Dalam suatu kesempatan saya pergi bersama dengan seorang surveyor dari perusahaan asing yang menggerutu tentang pertamina. Beliau kesal mungkin karena gagal masuk pertamina setelah panjang perjalanan yang dia lalui waktu ikut tes masuk pertamina.
Bapak yang berumur 40 tahunan ini menceritakan bahwa penggajian di pertamina itu sampai 20 bulan setahun dan gaji mereka itu melebihi gajinya di perusahan  asing. Saya "no comment" lah. Saya hanya mereply "mosok si"? Iya, dia bilang sumpah. Saya tidak pernah mengekspos pernyataan bapak yang kerja di perusahaan asing itu.
Saya mau ngomong apa. Tetapi sejak ada beriya bahwa pertamina mengalami kerugian Tp 11 T pada semester pertama tahun 2020, saya jadi teringat dengan "ocehan" bapak itu.
Pak Ahok mungkin ketempuhan tahlil
Bahwasanya pertamina mengalami kerugian tidak semuanya kesalahan pak Ahok. Karena banyak kekeliruan yang sudah terjadi di tubuh BUMN itu.  Jika diperiksakan ke "dokter" jelas sekali bahwa BUMN itu mengalami sakit yang luar biasa. Penyakit yang  saya duga adalah "tetanus" akut. Karena besar pasak dari pada tiang.Â
Lagi-lagi ini karena kita semua sayang dengan pertamina. Jika selama ini saya dan kebanyakan rakyat Indonesia menuntut agar harga minyak diturunkan sebagaima minyak dunia turun hingga 60 persen. Mengetahui penyakit akut yang menimpa BUMN itu mari kita bersimpati dan berempati untuk tidak mengeluhkan harga minyak yang mahal di negeri tidak lagi menyandang predikat "oil-producing country" tetapi sudah berganti menjadi "oil-importing country". Semoga di pertamina tidak ada lagi tikus-tikus yang menggerogoti pipa. Atau ada juga yang pernah kedapatan mengirim minyak melalui pipa bawah laut tapi uangnya tidak tahu ke mana.
Semoga pertamina segera sembuh dari sakitnya.
Jayalah negeriku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H