Bismillah,
Sejak kecil kita dikebalkan oleh Koes Plus lagu yang sangat bagus, memotivasi, membangunkan yang tidur.Â
Bukan lautan tapi kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kutemui
Ikan dan udang mengmpiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tinggal kenangan
Semua yang digambarkan pada lagu itu terjadi pada tahun 1970 sampai dengan 1990-an. Sesudah itu  negara kita memasuki fase kerusakan di laut dan di darat mengiringi era otonomi daerah. Sejak otonomi daerah ini semua sumberdaya alam strategis dikelola oleh pusat dan daerah otonom secara gila-gilaan.
Sejak otonomi daerah pinjaman luar negeri gila-gilaan pada hal pinjaman itu berbunga tinggi. Tidak saja sistemnya riba tetapi peran asing dan aseng menjadi dominan.Â
Peranan aseng dan asing dominan  dimulai dari naiknya dana kampanye pada pemilihan kepala daerah otonom dan pilihan langsung kepala negara. Demokrasi liberal yang dianut oleh negara kita diyakini adalah asal muasal terjadinya pilkada dan pilpres yang transakasional. Ada politik dagang sapi. Jika menang maka akan terjadi proses "bayar hutang".Â
Korupsi pengrusak segalanya
Korupsi secara besar-besaran karena tingginya biaya politik pada pilkada dan pilpres termasuk pada pileg. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kepala daerah atau kepala negara dibiayai oleh sponsor. Untuk itu kada atau pres yang terpilih tersandra oleh para cukong karena itu mereka akan minta macam-macam.
Permintaan para sponsor pemilu sejak lama terbanyak adalah meminta konsesi untuk pengelolaan hutan, pertambangan umum, tambang minyak dan gas, Â perijinan usaha raksasa multinasional dll.
Yang tidak jarang adalah meminta jatah proyek APBN dan atau APBD.Â
Rakyat di daerah hanya dapat limbahnya
Sejak zaman Belanda masyarakat di banyak daerah pertambangan, konsesi hutan, minyak dan gas menjadi penonton di daerahnya sendiri. Mereka melihat kereta, truk dan alat pengangkut lainnya yang membawa hasil bumi.Â
Di Sumsel kereta pengangkutan batubara dari  Muara Enim dan Lahat melintasi wilayah-wilayah kabupaten/ kota menuju Lampung. Batubara diangkut ke Suralaya Jawa Barat. Demikian juga di daerah Kalimantan dan pada bagian di wilayah Sjmatera, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Perusahaan nasional dan multi-nasional menggarap sumberdaya alam strategis untuk keuntungan mereka dan sebagian kecil saja yang masuk ke negara. Kenapa? Karena negara tidak punya andil dalam teknologi dan modal. Yang miris adalah sering kita dengar pajak digelapkan oleh oknum.Â
Sedikit sekali yang setiaÂ
Menurut banyak pihak persoalan yang mengerogoti negara kita adalah pejabat negara atau pejabat daerah yang tanpa sungkan menggerogoti uang negara, uang perusahan, sumberdaya alam.Â
Menurut seorang pensiunan pajak menyampaikan cerita menyayat hati ketika dia menceritakan jika pejabat itu membeli tanah maka tidak ada namanya, nama keluarganya tetapi nama-nama keluarga yang jauh. Jadi pejabat itu seperti tidak bersalah dan tidak berdosa karena hartanya tidak ada nama yang bersangkutan. Rapi sekali.
Tanah surga itu hanya dalam lagu
Lagu Koes plus itu membuat dan meninabobokkan bangsa ini yang katanya "orang bilang tanah kita tanah surga". Tetapi dalam realita banyak sekali orang yang kaya raya karena membangun surga-surga untuk mereka sendiri. Â
Ketika kita mampir ke puncak Jawa Barat, di pulau Bali, di Lombok, banyak sekali orang membangun surga-surga untuk mereka bukan untuk rakyat.Â
Sangat terkejut ketika mendengar berita bahwa 4 orang Indonesia mempunyai kekayaan setengah dari seluruh kekayaan yang dimiliki 270 juta rakyat Indonesia. Lebih terkejut lagi luas lahan 6 orang Indonesia adalah 50 jutaan hektar. Â
Kemana Pancasila yang kita sepakati sebagai dasar negara. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya angan-angan yang sulit terwujid karena tidak pernah diprioritaskan menjadi pedoman dalam bernegara.Â
Semoga semua kita menyadari kesalahan bersama selama ini. Penulis ingin mengajak kita semua para pembaca untuk ibstrospeksi diri agar ke depan negara kita lebih baik lebih makmur yang berkadilan dan adil yang berkemakmuran.
Jayalah kita semua.