Dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga sedang membangun karakter murid sesuai dengan profil pelajar pancasila yang merupakan visi pendidikan Indonesia. Untuk dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency) , maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajarannya. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya.
 Sebagai seorang guru, tugas kita sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Untuk itu, mengelola program yang berdampak pada murid hendaknya seorang guru harus mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid di tiap tahapannya. Dalam merencanakan suatu program yang berdampak pada murid dapat dilakukan dengan Inkuiri apresiatif dengan menerapkan model BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi).
Dalam melaksanakan program sesuai strategi yang telah direncanakan, tentunya tidak menutup kemungkinan ada hal-hal yang dapat menjadi kendala atau hambatan di luar dari yang direncanakan. Â Selain itu, juga perlu memperhatikan manajemen resiko untuk meminimalisir resiko atau hal-hal yang diluar rencana. Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid adalah lingkungan di mana guru, sekolah, orangtua, dan komunitas secara sadar mengembangkan wellbeing atau kesejahteraan diri murid-muridnya secara optimal. Diantaranya:
- Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif.
- Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana
- Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya
- Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya
- Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan.
- Lingkungan yang menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri.
- Lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.
3. Keterkaitan yang dapat Saya lihat antara modul ini dengan modul-modul sebelumnya:
Keterkaitan antara Modul 3.3 ini dengan modul-modul sebelumnya adalah bahwa pada modul-modul sebelumnya telah membahas bagaimana cara melakukan pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid. Dengan memahami isi modul-modul sebelumnya membantu kompetensi kita dalam mendesaian perencanaan dan pengelolaan program sekolah secara cermat dan tepat.
Keterkaitan dengan modul 1.1 mencakup Filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa guru mempunyai peran strategis dalam menuntun kodrat anak agar dapat bahagia dan aman dalam masyarakat. Modul ini juga membahas bahwa siswa adalah individu yang unik dan utuh, sehingga guru harus mampu membimbing murid sesuai kodratnya. Guru memiliki peran menuntun segala kodrat pada murid, baik kodrat alam maupun kodrat zaman sehingga murid dapat selamat dan Bahagia sebagai masyarakat. Oleh karena itu, dalam mengelola aset agar berdampak posistif bagi murid maka guru hendaknya melibatkan murid dalam mengembangkan potensi untuk mewujudkan student agency.
Keterkaitan modul 1.2 membahas tentang Nilai dan Peran  Guru Penggerak yang meliputi; mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan suportif terhadap murid. Nilai dan peran tersebut sebagai Upaya mewujudkan cita-cita luhur profil pelajar Pancasila. Dalam memenuhi perannya, guru tidak cukup sebagai pemimpin di kelas, namun juga mempunyai tanggung jawab sebagai pemimpin dalam mengelola program sekolah yang mendukung siswa. Seorang guru penggerak harus mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan Merdeka belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran, selain berperan sebagai pemimpin pembelajaran, juga berperan sebagai pengelola program sekolah yang berdampak positif pada murid.
Keterkaitan modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak; ketika merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid, BAGJA diterapkan sebagai model dari pendekatan Inquiri Apresiatif. Langkah yang dilakukan, pertama dengan memetakan aset atau sumber daya sekolah dan mengembangkan aset atau potensi yang dapat dikembangkan untuk merancang program sekolah yang berdampak pada murid. Guru harus memiliki Prakarsa perubahan dengan pendekatan Inkuiri Apresiatif.Â
Keterkaitan modul 1.4 berhubungan dengan Budaya Positif. Budaya positif tebentuk dari lingkungan yang mendukung pengembangan potensi, minat dan profil belajar murid. Hal pertama yang dilakukan adalah menemukan kekuatan diri anak. Guru harus mampu mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif sehingga anak dapat tumbuh sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Lingkungan belajar sangat berpengaruh dalam pengembangan minat, bakat dan profil belajar murid. Oleh karena itu guru harus senantiasa menciptakan lingkungan dan budaya yang positif, keteladanan yang baik agar hal tersebut memberikan imbas positif dalam pembelajaran murid.