Bismillah,
Belakangan masyarakat kita mempunyai kesalahan yang terlanjur keliru atau salah kaprah. Akibatnya banyak dampak negatif yang tidak disadari.Â
Di kampung saya Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan bisa dijadikan contoh. Seorang ayah dari anak-anaknya tidak dipanggil dengan namanya tetapi dengan sebutan atau panggilan bapak si fulan. Lama kelamaan bapak si fulan ini tidak diketahui oleh umum sampai diabmeninggal. Tulisan ini membahas nama panggilan di dalam masyarakat kita.
Pak Supli vs pak Rahim
Di kampung saya, ayah saya tidak dipanggil orang kampung dan keluarganya dengan panggilan namanya sendiri yakni Rahim. Tetapi dipanggil sejawatnya dengan panggilan pak Supli, mamanda Supli, Kakek Supli. Sangat jarang orang memanggilnya pak Rahim, pamanda Rahim, kakek Rahim. Sampai dia meninggal banyak yang tidak tahu nama beliau. Yang diingat generasi selanjutnya adalah paman Supli, Kakek Supli atau pak Supli.
Suatu hal yang biasa jika kami sekampung Tanjung Baru alias Lubuk Langkap kecamatan Air Nipis Bengkulu Selatan provinsi Bengkulu sewaktu mengirim surat via teman maka semua akan menulis seperti ini.
Kepada yth.
AyahandaÂ
Di Desa Tanjung Baru
Pengirim
Ananda Supli Rahim
Begitu juga sejawat saya yang lain. Semua membuat surat seperti itu. Jadi sampai suatu saat bapak si fulan meninggal banyak penduduk desa kami yang tidak tahu nama bapaknya. Karena sewaktu hidup hanya dipanggil dengan nama panggilan anak-anak mereka.Â
Sebagai misal pak Baid dipanggil dengan pak Roni. Pak Jalil, ayahnya Abdul Jalil tidak pernah tahu. Kakek tersebut hanya dipanggil dengan pak Jalil. Jalil itu yang sebenarnya Abdul Jalil. Begitu seterusnya hingga kami tak tahu nama kakek kami itu karena terlanjur selalu dipanggil pak Jalil, atau kakek Jalil.
Demikian juga ayahnya Muhardin dipanggil pak Din. Pada hal nama yang bersangkutan adalah Juwaris. Bapaknya sejawat kami Rasaluddin dipanggil pak Perti pada hal namanya Sinip. Akibatnya banyak generasi yang datang belakangan tidak tahu nama pak Sinip itu karena hari-hari dipanggil pak Perti. Anaknya juga Rasaluddin dipanggil pak Pipin.Â
Panggilan para Nabi
Para nabi dan rasul dipanggil dengan nama mereka. Adam, Idris, Nuh, Luth, Zakaria, Musa, Harus, Isa, dan Muhammad. Kecuali nabi Muhamad ditambah dengan doa alaihisalam. Sedangkan nabi Muhammad ditambah shalallahu alaihi wassalam. Nabi Muhammad ada yang memangilnya Abu Qpaim, Toha, Yasin, Saidul Mursalin, nabi akhir zaman dll. Tetapi kebanyakan adalah Muhammad bin Abdullah. Nabi Isa dipanggil Isa ibnu Maryam.Â
Anak Bupati, anak Gubernur atau Anak Presiden
Budaya kita sangat banyak yang baik. Tetapi ketika bupati punya anak, punya istri, punya keponakan maka masalah jadi ruwet. Demikian juga anak gubernur, anak presiden. Ini.adalah budaya yang salah.Â
Bupati, walikota, gubernur, camat hingga presiden semua itu tidak punya anak, tidak punya keluarga. Saya ingat Mr Denis suami Margareth Tatcher. Dia tidak mau dipanghil sebagai suami Perdana Menteri Inggris yang berkantor di Downing Street no 10 London tersebut. Dia hanyalah suami Margareth Tatcher.
Kembali ke budaya kita. Sangat keliru sekali jika bupati ada anak, ada istri. Camat ada anak. Gubernur ada anak. Presiden ada anak. Jika jabatan ada anak maka akan ada yang salah kaprah atau tidak tahu diri. Anak bupati akan lebih berkuasa dari bupati itu sendiri. Para kepala dinas mesti hormat dan melayani anak bupati, istri bupati dsb. Begitu juga keluarga gubernur atau keluarga presiden dsb.
Akan ada buah yang cepat masak secara karbitan jika budaya seperti ini tidak disadari bahayanya. Mumpung belum berdampak negatif yang bisa katastrofik maka penulis ingin mengajak kita semua untuk menghindari bahaya salah panggil terhadap mereka yang punya kekuasaan.Â
Salah panggil dalam urusan pribadi seperti dalam budaya di masyarakat kampung saya  telah berdampak negatif yang tidak sedikit apalagi budaya salah panggil untuk para pejabat kita dan keluarganya.Â
Belum terlambat
Mari dengan selesai membaca tulisan ini kita berbenah. Panggilan keluarga kita dengan panggilan yang pantas. Jangan lagi memanggil pak Supli untuk pak Rahim. Jangan juga memanggil pak Ika untuk pak Supli. Lebih-lebih jangan panggil seseorang sebagai.anak pejabat. Anak bupati, anak gubernur, anak hakim, anak jaksa dan anak presiden.Â
Dengan tanpa melibatkan jabatan pada keluarganya berarti kita sudah menegakkan sila-sila Pancasila - mulai dari Sila Ketuhanan, sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, sila kerakyatan dan sila keadilan. Dengan memanggil si fulan anak presiden kita sedang menyalahgunakan keluasaan ayahnya. Kita sedang bersikap tidak adil kepada mereka yang bukan anak presiden. Begitu juga seterusnya.Â
Jayalah kita semua, jayalah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H