Bismillah,
Tahun 1970an keluarga penulis terpisah di tiga tempat. Ada yang di rumah kampung Lubuk Langkqp, ada yang di sawah Ataran ,(hamparan) sekunyit dan ada pula yang berada di kebun kopi Datar Kepahyang.
Permintaan kakek
Karena tubuh masih sehat kakek penulis Merinsan meminta kepada ayah, yang juga mantu kakek untuk dibuatkan kebun di datar Kepahyang, 7 km sebelah utara dusun Lubuk Langkap.
Bagi kakek menebang pohon  sudah tidak kuat lagi mengingat umurnya sudah 60 lebih kala itu. Pada hal ayah penulis baru saja membuat sawah untuk kakak iparnya di dataran palak Aghahan dan membuat sawah di Dataran Sekunyit.
Namun demikian permintaan kakek itu tidak ditampik oleh ayah. Dengan senang hati dia pergi bersama kakek dan nenek.Â
Mula pertama dia buatkan dulu pondok di bagian hilir lahan untuk kebun dengan alasan bahwa di tempat itu agak berdekatan dengan pondok abang ipar ayah yakni waknda Lemasim, kemudian pak Usir dan pak Baid.
Adik dan keponakan ayah ikut
Tak lama ayah membuat kebun beliau mengajak adik-adik beliau antara lain Jalim Hamzah, Khodijah Hamzah dan Asdin Ganal.
Beberapa tahun berikutnya pondok kehun Ayah dibuat berdekatan dengan adik-adik ayah dan keponakan ayah.
Kebun pmd Jalim berada di bagian utara, sementara kebun bibinda Khodijah dan Asdin di bagian barat kebun pamanda Jalim.
Di antara mereka berempat itu masih tersisa pamanda Jalim dan Asdin Ganal yang masih hidup. Asdin Ganal kini tinggal di Bengkulu. Awalnya waktu bujangan pamanda Jalim ikut keluarga ayah penulis. Setelah pamanda Jalim menikah, Asdin ikut keluarga pamanda Jalim.
Nasib mereka lebih baik
Bagi ayah, pamanda Jalim, binda Khodijah dan Asdin Ganal kehidupan mereka lebih baik karena kopi di Datar Kepahyang buahnya lebat dan harganya cukup bagus.
Anak-anak pamanda Jalim, bibinda Khodijah dan Asdin Ganal ketika dewasa menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan lebih bahagia. Anak-anak pamanda Jalim pindah ke kota-kota seperti Manna, Bengkulu dan Bogor.Â
Anak Khodijah di Bengkulu. Anak Asdin berada di Jakarta dan Seluma Bengkulu.
Radio sebagai pedoman
Semua keluarga yang berkebun di datar kepahyang, keluarga ayah yang di sawah atau jika swdang di kampung punya pedoman yang sama yakni radio. Radio setiap saat akan memberitahu waktu setiap jam sekali.Â
Demikian juga untuk azan solat 5 waktu mesti ada azan. Biasanya ketika berbuka puasa dibuat 10 menit lebih belakangan dari waktu RRI Palembang.
Bertahun-tahun keluarga ayah menggunakan radio sebagai pedoman untuk ibadah dan untuk aktivitas di sawah atau di kebun. Waktu itu tidak ada HP, tidak ada facebook, tidak ada SMS, youtube dan instagram.
Jika terpaksa keluarga yang ada di luar kota mengirim surat atau mengirim pos wesel untuk biaya sekolah dari bulan ke bulan.
Indahnya ingat masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI