Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat Terbuka untuk Menteri Muhajir

6 Agustus 2020   01:13 Diperbarui: 6 Agustus 2020   01:32 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Assalamu alaikum warohamtullahi wabarokatuh.

Bapak Menteri ysh. Bersama surat ini saya sebagai rakyat Indonesia yang lahir dari keluarga miskin ingin menyurati dan bertanya kepada bapak menteri, apa maksud bapak ketika memberi pernyataan di pers bahwa orang miskin berbesan dengan orang miskin akan melahirkan orang miskin baru? 

Saya benar-benar tidak mengerti apa yang bapak maksud. Mohon dijelaskan kepad kami rakyat. Karena bapak menyinggung kami para mantan orang miskin tetapi hati kami tetap berpihak kepada orang miskin. Jika bapak orang kaya dan mengajak kami untuk memihak kepada orang kaya maka jelas kami akan keberatan alias tidak mau.

Jika kita merasa kaya pak maka yakinlah kita berhutang dengan orang miskin. Apa saja hutang kita orang kaya kepada orang miskin. Berikut adalah hutang kita kepada mereka.

Pertama, kita orang kaya memperkerjakan orang miskin dengan memberi upah yang sangat ringan padahal mereka kerja dengan energi terbanyak, energi terbaik dan waktu terbaik.

Orang miskin menjadi sopir untuk menyelamatjan kita. Tanpa sopir yang baik kita sudah celaka, sudah mati, sudah jadi tanah. Sadar tidak kita bahwa sopirlah yang memberi lebih banyak kepada kita. Sebaliknya kita menggaji mereka sangat murah.

Kita menganiaya para pembantu kita di rumah, tukang sapu, tukang cuci, tukan taman, tukang jaga anak, staf kita, ajudan kita. Mereka membanting tulang, mereka melindungi kita, mereka merawat anak-anak kita. Tapi coba cek gaji mereka, mungkin jauh dari mencukupi. Terpaksalah mereka mencari sumber lain karena gaji dari kita tidak cukup.

Kedua, orang miskin bukan untuk dihina pak, tetapi kita muliakan. Mengapa? Kita menjadi hilang predikat "pendusta" agama jika kita: pertama, tidak menghardik anak yatim, kedua, kita melarang memberi makan orang miskin, ketiga, kita tidak lalai dalam mengerjakan shalat, keempat, kita tidak beramal tapi riya', dan kelima, kita tidak enggan memberi barang berguna.

Pak menteri, kalaupun saya dianggap orang kaya tetapi itu karena saya disekolahkan oleh negara. Kita yang sekolah tinggi itu berkah dari subsidi yang diberikan oleh negara. Saya sendiri sekolah ke LN atas pinjaman LN ke Bank Pembangunan Asia. Saya yakin pak menteri juga pernah sekolah dengan biasiswa dari negara.

Pak menteri, yang penting jangan kita nyinyir kepada orang miskin. Terserah mereka mau besanan dengan sesama miskin. Bapak mesti tahu bahwa mungkin orang miskin itu hanya zahirnya saja pak tetapi hati mereka kaya.

Pak menteri, jika orang miskin marah dengan pernyataan bapak maka itu suatu hal yang lumrah pak. Saya saja sedih, marah, tersinggung dan gak habis pikir. Kita mesti berpikir dulu sebelum kita merilis pernyataan kepada publik. Maafkan saya pak, karena saya menulis ini mewakili orang miskin di dunia pak. Saya ingatkan bahwa kitalah yang memperoleh bantuan orang miskin bukan mereka.

Pak menteri, sekian surat dari saya. Semoga bapak bersedia untuk meralat pernyataan bapak tersebut. Yakinlah pak, ada di pihak orang miskin itu adalah Allah YME. Sangat sulit kita menghadap-Nya jika mati nanti karena kita sering menyakiti rasulullah. Menyakiti orang miskin berarti kita menyakiti rasul yang agung. Saya mengajak diri saya dan pak menteri untuk bertaubat. Maafkan saya ya pak. Kami mencintai bapak bukan membencimu..

Alfakir,

Supli Rahim

Palembang Sumsel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun