Bismillah,
Siapa Sugiri yang dibantu rumahnya secara gotong royong dari seluruh Indonesia itu? Dialah perantau dari Pekalongan Jawa Tengah. Dia merantau sejak umur 8 tahun karena ayah ibunya meninggal sejak kecil. Di Palembang menikah dengan gadis Air Itam Pulokerto Gandus Palembang Ema juga dari keluarga tidak mampu asal pulau Jawa. Keluarga Ema hanyalah tukang becak.
Jadi buruh tani yang miskin papa
Sugiri dan keluarga menumpang di tanah orang dengan menanam ubi, membuat pondok yang tak layak ditempati karena lantai tanah dan atap daun nipah. Hidup dari upahan sana sini penghasilan tak menentu. Punya anak 3 orang dua sudah menikah. Yang pertama laki2, no 2 perempuan dan no 3 perempuan. Yang perempuan sudah menikah ditimpa musibah di mana suaminya menderita kebutaan permanen karena kena getah bunga sawit sewaktu panen sawit.
Jual sayur ubikayu
Penulis sering meneteskan air mata ketika melakukan sidak alias mengawasi tukang yang bekerja di rumah Sugiri. Lagi kemana Sugiri? Lagi mengambil pucuk ubikayu yang ia tanam pada lahan orang lain dengan jumlah pesanan 30 ikat. Berapa 1 ikat Ri? Nama panggilan Sugiri. Rp 1 k, katanya? Itupun kadang setiap hari, kadang 2 hari sekali. Penulis tidak melihat Sugiri saja tetapi membayangkan ada jut⁵⁵4þaan keluarga buruh tani di seluruh Indonesia.
Keluarga penulis
Penulis punya ayah ibu kakek dan 5 adik-adik yang nasih kecil hingga umur kuliah. Walau ada kebun dan sawah yang luas tetap saja dibujuk untuk pindah ke kota. Waltu itu yang penulis pikirkan adlaah sekolah adik-adik. Sebab di desa sekolah jauh bahkan ada hanya di kota terdekat. Kala itu sekolah tinggi atau Universitas hanya ada di kota.
Lain keluarga Sugiri lain keluarga penulis. Keluarga Sugiri tak berorientasi untuk menyekolahkan anak tetapi yang penting adalah untuk bertahan hidup. Maka ketika penulis bertemu secara tak sengaja karena penulis tahu dia baru saja dikasih lahan oleh tetangganya pak Syahidin yang dapat warisan dari abang ayahnya yang meninggal beberapa waktu lalu.
Doakan para donatur