Bismillah,
:*"Sinar Harapan di Pelabuhan Hati).*
Sinar mentari datang membawa harapan, menguak kabut embun pencipta keremangan. Â Matahari makin menjulang, cuaca semakin terang. Â Kakak tertua pun datang, mendukung kuat utk menguliahkan adik tersayang, yg semasa kecil ikut dirantau orang. Â Dia siap membantu ayah & adiknya sebagai tulang belakang.
Kuliah dijalani dg gaya yg sangat bersahaja; tak peduli dg busana yg tdk serupa dg teman lainnya, tak ingin hanyut di "Kali Asmara Cinta Hampa" yg bisa memperdaya; Â hingga Eman dilantik & diwisuda sebagai Sarjana, yg selanjutnya dia dikenal sebagai Guru di sekolah tempat dia ditempa.
Betapa bangganya kakak tertua; betapa senangnya ayahanda yg ilmunya hanya mengenal huruf2 & permainan angka; betapa haru gembiranya saudara2 bila mengenang Eman kecil sewaktu baru ditinggalkan ibunda. Â Namun keluarga ini belum melihat tanda2 Eman akan berumah tangga; karena pacar saja tdk ada. Â Padahal tanpa setahu mereka, Eman juga dilanda asmara. Â Berikut kisahnya ...
*Eman* yg sdh hampir 2 th mengenal *Arni*, sikapnya tdk berubah sejak mahasiswa, meskipun dia sdh menjadi seorang sarjana.
Selagi dia masih mahasiswa tingkat terakhir di kota tempat penelitian tesis-nya; dia mendengar cerita dari Safrin yg juga kenal dg Arni, bhw Arni akan dilamar seorang Insinyur ITB. Â Setelah di kamar dlm kesendirian, Eman hanya tercenung memandang buku2 berserakan dihadapannya. Â Tanpa sadar dia meneteskan airmata; lalu merobek surat yg akan dikirimkannya ke Arni. Â Kemudian dia memeluk salah sebuah buku, & dia-pun lalu tertidur diantara buku2 yg berserakan.
Sehabis mengadukan perasaannya kpd Tuhan di keheningan dinihari, dia-pun menumpahkan perasaannya ke dalam buku harian yg mengukuhkan pendirian, bhw kekasih sejatinya kini hanyalah buku2 yg sempat terabaikan.
Tiga minggu berselang, datang sepucuk surat dari Arni. Â Eman memandangnya sejenak; dia berfikir, pastilah berita Pertunangan Arni. Â Fikiran sempit ini membuat Eman tdk membukanya, karna tak mampu membaca kabar itu. Â Surat itupun langsung dibakarnya. Â Tapi kemudian dia terpikir, bahwa seharusnya dibalas. Â Lalu singkat saja dia tulis surat dg tulisan yg indah, & tak peduli dg tetesan air matanya yg membasahi surat ... :
 "Surat Arni tidak abang baca lagi, karena abang sudah tahu isinya; Safrin yg pernah cerita. *... Selamat Jalan adindaku ... Semoga Bahagia*.  Bbrp hari lagi abang akan pindah tempat Kost.  In syaa Allah 5 bln lagi tugas abang di kota ini selesai, & kembali ke daerah kita.  *Wslm, Bang Eman*.
Lima bulan kemudian stlh selesai tugas penelitiannya, dia kembali ke kota asalnya utk penyelesaian studinya. Â Tapi dlm perjalanan dia ketemu dg tetangga dekat Arni, yaitu *Yanto*, adik *Yanti* teman Arni. Â Yanto menceritakan, bhw Arni memang pernah mau di lamar, tetapi Arni tdk meresponnya. Â Skrg ini banyak yg berdatangan kpd-nya, tetapi juga tdk diresponnya, ditanggapinya biasa2 saja. Â Akhirnya terungkap kpd Yanti, bhw Arni seperti kehilangan layang2, yg putus sejak 5 bulan yg lalu. Â Mendengar cerita itu, Eman titip surat yg isinya mengabarkan bhw "Dia kembali ke kota tempat kuliahnya utk menyelesaikan tugas akhirnya. Â Dikatakannya bhw dlm perjalanan dia ketemu Yanto adik Yanti yg sdh banyak cerita tentang keadaan Arni selama 6 bln terakhir ini".
Singkat cerita, hubungan surat menyurat maupun pertemuan2 berlanjut sampai Eman selesai studinya & bekerja sebagai calon PNS. Â Tapi sampai sejauh itu, hubungan mereka yg sdh hampir 2 th, sepertinya begitu2 saja. Â "Entah ada apa dg Eman". Â Dia tak pernah berkata sekalipun tentang rasa cintanya kpd Arni yg jelita, meskipun sikap & perilakunya melebihi seorang kekasih yg setia. Â Tetapi Arni tetap saja ragu bila tak ada kata2 pengikat rasa; karena takut terperdaya oleh sikap saja. Â Rupanya Eman pun pernah trauma; takut tertipu oleh kata hati yg terucap, yg bisa mengecewakan & mempermalukan perasaannya.
Akhirnya dlm suatu surat menyurat; terungkaplah perasaan mereka sebenarnya masing2 ...
*Arni :* "... Sdh hampir 2 th hubungan kita bang; tapi aku tak tahu persis apa artinya. Â Apakah kita hanya seperti saudara atau teman biasa atau yg lainnya. Â Bagiku yg terlihat hanya remang2 meskipun mata hatiku kadang2 dpt melihat dg terang. Â Namun sikap abang yg sepertinya serius & tulus, membuat aku terkurung tak berpagar; yg berdatangan pun hanya kusambut dg lambayan tangan lemah & gemetar dari kejauhan".
*Eman* bergetar hatinya, marah pada dirinya sendiri. *Tak terasa* menetes air mata dipipinya, seakan dihadapannya berdiri Arni. *Dia pun* menjawab dg tulisannya, yg benar2 mengalir dari lubuk hati : .......
"Ma'afkan abang yg hampir kehilangan nyali selama ini Arni. Â Memang banyak kumbang yg mendengungkan suara2 rayuan *cinta* nya. Â Tapi diantara seribu *kata itu*, satu pun takkan pernah meluncur dari lidah abang yg pengecut ini; karena *kata yg tak ternilai itu* layak disimpan dg baik di dalam hati, dan *sepotong kata tsb* adalah perasaan yg murni. Â ... Sebenarnya tanpa setahu-mu, setiap hari abang memeluk hatimu dalam setiap renunganku; dan yg membayang diantara kita dlm renungan itu, ... adalah anak2 & cucu2.
*Salam rindu* dari Kekasihmu, yg bersama ayah bundaku akan menemuimu dan menemui ayah bundamu.
(Bersambung ke Bag 7, terakhir)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H