Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meneropong Apa yang Terjadi di Pertamina

29 Agustus 2020   15:28 Diperbarui: 29 Agustus 2020   17:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Sulit meneropong apa yang terjadi di dalam BUMN besar itu. Tetapi karena saya sayang dengan BUMN ini maka saya minta ijin kepada  pertamina untuk tidak dianggap melanggar UU ITE. Saya minta maaf dan minta diridhokan dengan menulis artikel dengan bahasa sederhana ini. Tujuan penulisan artikel ini membahas kemungkinan apa yang terjadi di tubuh BUMN itu.

Pertamina yang dulu

Masa jaya-jayanya pertamina saya meyakini terjadi pada tahun 1970-1980an.   Maafkan jika saya salah. Kenapa mereka jaya karena belum banyak menyuruh pihak asing untuk mencari minyak. Mereka punya kilang sendiri dan mereka menjual sendiri. Dengan begitu pihak pertama akan mengalami  era di mana mereka menghasilkan profit yang tinggi karena SDM digunakan dalam proses produksi.

Tetapi sejak era itu pertamina berganti pimpian, berganti kebijakan. Kebijakan berubah dari perusahaan yang menghasilkan minyak sendiri menjadi perusahaan yang menunggu hasil dari kontrak bagi hasil. 

Kontak bagi hasil ini pada awalnya mergikan pertamina karena persentase untuk pertamina hanya sekitar 25 hingga 30 persen. Belakangan meningkat. Hanya saja perusahaan asing itu banyak juga yang mencuri dengan cara menyuntik miring. Banyak palung mjnyak yang mereka bor miring. Tentu saja ini merugikanpertanina. 

Era subsidi

Sejak lama pertamina memang dijual ke pada masyarakat dengan jalan disubsidi. Celakanya subsidi itu makin lama makin besar karena era 1990an hingga memasuki melineum pertamina mengalami kesulitan keuangan karena banyak hal. Pertama, tingginya kurs dolar di mata rupiah menjadikan pertamina merugi katena harga jual ke perusahan BUMN lain seperti menjual gas menjadi menipis keuntungannya. Kedua, subsidi pemerintah itu diyakini hanya tinggi dala..hitungan tetapi pemerintah diyakini tidak membayar uang subsidi itu secara tuntas karena pemerintah juga perlu banyak duit untuk mengepulkan dapur kementerian dan lembaga yang makin lama makin gemuk. Jadi subsidi itu tentu tidak selamanya bisa dibayar pemerintah kepada pertamina (dari sumber yang layak dipercaya).

Pertamina era sekarang

Pertamina era sekarang tentu tidak jauh berbeda dengan pertamina yang dulu. Jika diibaratkan tubuh manusia maka "paru-paru" dan "jantung" pertamina sudah lama tidak sehat. Penyakit tersebut semakin akut karena pertamina mempunyai banyak pegawai di seluruh Indonesia sementara pemasukan semakin sedikit. Gaji pegawai golongan lima yakni utama adalah sekitar Rp 35 jeti. Seorang tamat SMA saja yang 0 tahun kerja memperoleh take home pay sekitar Rp 12 jeti plus rumah dinas. 

Kenapa pemasukan pertamina makin sedikit?

Dalam suatu kesempatan saya pergi bersama dengan seorang surveyor dari perusahaan asing yang menggerutu tentang pertamina. Beliau kesal mungkin karena gagal masuk pertamina setelah panjang perjalanan yang dia lalui waktu ikut tes masuk pertamina.

Bapak yang berumur 40 tahunan ini menceritakan bahwa penggajian di pertamina itu sampai 20 bulan  setahun dan gaji mereka itu melebihi gajinya di perusahan  asing. Saya "no comment" lah. Saya hanya mereply "mosok si"? Iya, dia bilang sumpah. Saya tidak pernah mengekspos pernyataan bapak yang kerja di perusahaan asing itu.

Saya mau ngomong apa. Tetapi sejak ada beriya bahwa pertamina mengalami kerugian Tp 11 T pada semester pertama tahun 2020, saya jadi teringat dengan "ocehan" bapak itu.

Pak Ahok mungkin ketempuhan tahlil

Bahwasanya pertamina mengalami kerugian tidak semuanya kesalahan pak Ahok. Karena banyak kekeliruan yang sudah terjadi di tubuh BUMN itu.  Jika diperiksakan ke "dokter" jelas sekali bahwa BUMN itu mengalami sakit yang luar biasa. Penyakit yang  saya duga adalah "tetanus" akut. Karena besar pasak dari pada tiang. 

Lagi-lagi ini karena kita semua sayang dengan pertamina. Jika selama ini saya dan kebanyakan rakyat Indonesia menuntut agar harga minyak diturunkan sebagaima minyak dunia turun hingga 60 persen. Mengetahui penyakit akut yang menimpa BUMN itu mari kita bersimpati dan berempati untuk tidak mengeluhkan harga minyak yang mahal di negeri tidak lagi menyandang predikat "oil-producing country" tetapi sudah berganti menjadi "oil-importing country". Semoga di pertamina tidak ada lagi tikus-tikus yang menggerogoti pipa. Atau ada juga yang pernah kedapatan mengirim minyak melalui pipa bawah laut tapi uangnya tidak tahu ke mana.

Semoga pertamina segera sembuh dari sakitnya.

Jayalah negeriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun