Begitu juga sejawat saya yang lain. Semua membuat surat seperti itu. Jadi sampai suatu saat bapak si fulan meninggal banyak penduduk desa kami yang tidak tahu nama bapaknya. Karena sewaktu hidup hanya dipanggil dengan nama panggilan anak-anak mereka.Â
Sebagai misal pak Baid dipanggil dengan pak Roni. Pak Jalil, ayahnya Abdul Jalil tidak pernah tahu. Kakek tersebut hanya dipanggil dengan pak Jalil. Jalil itu yang sebenarnya Abdul Jalil. Begitu seterusnya hingga kami tak tahu nama kakek kami itu karena terlanjur selalu dipanggil pak Jalil, atau kakek Jalil.
Demikian juga ayahnya Muhardin dipanggil pak Din. Pada hal nama yang bersangkutan adalah Juwaris. Bapaknya sejawat kami Rasaluddin dipanggil pak Perti pada hal namanya Sinip. Akibatnya banyak generasi yang datang belakangan tidak tahu nama pak Sinip itu karena hari-hari dipanggil pak Perti. Anaknya juga Rasaluddin dipanggil pak Pipin.Â
Panggilan para Nabi
Para nabi dan rasul dipanggil dengan nama mereka. Adam, Idris, Nuh, Luth, Zakaria, Musa, Harus, Isa, dan Muhammad. Kecuali nabi Muhamad ditambah dengan doa alaihisalam. Sedangkan nabi Muhammad ditambah shalallahu alaihi wassalam. Nabi Muhammad ada yang memangilnya Abu Qpaim, Toha, Yasin, Saidul Mursalin, nabi akhir zaman dll. Tetapi kebanyakan adalah Muhammad bin Abdullah. Nabi Isa dipanggil Isa ibnu Maryam.Â
Anak Bupati, anak Gubernur atau Anak Presiden
Budaya kita sangat banyak yang baik. Tetapi ketika bupati punya anak, punya istri, punya keponakan maka masalah jadi ruwet. Demikian juga anak gubernur, anak presiden. Ini.adalah budaya yang salah.Â
Bupati, walikota, gubernur, camat hingga presiden semua itu tidak punya anak, tidak punya keluarga. Saya ingat Mr Denis suami Margareth Tatcher. Dia tidak mau dipanghil sebagai suami Perdana Menteri Inggris yang berkantor di Downing Street no 10 London tersebut. Dia hanyalah suami Margareth Tatcher.
Kembali ke budaya kita. Sangat keliru sekali jika bupati ada anak, ada istri. Camat ada anak. Gubernur ada anak. Presiden ada anak. Jika jabatan ada anak maka akan ada yang salah kaprah atau tidak tahu diri. Anak bupati akan lebih berkuasa dari bupati itu sendiri. Para kepala dinas mesti hormat dan melayani anak bupati, istri bupati dsb. Begitu juga keluarga gubernur atau keluarga presiden dsb.
Akan ada buah yang cepat masak secara karbitan jika budaya seperti ini tidak disadari bahayanya. Mumpung belum berdampak negatif yang bisa katastrofik maka penulis ingin mengajak kita semua untuk menghindari bahaya salah panggil terhadap mereka yang punya kekuasaan.Â
Salah panggil dalam urusan pribadi seperti dalam budaya di masyarakat kampung saya  telah berdampak negatif yang tidak sedikit apalagi budaya salah panggil untuk para pejabat kita dan keluarganya.Â