Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Diary

Memahami Perlunya Skenario Pengelolaan Lahan untuk Pengelolaan Air Hujan

1 Desember 2022   07:52 Diperbarui: 1 Desember 2022   16:57 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Dari kecil kita diberitahu bahwa air hujan adalah rahmat dari Allah. Tetapi dalam dunia  nyata kita selalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa air hujan sering menjadi laknat. Kita perlu membuat suatu skenario pengelolaan lahan yang trpat agar pengelolaan air hujan tepat dan tidak menyumbang sebagai sumber laknat. Berangsur berubah menjadi sumber nikmat dan rahmat.

Lakukan survey 

Survei perlu dilakukan untuk memahami ukuran lahan kita, kondisi iklim lahan kita atau lahan perusahaan yang jadi pelanggan kita.  Lakukan survei dengan skala peta yang besar, sedang hingga kecil. Skala peta akan mempengaruhi tingkat detil sutvei yang kita lakukan. Makin detil makin bagus dan tentu saja biaya yang dapat dimintakan kepada pihak sponsor juga akan semakin tinggi. Hasil survei tanah ini adalah laporan tentang "Evaluasi kelas kemampuan lahan dan kesesuaian lahan". Kemampuan lahan terdiri dari delapan kelas kemampuan lahan (lihat Rahim, 2013 - Pengendalian erosi tanah, tersedia di toko buku Gramedia atau juga ada dijual secara online). Kesesuaian lahan juga dijelaskan di dalam buku tersebut. Kelas kesesuaian lahan tergantung dengan penggunaan atau penanaman apa yang dipilih untuk setiap satuan peta tanah (SPT).

tokopedia
tokopedia

Lakukan skenario pengelolaan lahan

Kepada mahasiswa Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang penulis memberikan motivasi tentang pentingnya membuat skenarion pengelolaan lahan berdasarkan satuan peta tanah yang diperoleh berdasarkan dari hasil survei tanah. Jika lahan awal seluruhnya berjumlah 300 ha dengan vegetasi hutan maka debit runoff (Q) yang terjadi pada lahan tersebut pada saat hujan lebat (intensitas maksimum sekitar 100 mm/jam) = 3 m3/detik. Debit runoff seperti ini aman alias tidak merusak karena runoff tersebut mengalir merata ke seluruh areal hutan.

Tetapi jika lahan tersebut direncanakan akan ditanami jagung sesuai dengan satuan peta tanah (SPT) misalnya SPT luasnya 25 ha, ditanami jagung berbaris buruk tanpa adanya perlakuan terasering atau teras bangku maka debit runoff yang dapat terjadi dari areal tersebut adalah sebesar 25 x 0,1 x 0,65 = 1,625 m3/detik. Jumlah ini sangat besar dan berbahaya karena lahan dalam keadaan gundul alias tanpa kekasaran baik oleh tanaman maupun serasah. Maka jika seluruh areal lahan ditanami jagung maka debit air limpasan  (Q) adalah 300 x 0,1 x 0,65 = 19,5 m3 per detik. Jumlah ini sangat besar apalagi hujan yang jatuh berlangsung lama dan dapat lebih lebat lagi dari intensitas hujan 100 mm/jam (misalnya 150 mm/jam). Dari tabel berikut kita bisa melihat bahwa koefisien runoff itu sangat tergantung dengan tipe penutup tanah dan tekstur tanah.

dokpri; Rahim (2013) - Pengendalian erosi tanah
dokpri; Rahim (2013) - Pengendalian erosi tanah

Masihkah hujan itu rahmat?

Jika hujan yang jatuh dengan intensitas hujan yang lebat dan berlangsung lama dan jatuh pada lahan yang baru saja ditanami alias gundul dengan kemiringan agak curam dan tekstur tanah liat berat maka akan terjadi banjir yang berbahaya untuk siapa saja dan apa saja di bagian hilir lahan tersebut.  Kita bisa saksikan banjir yang membawa sedimen dengan ditandai warna air pekat merupakan laknat bukan lagi rahmat. 

Untuk itulah penulis mengingatkan para mahasiswa bahwa harus berfikir global dan bertindak lokal tentang bagaimana mengelola hujan yang jatuh pada lahan yang akan dijadikan areal usaha, areal pertanaman supaya tidak membahayakan semaua pihak. Panen hujan dengan berbagai pendekatan mesti direncanakan. Pembuat embung di banyak tempat adalah suatu keniscayaan supaya jumlah air yang mengalir ke lahan bawah bisa dikurangi. Membuat perlakuan berupa pengelolaan lahan yakni pembuatan terasering, teras bangku adalah pilihan yang mesti dilakukan supaya air hujan yang jatuh bisa dipanen sehingga jumlah runoff yang mengalir ke lahan bawah bisa dikurangi. Penulis menyarankan agar kedalaman embung jangan kurang dari 6 meter supaya embung tersebut tidak kekerinagn sepanjang tahun tetapi juga memberi ruangh kosong untuk menampung air hujan.

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun