Kaya tetapi sengsara
Negeri yang luas dan kaya tidak secara otomatis membuat penduduknya kaya raya. Musi Banyuasin yang terkenal negeri kaya raya di Indonesia ternyata mempunyai penduduk miskin nomor Wahid di Sumsel. Demikian juga kabupaten-kabupaten/kota lain di dalam negeri kaya itu.Â
Apa bukti kemiskinan tengah melanda negeriku? Bila kita berjalan ke bagian tengah banyak tempat pelacuran bergelimpangan secara bebas. Entah mengapa dilegalkan. Dibalut dengan tempat urut tradisional, graha sehat. Sebagian besar walau tidak seluruhnya itu adalah indikasi miskin iman dan miskin harta. Sebab tidak mungkin ada bisnis itu jika penduduknya kaya.
Jika kita berjalan ke wilayah pinggiran kota dan pedesaan maka masih kita jumpai rumah reot dan tak layak huni. Itu juga adalah indikasi kemiskinan sedang melanda negeriku.
Sepanjang musim kemarau terjadi bencana asap di mana-mana. Penduduk tak berdaya untuk keluar dari bencana yang menyengsarakan orang miskin itu. Kalaupun ada kebakaran di lahan penduduk, tetapi itu terbanyak terjadi untuk pembakaran wilayah gambut di pantai timur. Konon lahan gambut dibakar oleh orang miskin atas perintah orang kaya. Semoga ini tidak benar.
Jika benar maka hal itu tidak pantas. Orang kaya itu khabarnya adalah pemilik modal dari negara lain. Jika itu benar maka kasihan banget negeriku.Â
Suatu hal yang tak habis pikir atau susah dimengerti adalah pembagian hasil penambangan hanya sedikit ke daerah. Minyak dan gas sejak lama 85 pusat dan 15 daerah. Mestinya bagilah 50 50. Pusat setengah daerah setengah. Belajarlah dari orang kampung yang menggarap lahan hasilnya 50 50.
Demikian juga BUMN janganlah semua dibawa ke dalam perusahaan semua. Berikanlah ke daerah 50 50. Karena kondisi kaya tapi sengsara itu menyakitkan. Pergilah kalian ke MUBA jalan-jalan produksi masih kurang. Akses penduduk ke ibukota kabupaten sangat minim.
Kalian pergilah ke OKI, Muara Enim, akses jalan ke wilayah pedalaman jauh dari memadai. Pergilah kalian ke Musi Rawas, PALI jalan-jalan produksi ke lahan petani sungguh masih memilukan. Para petani memang tidak mengeluh tetapi kita mesti berempati dan bersimpati kepada mereka. Toh kita punya Pancasila dan UUD 1945.Â
Sadarilah bahwa keadilan itu adalah proses dan kemakmuran itu adalah buah dari dari proses. Jika proses tidak adil jangan harap ada kemakmuran yang merata. Semoga ke depan lebih baikÂ
Wallahualam