Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Urgensi Perumahan Penduduk agar Berstandar

9 Januari 2020   07:38 Diperbarui: 25 Januari 2020   03:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemukiman kumuh menghadap kanal yang kotor. Dok.pri

Bismillah, Alhamdulillah, Allahumma shaliala Muhammad.

Saya alhamdulillah  diberi insting oleh Allah untuk memilih menjadi profesi sebagai dosen. Profesi ini saya jalani sebagai panggilan hati nurani karena ingin membekali para mahasiswaku agar mereka semua menjadi penghuni surga bukan penghuni neraka.

Kebanyakan mahasiswa saya sejak dua dekade terakhir ini adalah mereka yang sudah bekerja. Mereka ada yang bekerja sebagai PNS bidang kesehatan, institusi pelayanan administrasi publik, guru, swasta, polisi, tentara, kemenag, dosen, dan sebagainya.

Tulisan ini mencoba menggambarkan bahwa mengapa kita perlu mengelola apa saja sesuai dengan ukuran yang melekat padanya sebagai ciptaan Allah.

Persiapan pengelolaan

Mengelola sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada di sekitar kita perlu memahami falsafah pengelolaan itu sendiri. Saya selalu bilang kepada para mahasiswa saya bahwa untuk mengelola apa saja terlebih dahulu kita perlu memahami palsafah pengelolaan itu sendiri. 

Apa itu palsafah pengelolaan? Ini saya dapatkan di Inggris ketika saya memperoleh kesempatan untuk belajar di Inggris 30 tahun yang lalu. Menurut seorang profesor di University of Cranfield tempat saya kuliah "donot manage thing you donot measure (it)". Maknanya jangan kelola sesuatu yang tidak kamu ukur dimensi-dimensinya.

Ketika yang kita akan kelola itu adalah manusia maka fahami dimensi-dimensinya. Ketika yang diukur itu adalah tanah dan air juga ada dimensi-dimwnsianya. Demikian juga halnya kita mengelola kesehatan manusia, kesejahteraan manusia, ekonomi, pendidikan, jalan dan jembatan, air hujan, kebun, ladang, kolam, rumah dan sebagainya.

Kelolalah dengan standar

Salah satu hal yang mesti kita sepakati bersama bahwa mengelola apa saja mesti berstandar. Dalam hal mengelola atau melayani kesehatan masyarakat kita mesti mempunyai standar pelayanan yang ditetapkan dan disepakati serta dijalankan bersama. Dalam hal membangun rumah yang sehat dan bersih dalam suatu kawasan yang disepakati menjadi kawasan pemukiman perlu berstandar.

Salah satu standar dalam penataan wilayah pemukiman baik di perkotaan maupun pedesaan adalah.

Pertama, rumah dibangun atau dicadangkan untuk dibangun pada areal yang ada jalan dengan ukuran standar. Standarnya harus bisa dilewati kendaraan pemadam kebakaran.

Kedua, rumah dibangun atau dicadangkan untuk dibangun pada areal mesti ada jaringan air bersih.

Ketiga, rumah dibangun atau dicadangkan untuk dibangun pada areal mesti ada jaringan listrik dan gas.

Keempat, rumah dibangun atau dicadangkan untuk dibangun pada areal mesti ada jaringan telekomunikasi.

Kelima, rumah dibangun atau dicadangkan untuk dibangun pada areal yang ada sarana prasarana pendidikan, pasar, pelayanan kesehatan dan bebas dari  bahaya banjir, tanah longsor dan sebagainya.

Contoh kawasan tidak berstandar. Dok.pri
Contoh kawasan tidak berstandar. Dok.pri
Peran pemerintah

Pemerintah mulai dari level pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, kelurahan, rukun warga hingga ke rukun tetangga mesti memastikan bahwa Indonesia itu dibangun dengan standar.

Kita sudah punya standar nasional indonesia (SNI) dalam semua hal. Tetapi dalam hal pembangunan rumah rakyat miskin atau pembangunan wilayah pedesaan atau kelurahan terpencil tidak atau kebanyakan belum berstandar.

Entah di mana yang salah dengan pemerintah negara kita dari atas sampai ke bawah bahwa dalam kenyataannya hanya perumahan yang dibangun oleh pihak swasta saja yang berstandar.

Tetapi alangkah mirisnya ketika kita menyaksikan hampir semua pemukiman yang dibangun oleh pribadi perorangan kondisinya tidak bertandar. Jalan dalam.kampung tidak bertandar, tidak ada listrik yang tertata rapi, pipa ledeng tidak tertata rapi, kabel telekom tidak tertata rapi, bangunan tidak berstandar.

Pemukiman kumuh menghadap kanal yang kotor. Dok.pri
Pemukiman kumuh menghadap kanal yang kotor. Dok.pri
Urgensi Indonesia Untuk Segera Berubah 

Kita tidak menampilkan banyak wilayah Indonesia yang sudah sadar dan berubah untuk mempunyai standar dalam membangun rumah yang berstandar. Tetapi kebanyakan pemukiman masih kumuh, masih tidak berstandar. 

Ke depan kita mesti berubah menuju perumahan berstandar. Hanya pemerintah dalam hal ini dinas tata kota, dinas PUPR, camat, lurah, kepala desa hingga RW dab RT jangan cuek. Kita perlu berbenah dari kesalahan masa lalu di mana kita tidak ada komitmen untuk membangun berstandar.

Seperti dinyatakan sebelumnya kita mesti proaktif untuk mengawasi semua rencana pembangunan perumahan untuk mematuhi persyaratan minimal yakni berstandar.

Pertama, rumah harus menghadap ke jalan. Tidak boleh membangun sembarangan tanpa jalan.

Kedua, rumah harus dekat dengan jaringan air bersih, listrik, gas dan telekom.

Ketiga, rumah harus bebas dari bahaya banjir, tanah longsor dan gangguan satwa liar.

Keempat, rumah tidak dibangun pada areal rawa konservasi, pinggir sungai dan sebagainya.

Kelima, rumah harus mempunyai izin mendirikan bangunan.

Gagal melakukan ini semua maka pejabat pada level yang lebih tinggi mesti melakukan tindakan tegas. Tindakan tegas ini penting dalam rangka menciptakan Indonesia yang bermartabat, Indonesia yang berkualitas serta  indonesia yang sehat dan sejahtera. Mulailah sekarang dan mulailah dengan berstandar.

Palembang, 9.1.2020

Alfakir, 

Supli Effendi Rahim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun