Kedua, masyarakat kita awalnya mempunyai makanan non-beras yang jauh kaya gizi dibanding beras, tetapi kita rusak imej dan perilaku mereka dengan memberi mereka beras yang terkadang kualitasnya sudah buruk dan kadar gizinya sangat rendah.
Ketiga, kita perlu mengedukasi kembali bahwa sukun, ubi kayu, gadung, sagu dan sebagainya merupakan pangan yang jauh lebih sehat dari beras impor yang ditumpuk dalam waktu yang lama dalam gudang Bulog.Â
Keempat, busuknya beras puluhan ribu ton itu merupakan jawaban terhadap banyak pertanyaan antara lain apakah kita harus selalu impor beras? Apakah kualitas beras impor baik-baik saja? Apakah sudah baik pengelolaan impor beras oleh instansi yang berwenang untuk itu?Â
Sungguh membusuknya beras dalam jumlah puluhan ribu ton di gudang Bulog itu merupakan tamparan keras untuk kementerian perdagangan, kementerian pertanian dan tentu saja kepala negara. Tamparan seperti ini semoga tidak terjadi lagi.Â
Bahwa selama ini telah terjadi tamparan kepada petani akibat impor berupa anjloknya harga beras di tingkat petani sudah cukup meluluhlantakkan kesejahteraan mereka.Â
Lupakah kita jumlah petani padi dan keluarganya ada sekitar 20an juta jiwa di seluruh tanah air. Jadikan kejadian membusuknya beras puluhan ribu ton itu sebagai teguran agar dalam mengelola negara tidak perlu pakai hati yang membusuk. Pakailah hati yang baik, supaya negara kita akan menjadi baik-baik saja.
Wallahu alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H