Ingat Memelihara Padi di Sawah
Bismillah,
Tidak ada warga Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan yang tak punya pengalaman bekerja di sawah. Walau mereka kini di rantau dan tidak lagi mengusahakan padi sawah maka kebanyakan mereka mesti pernah bekerja di sawah. Kecuali jika sejak kecil mereka meninggalkan Lubuk Langkap itu kasus lain.
Sawah Ayah Penulis
Ayah penulis punya sawah tak begitu jauh dari dusun Lubuk Langkap sebut saja di ataran (baca: hamparan) Sekunyit. Sawah ayah adalah hadiah kakek penulis kepada ayah dan ibu penulis. Tentu saja pada  awalnya belum jadi sawah karena itu mesti dilakar terlebih dahulu.
Pada akhir tahun 1970an ayah mulai melakar lahan bakal sawah pemberian kakek penulis itu sedikit demi sedikit. Dalam perjalanan penulis menyaksikan ada orang yang diberi upah oleh ayah untuk membangun sawah sedikit demi sedikit. Cara kerjanya adalah yang diberi upah membangun pematang sawah meter demi meter. Penulis lupa berapa upahnya per meter. Lama kelamaan sawah penulis selesai dengan luasan 2 hektar lebih.
Menyiapkan lahan
Menyiapkan sawah untuk padi dimulai dengan menanam benih yang disebut dengan "nguni". Pada saat yang bersamaan ayah memastikan pematang sawah diberi air satu demi saru dengan jalan menutup saluran air yang terbuat daei bambu.
Setelah lama digenangi air lahan sawah setiap.petakan rumputnya mulai menguning dan mati. Tanahnya mulai berlumpur. Selanjutnya ayah akan melumpurkan petakan sawah itu dengan diinjak dengan kaki kawalan kerbau yang disebut dengan "melunyah". Setelah terbentuk lumpur digenangi air dan ditanami bibit padi yang sudah berumur 40 hari.
Memelihara Padi
Padi selanjutnya membesar dengan waktu. Maka tugas kami selanjutnya menyiang rumput, menjaga padi daei serangan hama seperti bepalang, wereng, siput, burung, kera, burung, tikus dan babi.
Tidak mudah untuk memperoleh panen yang bagus tanpa ada upaya untuk memelihara padi dari serangan hama dan penyakit. Beruntung jika padi ditanam secara bersamaan dan tidak kekeringan atau kebanjiran. Kondisi normal akan menghasilkan padi yang subur dan menghasilkan gabah yang bagus dan melimpah.
Tapi pada saat tahun kurang beruntung kami menemui padi tak bernas, karena kekurangan air. Padi tumbuh tak subur, terserang penyakit dan kekeringan. Akibatnya gabah banyak tak berisi alias hampa.
Terima kasih ya Allah, terima kasih Allah telah memberikan banyak pelajaran dalam hidup dan kehidupan keluarga ayah penulis, keluarga penulis dan keturunan penulis. Ternyata hidup itu adalah perjuangan sepanjang masa. Ya Allah masukkan pembaca dan penulis ke dalam surgaMu.
Aamin yra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H