Bismillah,
Saya dan anda para pembaca adalah orang yang paling beruntung. Mengapa? Karena yakin atau tidak ternyata kita adalah ciptaan Allah, sebagai mana langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya adalah ciptaan Allah. Tulisan ini memaparkan betapa beruntungnya saya karena selalu dilindungi dan dibantu oleh Allah.
Siapa Allah?
Namanya ada kata All yang berarti bahwa Dia adalah pencipta semua di alam semesta. Nabi Muhammad suatu hari ditanya oleh penduduk quraisy Mekkah seperti apa wujud Allah, tuhanmu itu wahai Muhammad.
Nabi Muhammad menunggu sejenak dan datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu. "Katakalah (wahai Muhammad) bahwa Dialah Allah itu Esa. Allah tempat semua bergantung. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak juga menyerupai segala sesuatu. (Quran surat 112 ayat 1-3).
Karena terbaca surat inilah seorang calon pastor yang bernama Irene Handoko memasuki agama islam. Karena surat ini pulalah saya dan milyaran penduduk bumi terhindar dari kesyirikan dan karenanya pula maka mereka dijamin maauk surga. Sebagaimana QS 2: 33 Allah berfirman: "Berilah khabar gembira orang yang beriman dan beramal soleh dengan surga yang mengalir air sungai dibawahnya dan mereka kekal di dalamnya.
Bantuan Allah kepada saya
Saya adalah anak seorang yang tidak bersek0lah dengan layak karena pendidikan mereka rendah. Ayah saya A Rahim hanya kelas 3 SD dan ihu juga kelas 3 SD. Tapi ajaibnya mereka berpandangan luas, bercita-cita tinggi untuk memajukan anak-amak mereka dalam hal pendidikan, dalam hal pergaulan dan dalam hal ilmu agama dll. Alhamdulillah kami berubah kedaan dan jalan hidup berkah pertolongan Allah dan petunjuk dan hidayahNya.
Kapan Pertolongan Allah dimulai?
Bagi saya dan keluarga ayah, banyak hal dan semua hal adalah berkah dari pertolongan Allah semua dimulai dan terjadi. Pada tahun 1959 ayah A Rahim perjaka ada pekerjaan bertukang di Palak Bengkerung Seginim Bengkulu  Selatan kala itu. Pada malam harinya dia dan teman-teman bertandang malam mencari gadis untuk dipikat sebagai calon suami.Â
Ayah yang sudah bertunangan di sebuah desa di Ulu Manna itu terpikat hatinya untuk menikahi gadis dusun Lubuk Langkap, putri kakek saya Merinsan, di Ulu Palak Bengkerung. Tak lama mereka sepakat menikah. Sangat mengejutkan bahwa maskawinnya bukan emas, bukan perak, bukan uang tetapi membaca alquran surat al-ikhlas 100 kali, dan boleh dibaca ramai-ramai.
Mungkin berkah dari keberkahan membaca alquran surat itulah, keluarga ayah saya dengan tanpa kesulitan keluar dari jeratan kemiskinan baik, miskin harta maupu  miskin iman.
Ayah Menyekolahkan anak-anak
Ayah dan ibu saya bertekad untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan dari jalur SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Pada saat memasuki SMPN 1 Bengkulu Selatan di kota Manna, ayah membelikan saya sepeda Raleigh buatan Inggeris sebagai hadiah pada saya karena bersekolah di SMP negeri.
Setelah itu saya di suruh masuk ke SMA dan kuliah di Universitas Sriwijaya. Walaupun saya ingin kuliah di pulau Jawa. Tetapi ayah membujuk saya agar kuliah di Palembang saja, karena bisa dijenguk dan mudah untuk pulang kampung.
Menapaki jadi dosen
Saya sejak diwisuda tidak pernah atau belum berfikir untuk jadi dosen karena mau mengabdi di di desa memberikan penyuluhan kepada petani. Tetapi saya punya calon istri yang masih kuliaj di Fakultas tempat saya berkuliah. Di samping itu ada adik-adik yang ingin kuliah di kota.
Untuk itu dengan "bismillah" saya menapaki karir sebagai dosen. Awalnya ada pihak yang menghalangi saya jadi dosen karena alasan tertentu. Tetapi dengan pertolongan Allah semua menjadi mungkin.
Menikah dan Sekolah di LN
Saya lagi-lagi sangat beruntung karena sepanjang jalan hidup saya selalu ditunjuki oleh pencipta saya jalan untuk ditapaki. Masuk keluarga mertua yang taat beragama dan menjalani hidup dengan hijrah ke kota, menjadikan saya tertarik untuk meniru keluarga mertua yakni mengajak keluarga ayah merantau ke kota.
Waktu saya menyatakan keinginan kepada kakek Merinsan, ayah dan ibu serta adik-adik, ternyata kakek  Merinsanlah yang memotivasi saya untuk tidak mengurungkan niat saya pindah ke kota. Jadilah kami sekeluarga pindah ke kota dengan modal nekad. Orang kampung kala itu "under estimate" gagasan bedol rumah itu.
Alhamdulillah, jalan kehidupan orangtua menjadi terbuka dengan dibelinya kebun di sebelah timur kota Palembang. Ayah, ibu, kakek, dan adik-adik selanjutnya merelakan saya, istri dan seorang anak melanjutkan sekolah ke Inggeris. Pertama, mereka ragu dengan kepergian saya merantau yang sangat jauh itu. Setelah saya beri pengertian baru mereka rela melepas saya. Tak urung aaya pun sedih karena harus berpisah lama dengan ayah, ibu, kakek, istri dan anak.
Di Inggeris saya kenal kerja dakwah, sejak itu istri saya dapat hidayah untuk menggunakan hijab. Selama di Inggeris keluarga saya diizinkan Allah menunaikan umroh ke tanah suci. Di Inggeris juga anggota keluarga kami bertambah dua orang.
Membeli dan membangun rumah
Dengan kemampuan ekonomi yang masih terbatas saya bermusyawarah dengan istri untuk membeli rumah di Komplek perumahan Bukit Sejahtera Palembang. Lima tahun berikutnya saya melangkah pagar komplek untuk meminjam cangkul ke tetangga. Tetangga itu menawarkan pada saya untuk membeli tanah dengan kuas cukup memadai yang berbatas langsung dengan komplek perumahan tempat kami bermukim. Alhamdulillah lahan itu kita sudah menjadi rumah dengan konsep rumah panen hujan. Jika kita ketik di google "rumah panen hujan" maka ketemulah alamat rumah saya.
Pergi Haji dan Kerja di luar kampus
Pergi haji bagi saya dan istri adalah hal yang berada di luar nalar akal sehat jika menurutkan pendapatan dari gaji kami suami istri yang hanyalah pegawai negeri sipil (PNS). Mengapa? Karena kami sepanjang waktu selalu ada hutang, entah karena beli rumah, kendaraan, menyekolahkan  adik-adik dan menyekolahkan anak-anak.Â
Namun demikian saya diberi keyakinan oleh Allah bahwa rezeki untuk pergi haji itu tidak mengganggu agenda lain seperti menyekolahkan anak dan bangun rumah. Alhamdulillah setelah pulang dari menunaikan ibadah haji pada tahun  2004 saya bekerja di Pemerintah Kota, anak sulung mulai kuliah. Dua tahun berikutnya anak nomor 2 kuliah dan selanjutnya anak nomor 3 mau kuliah juga.
Jujur bagi saya menyekolahkan anak di Fakultas Kedokteran dan Fasilkom Bilingual itu saja sudah berat. Datang lagi anak nomor 3 mau kuliah di LN. Saya katakan padanya bahwa silakan. Untuk itu sata berdoa setiap solat tahajud agar dibukakan jalan keluar yang baik. Singkat cerita, anak saya yang nomor 3 belum memulai kuliah saya sudah Allah beri pekerjaan di LN. Maha suci Allah.
Menikahkah anak sulung
Menikahkan anak sulung perempuan yang baru saja diwisuda sebagai Sarjana Kedokteran Gigi adalah berkah dari Allah yang lain dan besar. Betapa tidak, saya bisa mendatangkan puluham profesor yang dipimpin oleh Profesor Datuk Aminah, rektor UPSI kala itu. Sungguh suatu kehornatan dan barokah tersendiri. Para profesor itu mendatangi rumah saya yang berkonsepkan rumah panen hujan itu. Maka nikmat tuhan manakah yang masih kau dustakan?
 Â
Jayalah kita semua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H