Mohon tunggu...
Suprapti
Suprapti Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Mengajar matematika di Kota Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurangi Kebebasan

12 Desember 2020   08:28 Diperbarui: 12 Desember 2020   08:33 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kumparan.com

Mungkin tidak hanya diriku yang merasa, pandemi amatlah menyengsarakan semua sektor baik dunia usaha kecil, industri, perdagangan bahkan dunia pendidikan terkena imbasnya.

Terkhusus di dunia pendidikan, anak tidak masuk sekolah sudah hampir satu semester. Semua kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring / online. Dengan demikian setiap anak harus memiliki kuota untuk bisa belajar. Padahal tidak semua anak didik itu mampu, masih banyak siswa - siswi yang dari kalangan menengah ke bawah. 

Belum lagi sebagian besar orang tua mereka kena PHK karena perusahaannya gulung tikar. Alhamdulillah pemerintah sudah memberikan bantuan berupa tambahan kuota untuk guru dan siswa sebagai penunjang KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar ) namun hal tersebut masih belum menuntaskan masalah. Timbul lah masalah baru disaat ada perintah pembelajaran menggunakan video conference seperti Zoom dan Google Meet, diantaranya :

  1. Koneksi jaringan internet yang tidak mendukung
  2. Tidak memiliki laptop
  3. Ponsel yang kurang memadai

Dengan adanya kendala - kendala tersebut membuat anak semakin malas untuk belajar dan merasa bosan. Sehingga sebagian waktunya digunakan untuk bermain. Perhatian orangtua yang tidak sepenuhnya untuk mendampingi belajar dan keterbatasan ilmu yang dimiliki orang tua membuat anak semakin terpuruk. 

Kepada siapa anak harus bertanya? Orang tua tak bisa membantu mengerjakan tugas, guru pun juga tidak disampingnya.

Komunikasi dengan guru hanya bisa dilakukan dengan jarak jauh. Tempat bertanya, tidak dapat dilakukan sebebas dan sepuas yang diinginkannya.

Covid-19-lah penghalang kebebasan untuk bertanya dan belajar di sekolah. Ya, sejak pandemi Coronavirus melanda di awal bulan maret lalu kegiatan belajar mengajar di hampir seluruh sekolah di negara kita sontak terhenti. Meski disusul dengan sistem belajar jarak jauh dengan menggunakan kecanggihan tehnologi internet, tetap saja menyisakan banyak masalah di berbagai aspeknya.

Dari perangkat, jaringan, kemampuan mengoperasikan perangkat dan pengetahuan teknologi informasi menjadi kendala yang sangat serius di sisi siswa. Tidak semua siswa mampu membeli perangkat yang memadai. Kemudian faktor koneksi yang membutuhkan biaya ekstra. Ketergantungan pada baik buruknya jaringan di masing-masing tempat yang berbeda. Gaptek dari sebagian besar keluarga siswa. Berbagai hal tersebut seakan menjadi proses gagalnya pendidikan di jenjang-jenjang tertentu seperti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah tingkat Pertama.

Meski di akhir-akhir ini ditunjang dengan diberikannya subsidi kuota jaringan dari pemerintah, tetap saja kendala yang lain menjadi penghalang kebebasan siswa dalam proses belajar. B

elum lagi faktor-faktor eksternal yang juga bisa mengganggu proses belajar daring. Faktor ekstern seperti bebasnya siswa untuk memilih belajar daring atau bermain dengan teman-temannya di sekitar rumah juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar daring. Belum lagi faktor internal seperti malas dan hilangnya motivasi belajar karena tak ada aturan yang mengikat seperti waktu belajar dalam kelas.

Semua kendala yang tercipta secara otomatis tersebut membuat siswa kehilangan kebebasan dalam hal menggali ilmu dari gurunya. Berbagai inovasi dan kreatifitas yang bisa dilakukan dalam kelas seakan berhenti secara mendadak. Kesempatan bertanya dan membahas berbagai persoalan pelajaran secara bersama tak lagi bisa dilakukan dengan nyaman dan bersemangat. Metode yang berubah drastis membuat siswa tak lagi bisa mencerna pelajaran yang seharusnya bisa mereka fahami dengan penjelasan-penjelasan dan uraian guru-guru mereka.

Jujur saja, apa yang bisa mereka dapat dari proses belajar daring hanyalah belajar dalam memahami pengoperasian perangkat dan pendalaman materi teknologi informasi saja. Sedangkan materi ajaran yang sebenarnya justru tertinggal jauh dari yang seharusnya mereka capai. Selama ini siswa masih disibukkan dengan bagaimana menggunakan aplikasi-aplikasi yang direkomendasikan oleh sekolah masing-masing. Mereka dipaksa untuk memahami pengoperasian aplikasi video conference. Padahal bisa dibilang aplikasi-aplikasi seperti tersebut merupakan hal baru bagi kebanyakan siswa.

Alhasil, proses belajar daring selama ini bisa dibilang hanya sebagai pengisi waktu luang selama pandemi berlangsung. Tentang pencapaian materi sesuai kurikulum belum bisa dibilang sukses. Belajar daring adalah sebuah proses belajar atau pengenalan tehnologi yang mungkin baru akan digunakan siswa-siswa di masa mereka menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi nantinya. Hanya saja yang mungkin kita lupa adalah perkembangan dunia maya yang sangat cepat. Sehingga tehnologi yang saat ini diperkenankan kepada siswa kelak mungkin sudah ditinggalkan dimasa-masa mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Kembali fokus ke siswa, kebebasan yang hilang dalam hal ini adalah kebebasan untuk bertanya dan mendapatkan pemahaman tentang berbagai hal yang ingin ditanyakan kepada guru-gurunya. 

Kebebasan lain yang terhenti adalah keterbatasan berkreasi di lingkungan sekolah, baik dalam bidang ketrampilan maupun bidang ekstra kurikuler. Belum lagi kebebasan dalam berinteraksi bersama teman-teman sekelas yang kadang sulit untuk dihindarkan. Satu lagi dalam hal interaksi yakni interaksi dengan para gurunya yang kadang menimbulkan rindu yang amat sangat. Sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.

Ringkas kata, selama pandemi berlangsung, selain kebebasan dalam belajar tatap muka, kebebasan-kebebasan yang lain seperti bercengkerama dengan sesama teman dan bepergian ke tempat-tempat wisata menjadi terhalang demi terjaganya protokol kesehatan. Kebebasan untuk mengunjungi sanak saudara yang ada di lain tempat juga sangat terbatas sekali. Apalagi kebebasan untuk mendatangi hajatan-hajatan dari keluarga yang ada di luar kota, menjadi sebuah impian yang tertunda.....

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun