Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan pesan WhatsApp dari seorang pejabat yang berdinas di Kantor Dinas Sosial Provinsi di suatu daerah di Pulau Kalimantan. Beliau bertanya kepadaku terkait korupsi Jual beli jabatan.Â
Praktik Lancung jual beli jabatan ini memang sedang marak terjadi di suatu instansi pemerintah daerah yang biasanya melibatkan juga seorang Kepala Daerah.Â
Bapak, Korupsi bukan hanya masalah uang saja kan, Bagaimana kalau persoalan Jual Beli Jabatan secara langsung memang tidak merugikan keuangan negara, tapi ujungnya mengarah jua kesana untuk mengembalikan modalnya?Â
Lantas kujawab pesan itu.Â
Ibu benar sekali. Korupsi itu tidak hanya menyangkut pada persoalan Kerugian Keuangan Negara. Namun, yang harus ibu ketahui bahwa masih ada lagi jenis korupsi seperti suap menyuap, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.Â
Jika kita melihat pada kasus yang Ibu maksud, Jual Beli Jabatan juga termasuk dalam tindak kejahatan luar biasa Kurupsi. Pada kasus Jual beli jabatan, bisa dikatakan bahwa korupsi yang terjadi adalah jenis korupsi Suap Menyuap atau Pemerasan.Â
Praktik Jual Beli Jabatan bukanlah hal yang baru dan praktik ini sering terjadi di Indonesia. Kalau Anda masih ingat belum lama ini, kepala daerah di Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur pada tahun 2021 di tangkap KPK karena perkara Jual beli Jabatan.Â
Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat divonis hukuman 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jawa Timur. Terdakwa dinilai terbukti melakukan korupsi berupa jual beli jabatan eselon 3 dan eselon 4 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk pada 2021.Â
Selain Bupati Ngajuk, Bupati Probolinggo juga teseret kasus yang sama. KPK menangkap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Nasdem. Mereka diduga terlibat dalam kasus suap terkait seleksi jabatan di Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada 2021.Â
Saya berpandangan dengan adanya kasus Jual Beli Jabatan yang di tangani KPK membuat pejabat di daerah kapok untuk melakukan Praktik Korupsi.Â
Namun nyatanya anggapan saya itu tidaklah benar. Akhir-akhir ini di Provinsi Kalimantan Utara juga sedang hangat dibicarakan. Karena ada Indikasi terjadi praktik Jual Beli Jabatan dengan nilai yang cukup besar. Jabatan yang ditawarkan dibanderol dengan harga Rp50.000.000Â
Melihat kasus teranyar ini, bisa dikatakan bahwa praktik jual beli jabatan sesungguhnya masih banyak terjadi dan tidak menutup kemungkinan di semua instansi pemerintah terjadi praktik lancung ini. Hanya saja belumlah terungkap dipermukaan. Tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa praktik jual beli jabatan ibarat fenomena gunung es.Â
Di berbagai daerah, bukan rahasia umum lagi bahwa pemilihan dan pengangkatan pejabat dilakukan bukan karena kinerja, kompetensi dan prestasinya melainkan karena adanya oknum-oknum ASN yang bermain dan mengatur jalan dan proses pengisian jabatan itu.Â
Sangat disayangkan praktik bisnis Jual Beli Jabatan ini terus terjadi dan hingga saat ini pemerintah belum bisa menyelesaikan persoalan ini dengan baik.Â
Jika hal ini tidak diatasi saya yakin pelayanan publik tidak akan bisa maksimal. Karena pejabat yang membayar untuk menduduki jabatan tertentu, tidak akan memiliki orientasi pada kualitas layanan. Melainkan hanya berorientasi pada uang untuk pengembalian modal.Â
Hal itu juga berpotensi akan menimbulkan upaya praktik korupsi atau suap lainnya.Â
Aparatur Sipil Negara yang melakukan perkara lancung Jual beli Jabatan ini bisa dipastikan adalah pegawai yang memliki kinerja buruk dan tidak berintegritas. Untuk itulah dibutuhkan suatu upaya peningkatan integritas bagi seluruh pegawai ASN menuju ASN yang berkompeten dan profesional melalui sistem managemen talenta.Â
Kita harus pahami bahwa Integritas setiap pegawai ASN adalah faktor utama yang sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan suatu pemerintahan. ASN merupakan pegawai yang berperan menjadi penggerak perubahan dalam memberikan layanan publik kepada masarakat. Layanan yang mudah, cepat, transparan serta bebas dari KKN tidak akan tercapai tanpa adanya dukungan setiap komponen terkait yang memegang teguh nilai-nilai integritas antikorupsi.Â
Terjadinya suatu tindakan yang bertentangan dengan integritas dan komitmen layanan merupakan suatu hal yang memalukan dan tentunya sangat menciderai komitmen yang telah terbangun, sekaligus berpotensi merusak tatanan sistem layanan yang sedang berjalan.Â
Oleh karena itu, upaya penguatan terhadap nilai-nilai integritas bagi ASN wajib dilakukan. Upaya penguatan integritas dimaksud antara lain terwujudnya proses pelayanan yang cepat, sederhana, transparan, dan bebas KKN bagi unit organisasi pemberi pelayanan.
Apabila kita ingin membandingkan kesehatan dengan salah satu kebutuhan manusia, pelayanan cepat, sederhana, transparan, dan tidak memiliki KKN sebagai kebutuhan dan indikator kesehatan unit organisasi.Â
Maka proses layanan yang lambat dan berbelit-belit, tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) atau ketidakterbukaan prosedur layanan, praktik pungutan liar, serta sikap permisif terhadap gratifikasi dan korupsi pada suatu unit layanan menunjukkan bahwa unit layanan tersebut tidaklah sehat.Â
Kita juga perlu menyadari bahwa penting untuk melibatkan semua pegawai dalam membangun budaya kerja yang baik dan bersih dari Praktik KKN. Meningkatkan kinerja dan memerangi korupsi mutlak dan harus diimplementasikan. Pengawasan ketat oleh semua elemen masyarakat harus diterapkan untuk mencegah perilaku serupa terjadi.Â
Tidak hanya dari institusi seperti KPK, tetapi juga dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam melaporkan tindak pidana korupsi yang tidak lazim harus terus digaungkan. Bersama kita cegah dan berantas korupsi untuk indonesia sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H