Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pedomani Radio untuk Buka Puasa dan Solat

27 Juli 2022   15:29 Diperbarui: 27 Juli 2022   15:58 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokopedia.com/Liliksulistyowati


Bismillah,

Tahun 1970an keluarga penulis terpisah di tiga tempat. Ada yang di rumah kampung Lubuk Langkqp, ada yang di sawah Ataran ,(hamparan) sekunyit dan ada pula yang berada di kebun kopi Datar Kepahyang.

Permintaan kakek

Karena tubuh masih sehat kakek penulis Merinsan meminta kepada ayah, yang juga mantu kakek untuk dibuatkan kebun di datar Kepahyang, 7 km sebelah utara dusun Lubuk Langkap.

Bagi kakek menebang pohon  sudah tidak kuat lagi mengingat umurnya sudah 60 lebih kala itu. Pada hal ayah penulis baru saja membuat sawah untuk kakak iparnya di dataran palak Aghahan dan membuat sawah di Dataran Sekunyit.

Namun demikian permintaan kakek itu tidak ditampik oleh ayah. Dengan senang hati dia pergi bersama kakek dan nenek. 

Mula pertama dia buatkan dulu pondok di bagian hilir lahan untuk kebun dengan alasan bahwa di tempat itu agak berdekatan dengan pondok abang ipar ayah yakni waknda Lemasim, kemudian pak Usir dan pak Baid.

Adik dan keponakan ayah ikut

Tak lama ayah membuat kebun beliau mengajak adik-adik beliau antara lain Jalim Hamzah, Khodijah Hamzah dan Asdin Ganal.

Beberapa tahun berikutnya pondok kehun Ayah dibuat berdekatan dengan adik-adik ayah dan keponakan ayah.

Kebun pmd Jalim berada di bagian utara, sementara kebun bibinda Khodijah dan Asdin di bagian barat kebun pamanda Jalim.

Di antara mereka berempat itu masih tersisa pamanda Jalim dan Asdin Ganal yang masih hidup. Asdin Ganal kini tinggal di Bengkulu. Awalnya waktu bujangan pamanda Jalim ikut keluarga ayah penulis. Setelah pamanda Jalim menikah, Asdin ikut keluarga pamanda Jalim.

Nasib mereka lebih baik

Bagi ayah, pamanda Jalim, binda Khodijah dan Asdin Ganal kehidupan mereka lebih baik karena kopi di Datar Kepahyang buahnya lebat dan harganya cukup bagus.

Anak-anak pamanda Jalim, bibinda Khodijah dan Asdin Ganal ketika dewasa menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan lebih bahagia. Anak-anak pamanda Jalim pindah ke kota-kota seperti Manna, Bengkulu dan Bogor. 

Anak Khodijah di Bengkulu. Anak Asdin berada di Jakarta dan Seluma Bengkulu.

Radio sebagai pedoman

Semua keluarga yang berkebun di datar kepahyang, keluarga ayah yang di sawah atau jika swdang di kampung punya pedoman yang sama yakni radio. Radio setiap saat akan memberitahu waktu setiap jam sekali. 

Demikian juga untuk azan solat 5 waktu mesti ada azan. Biasanya ketika berbuka puasa dibuat 10 menit lebih belakangan dari waktu RRI Palembang.

Bertahun-tahun keluarga ayah menggunakan radio sebagai pedoman untuk ibadah dan untuk aktivitas di sawah atau di kebun. Waktu itu tidak ada HP, tidak ada facebook, tidak ada SMS, youtube dan instagram.

Jika terpaksa keluarga yang ada di luar kota mengirim surat atau mengirim pos wesel untuk biaya sekolah dari bulan ke bulan.

Indahnya ingat masa lalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun