Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rumah Ibadah di Lubuk Langkap Cukup Representatif

17 April 2022   17:36 Diperbarui: 17 April 2022   17:37 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masjid kecil sederhana inilah tempat pengembelengan Aqidah yang dilakukan generasi awal terhadap generasi penerus terutama di dalam sholat berjamaah dan belajar membaca Al-Quran.

Masjid kecil itu tidak dapat menampung jumlah generasi muda yang ingin belajar baca Al-quran,  karena yang berminat cukup untuk memahami kitab sucinya itu cukup tinggi.

Solusi yang ditempuh masyarakat tidak lain harus membangun beberapa tempat lagi dan berdirilah pondok sederhana tempat belajar di bahagian tengah dan hilir kampung.

Dengan adanya beberapa buah tempat itu, tidak hanya dapat menampung lebih banyak generasi penerus untuk belajar tetapi secara tidak langsung terjadi kompetisi dari kelompok- kelompok  peserta belajar membaca Al-Qur'an.

Kompetisi yang terjadi tentu bernuansa positif dan damai, ini ditandai dengan adanya belajar bersama dari perwakilan kelompok ketempat kelompok lainnya yang dikemas dalam bentuk tadarusan pada malam tertentu setiap minggunya.

Waktu terus berjalan, masapun bergant pada tahun 75 ketika kepengurusan masjid di pegang pamanda Unsi, pamanda Siamit, kakanda Maasak dan kakanda Wahinuddin beserta seluruh masyarakat yang beragama Islam dibangunlah sebuah masjid yang cukup luas dengan lokasi di tengah-tengah perkampungan penduduk yang pondasinya sudah lebih dahulu di bangun beberapa tahun sebelumnya.

Terbangunya sebuah rumah ibadah berupa masjid yang cukup luas ini menjadikan penduduknya lebih bersemangat untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta tidak hanya dalam hal sholat dan belajar membaca Al-Quran, melainkan bersemangat juga untuk menunaikan zakat atas harta yang mereka miliki.

Apalagi dipertengahan tahun 70an itu ada seorang mubaligh yang diutus dari sebuah Perserikatan yang penulis lupa bernama Sarimuddin khusus mengembeleng umat mengenai syari'at islam, menjadikan warga kampung ku bertambah semangat untuk mendalami agama Islam yang dianutnya.

Masjid atau oleh warga kampungku lebih akrab disebut surau itu hanya di pakai untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang terbatas jumlah jemaahnya seperti sholat fardhu, sholat jumat dan tarawih di bulan ramadhan dan peringatan hari-hari besar islam, sedangkan sholat Id mereka lebih memilih dilapangan terbuka.

Surau yang oleh masyarakat kampungku diberi nama Muhammadiyah itu semakin lama terus mempercantik diri meskipun terbilang lamban seiring juga dengan pergantian kepengurusan yang silih berganti sesuai dengan tuntutan zaman.

Kondisi surau yang sangat memperihatinkan itu sangat lama, maklum saja sumber dana pembangunannya hanya mengandalkan kekuatan umat yang rerata bertani secara konvensional dan rendahnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun