Pada tahun 2002 putra ketiga dilahirkan di Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, PPU. Kami sudah memiliki rumah sendiri. Saat itu terjadi pemekaran wilayah. Daerah kami membentuk kabupaten baru dengan perjuangan yang gigih. Nama Kabupaten Penajam Paser Utara dikukuhkan.
Daerah pemekaran tentu banyak hal yang harus dibenahi, salah satunya pimpinan sekolah. Pada tahun 2003 atau 2004 ada seleksi calon kepala sekolah. Saya didorong untuk ikut seleksi tersebut. Berhubung sudah memenuhi persyaratan, saya pun ikut menjalani seleksi. Alhamdulillah lulus.
Pada awal tahun ajaran baru 2004/2005 dibuka sekolah SMA baru di kabupaten kami. Saya diminta menjadi Plt. Kepala Sekolah bernama SMA 2 Penajam. Mau tidak mau, suka tidak suka saya harus menjadi perintis sekolah baru. Kegiatan perekrutan guru, staf tata usaha, dan menjaring siswa baru merupakan proses yang tidak gampang.
Kemudian kami harus rela menumpang di sebuah SD di wilayah Girimukti untuk kegiatan belajar mengajar siswa baru yang waktu itu langsung "meledak" memperoleh dua rombongan belajar. Untunglah, para guru yang direkrut dan staf tata usaha dapat bekerja sama dengan baik sehingga semua kendala yang kami hadapi dapat diselesaikan dengan baik.
Mutasi adalah kata-kata "menyakitkan" yang harus diterima. Jarak dari rumah ke SMA 2 (sekarang bernama SMA 5 PPU) hanya sekitar 17 (tujuh belas) kilometer. Dalam perputaran atau rotasi kepala sekolah, saya mendapatkan tempat tugas baru berjarak 37 (tiga puluh tujuh) kilometer dari rumah. Selain berpindah lokasi tempat tugas, ada perpindahan jenjang sekolah. Tahun 2006 itu saya dipindahkan ke jenjang SMP. Waktu itu bidang Dinas Pendidikan yang mengurusi SMP dan SMA masih menjadi satu. Dengan demikian, bisa saja kepsek dari SMP dipindahkan ke SMA dan kepsek dari SMA dipindahkan ke SMP.
Saya ditugaskan di SMP 7 PPU selama enam tahun (2006-2012). Banyak suka duka saya alami selama bertugas di sekolah wilayah Kelurahan Sotek tersebut. Soal jatuh dalam perjalanan saya alami beberapa kali. Hal itu disebabkan oleh posisi jalan yang miring, menanjak, menurun, menikung, dan masih berbatu-batu. Jalan aspal belum mulus.
Setelah enam tahun bertugas di Sotek, saya harus rela dipindahkan ke sekolah yang baru didirikan, yaitu SMP 22 PPU. Lokasinya memang di dekat rumah tetapi saya harus mulai dari nol lagi untuk memimpin sekolah yang menjadi "limpahan" siswa yang tidak diterima di SMP 1 atau SMP 10. Bagaimana rasanya memimpin sekolah dalam kondisi seperti itu?
Sekitar tiga tahun saya harus tahan banting di SMP 22 PPU. Pada tahun 2015 saya dimutasi ke SMP 15 PPU yang berada di Kelurahan Gersik. Untuk mencapai lokasi sekolah, kami harus melalui jalur laut. Kapal klotok dan speedboat menjadi langganan kami sehari-hari. Bersenda gurau dengan angin laut kami rasakan setiap hari kerja. Ombak yang terkadang ganas harus kami nikmati pada bulan-bulan tertentu.
Kepsek-Pengawas Sekolah
Perjalanan sebagai kepala sekolah harus terhenti pada tahun 2017. Saya harus berpindah kantor menjadi pengawas sekolah. Seleksi calon pengawas yang kami ikuti pada tahun 2013, saat saya masih bertugas di SMP 22 PPU, baru membuahkan hasil. Maksudnya, setelah lulus seleksi calon pengawas pada tahun 2013, kami baru diangkat pada tahun 2017.
Saat itu saya diberi tahu staf Bidang Dikdas (Pendidikan Dasar) bahwa pada hari Jumat tanggal tujuh Juli 2017 diminta ke kantor disdikpora untuk memakai pakaian batik. SK (Surat Keputusan) sebagai pengawas sekolah sudah saya terima. Pada saat bersamaan pengganti kepala sekolah di SMP yang saya tinggalkan (SMP 15 PPU) juga menerima SK. Pak Sukisno menerima SK sebagai kepsek SMP 15 PPU.