekrutan guru, staf tata usaha, dan menjaring siswa baru merupakan proses yang tidak gampang.

Kemudian kami harus rela menumpang di sebuah SD di wilayah Girimukti untuk kegiatan belajar mengajar siswa baru yang waktu itu langsung "meledak" memperoleh dua rombongan belajar. Untunglah, para guru yang direkrut dan staf tata usaha dapat bekerja sama dengan baik sehingga semua kendala yang kami hadapi dapat diselesaikan dengan baik.

Mutasi adalah kata-kata "menyakitkan" yang harus diterima. Jarak dari rumah ke SMA 2 (sekarang bernama SMA 5 PPU) hanya sekitar 17 (tujuh belas) kilometer. Dalam perputaran atau rotasi kepala sekolah, saya mendapatkan tempat tugas baru berjarak 37 (tiga puluh tujuh) kilometer dari rumah. Selain berpindah lokasi tempat tugas, ada perpindahan jenjang sekolah. Tahun 2006 itu saya dipindahkan ke jenjang SMP. Waktu itu bidang Dinas Pendidikan yang mengurusi SMP dan SMA masih menjadi satu. Dengan demikian, bisa saja kepsek dari SMP dipindahkan ke SMA dan kepsek dari SMA dipindahkan ke SMP.

Saya ditugaskan di SMP 7 PPU selama enam tahun (2006-2012). Banyak suka duka saya alami selama bertugas di sekolah wilayah Kelurahan Sotek tersebut. Soal jatuh dalam perjalanan saya alami beberapa kali. Hal itu disebabkan oleh posisi jalan yang miring, menanjak, menurun, menikung, dan masih berbatu-batu. Jalan aspal belum mulus. 

Setelah enam tahun bertugas di Sotek, saya harus rela dipindahkan ke sekolah yang baru didirikan, yaitu SMP 22 PPU. Lokasinya memang di dekat rumah tetapi saya harus mulai dari nol lagi untuk memimpin sekolah yang menjadi "limpahan" siswa yang tidak diterima di SMP 1 atau SMP 10. Bagaimana rasanya memimpin sekolah dalam kondisi seperti itu?

Sekitar tiga tahun saya harus tahan banting di SMP 22 PPU. Pada tahun 2015 saya dimutasi ke SMP 15 PPU yang berada di Kelurahan Gersik. Untuk mencapai lokasi sekolah, kami harus melalui jalur laut. Kapal klotok dan speedboat menjadi langganan kami sehari-hari. Bersenda gurau dengan angin laut kami rasakan setiap hari kerja. Ombak yang terkadang ganas harus kami nikmati pada bulan-bulan tertentu.

Kepsek-Pengawas Sekolah

Perjalanan sebagai kepala sekolah harus terhenti pada tahun 2017. Saya harus berpindah kantor menjadi pengawas sekolah. Seleksi  calon pengawas yang kami ikuti pada tahun 2013, saat saya masih bertugas di SMP 22 PPU, baru membuahkan hasil. Maksudnya, setelah lulus seleksi calon pengawas pada tahun 2013, kami baru diangkat pada tahun 2017.

Saat itu saya diberi tahu staf Bidang Dikdas (Pendidikan Dasar) bahwa pada hari Jumat tanggal tujuh Juli 2017 diminta ke kantor disdikpora untuk memakai pakaian batik. SK (Surat Keputusan) sebagai pengawas sekolah sudah saya terima. Pada saat bersamaan pengganti kepala sekolah di SMP yang saya tinggalkan (SMP 15 PPU) juga menerima SK. Pak Sukisno menerima SK sebagai kepsek SMP 15 PPU.

Setelah menerima SK, saya segera bergabung dengan pengawas sekolah yang sudah ada. Ruang untuk kami sangat sempit. Saat itu merupakan hari terakhir pada pekan pertama bulan Juli 2017. Pada hari Senin tanggal 10 Juli 2017 merupakan hari pertama masuk sekolah tahun pelajaran 2017/2018. Kami harus melakukan "sidak" (inspeksi mendadak) ke sekolah-sekolah.

Pembagian tugas pun dilakukan. Saya benar-benar akan menjalani tugas yang berbeda. Pada pekan sebelumnya masih berstatus sebagai kepala sekolah. Pekan berikutnya sudah menjadi pengawas sekolah. Sebelumnya menjadi pihak yang "disidak". Mulai tanggal 10 Juli 2017 sudah menjadi pihak yang melakukan "sidak". Dalam tempo hanya beberapa hari tugas dan fungsi berubah seratus delapan puluh derajat. Saya harus menikmati perubahan demi perubahan. Saat menjadi kepala sekolah, saya mempunyai ruang kerja khusus dan ruang tamu tersendiri.

Setelah menjadi pengawas sekolah, tidak ada ruang khusus. Bahkan, untuk kursi tempat duduk pun harus berpindah-pindah. Tidak ada kursi tetap untuk kami. Siapa yang lebih dahulu datang ke kantor bebas mau duduk di mana. Semua kursi sama!

Penyesuaian atau adaptasi harus dilakukan dengan senang hati. Tugas-tugas sebagai pengawas sekolah segera saya pelajari dari permen (Peraturan Menteri) dan buku-buku pedoman sebagai pengawas sekolah.

Pada saat awal-awal berkantor di Dinas Pendidikan (disdikpora) saya merasakan hal-hal yang kurang nyaman. Ada rasa kehilangan teman-teman guru. Ada kehilangan momen berjumpa siswa yang dapat diajak bergurau dan bertukar pikiran.

Setiap hari berjumpa dengan orang-orang tua, kepala sekolah dari berbagai jenjang, wali murid yang datang ke kantor disdikpora, dan masyarakat umum yang ada urusan dengan disdikpora.

Lambat laun, saya dapat beradaptasi. Tugas pengawas memang seharusnya lebih banyak ke sekolah-sekolah, bukan berada di kantor! Kami pun secara berombongan sering melakukan kegiatan ke sekolah bersama-sama. Silaturahim kolektif.

Mengingat para kepala sekolah adalah mantan teman yang sama tugas dan fungsinya, kami tidak merasa canggung untuk berkunjung dari satu sekolah ke sekolah lain.  

Selamat merayakan Hari Guru. Jadilah guru yang profesional. Ikuti regulasi yang berlaku. Jika sudah cukup lama menjadi guru dan ada peluang untuk menjadi kepala sekolah, mengapa tidak? Apalagi sudah mempunyai sertifikat Guru Penggerak. Jangan ragu untuk bertindak.

Penajam Paser Utara, 25 November 2022

*Tantangan Omjay Menulis di Blog

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun