Bismillah,
Pramono Cahyono merasa beruntung karena mengamati masjid masjid sepanjang 5000 km dari jalur timur Sumatera dan pantura Jawa sampai Yogyakarta. Beliau kembali ke Medan melalui jalur barat pulau Jawa dan jalur barat pukau Sumatera. Betapa beliau kagum dengan banyaknya masjid yang besar, cantik dengan saldo keuangan yang juga besar, bahkan sampai ratusan juta rupiah. Demikian juga jemaahnya banyak. Tidak sedikit juga Pramono menemukan masjid yang suram, kotor dan tak terurus. Jemaahnya juga sedikit.
Melihat laporan keuangan
Terlepas rasa bangga, Pramono tidak melihat laporan penggunaan keuangan untuk kesejahteraan para dai, para imam selain untuk bayar listrik dan PDAM yang memang tarifnya rendah.Â
Dari laporan keuangan pada banyak masjid, Pramono tidak menemukan honor marbot yang memadai, imam dan khotib diberi UMR, tak ada laporan penggunaan keuangan masjid untuk anak yatim piatu, tak ada laporan keuangan untuk membantu masjid tetangga yang kurang beruntung. Pramono juga tidak menemulan penggunaan uang masjid untuk bencana alam dan biaya makan mereka yang menjadi tamu Allah dan sedang safar. Pramono tidak melihat laporan keuangan masjid untuk membantu modal bagi masyarakat sekitar. Tak jelas apa penyebab ini semua. Apakah karena pengurus masjid sangat kikir.
Bangga
Pramono merasa heran kepada pengutus banyak masjid sepanjang jalan Sumatera dan Jawa itu sangat bangga dengan saldo keuangan masjid yang banyak karena jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Mengapa mereka tak menyadari bahwa dana infaq dari umat itu maunya segera disalurkan bukan hanya ditumpuk.Â
Mengapa mereka tidak menyadari, masih menurut Pramono, bahwa mereka sedang jadi Qorun yang menumpuk dana infaq umat. Mestinya segera disalurkan bukan malah ditimbun.Â
Lagi-lagi Pramono heran kenapa pengutus bangga dengan saldo yang banyak bukan aksi yang banyak.
Khawatir
Pramono menelusuri mengapa mereka menumpuk dana infaq umat. Salah satunya karena mereka khawatir kekurangan dana jika semua dipakai untuk banyak kegiatan. Mereka lupa bahwa mereka sedang mengurus rumah Allah bukan rumah biasa. Mereka sedang mengurus baitullah.
Bukankah yang menjadi penguasa di langit adalah Allah bukan saldo keuangan mereka yang banyak itu.Â
Impian
Pramono berharap agar ke depan jangan lagi menumpuk uang di kas masjid. Penjaga masjid, petugas kebersihan, imam, khotib dan para dai diberi insentif yang layak. Minimal sama dengan Upah Minimum Regional.Â
Pramono mengimpikan agar orang fakir miskin dan para dhuafa dibantu dari dana masjid tak hanya ditumpuk. Pramono.mengharapkan agar dana masjid digunakan untuk membantu korban bencana alam, membantu para  tamu Allah yang sedang safar.Â
Pramono mengingatkan bahwa masjid itu adalah rumah Allah, jangan khawatir. Allah akan jaga. Uang infaq itu adalah diharapkan jadi mesin penetak pahala jari segerakan. Yang menjadi Allah itu adalah Allah bukan kita yang mengurusi masjid. Sadarlah untuk mengurus masjid sebaik mungkin.
Pramono Cahyono adalah Relawan Komunitae Pecinta Masjid Bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H