Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benarkah Menteri Sri Mulyani bahwa Belanda Meninggalkan Utang?

2 November 2020   03:53 Diperbarui: 2 November 2020   04:05 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Penulis sangat terkejut mendengar pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani bahwa pemerintah Kolonial Belanda meninggal hutang sebanyak $ 10 milyar pada saat merdeka? Kenapa selama ini tidak satu presiden pun mengemukan itu? Mengapa DPR dan MPR tidak menanganggapi hal ini? 

Menteri Sri Mulyani lebih lanjut mengatakan:

Mulai dari situ tantangan perekonomian yang kita hadapi sangat berat. Perekonomian kita hancur akibat perang dan warisan dari penjajahan dan kas negara dalam situasi yang tiada," kata acara upacara peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) secara virtual, Sabtu (31/10/2020).

Logikanya tak masuk

Ketika sebuah negara baru merdeka wajar saja tidak ada uang, tidak ada aset, tidak ada apa-apa. Tetapi yang tidak wajar adalah negara yang baru berdiri mesti tidak punya hutang. Mengapa? Karena pada saat hutang yang dibuat oleh Belanda itu Indonesia itu belum ada. Dalam pinjam meminjam itu mesti ada perjanjian. Indoneaia bukan warisan dari pemerintah Belanda. Kita tidak memperoleh kemerdekaan dari Belanda. Kita perang dengan Belanda. Jadi pernyataan Menteri Keuangan itu mestinya batal demi hukum. Alias tidak masuk akal sehat, alias tidak ada relevansinya.

Bahwasanya ekonomi megara kita berat, penuh tantangan, ekonomi kita hancur akibat perang itu wajar-wajar saja. Itulah bagian dari tugas pemerintah  RI sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila.

Apa yang sesungguhnya terjadi?

Kebanyakan negara di dunia mengalami kegagalan dalam menjalankan roda perekonomian negara karena banyak persoalan yang terkait dengan sejumlah hal.

Pertama, negara baru merdeka pada umumnya tidak baik manajemen negaranya. Fungsi-funhsi pengelolaan berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan  nyaris tidak baik dan berjalan dengan sempurna. Bahwa Belanda mewariskan politik "divide et empera" yakni politik adu domba itu benar. Sifat-sifat itu ada melekat pada banyak masyarakat dan oknum pejabat pemerintah hingga waktu yang lama.

Kedua, negara baru seperti  Indonesia sulit melakukan pembangunan yang berasaskan keadilan dan pemerataan karena luasnya negara dan bobroknya mental para pelaksana negara yang mempunyai budaya nepotisme, korupsi dan koncoisme. Kita nyaris tidak ada prestasi dalam memperbaiki imej sebagai bangsa yang bebas KKN.

Ketiga, budaya kita dalam mengurus negara dengan menambah hutang adalah warisan dari pemerintah sebelumnya itu adalah benar. Hutang negara kita mulai membesar pada zaman pak Harto, dilanjutkan pada zaman  Habibie, Gusdur, Megawati, SBY dan Jokowi. 

Hutang negara kita menggila itu terjadi pada zaman pak Jokowi ini. Yang berhutang itu bukan saja negara tetapi juga swasta. Menurut informasi yang layak diterima bahwa negara juga banyak berhutang kepada swasta dalam negeri untuk membangun infrastruktur berupa jalan tol, bangunan dan jalan di sejumlah perbatasan dan lain sebagainya. Belum lagi untuk pembiayaan pengendalian pandemi covid 19.

Pelajaran yang bisa dipetik

Bahwasanya pemerintah sekarang memperoleh warisan hutang dari pemerintah sebelumnya yakni hutang pada zaman presiden sebelumnya bisa difahami. Tetapi hutang negara yang diwarisi oleh pemerintah kolonial Belanda itu adalah hal yang tidak logik. 

Yang logik adalah hutang negara pada zaman pemerintah Jokowi ini adalah menggunung. Semua BMUN berhutang. Semua BUMN hampir bangkrut. Pemerintah sebagai pengurus sentral dari hutang-hutang itu tentu yang tahu persis bagaimana yang terjadi sesungguhnya.

Jika terjadi resesi atau bahkan "great resession" maka rakyat RI semua akan ikut merasakan pahitnya. Pemerintah harus jujur dan segera mengkomunikasikan apa yang sedang dan akan terjadi biar rakyat bisa siap-siap untuk menghadapi semua kemungkinan. 

Jayalah kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun