Mohon tunggu...
Gani Islahudin
Gani Islahudin Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Baca aja dulu, opini belakangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membaca, Mendengarkan Lagu dan Kadang-kadang Menulis

21 Desember 2023   18:46 Diperbarui: 21 Desember 2023   19:08 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seperti kawan seumurannya yang sudah bisa dikatakan sukses oleh masyarakat sekitar. Ia masih saja berkutat dengan tumpukan-tumpukan buku juga lagu-lagu aneh yang setiap hari memenuhi isi kamarnya.

Buku-buku usang, kertasnya mulai menguning adalah teman yang paling setia mengguruinya. Menjelajahi beberapa pemikir besar adalah kegemarannya, selain itu ia juga gemar berpetualang sendiri dengan kemurungan, sesekali dengan wajah ceria, tetapi ia mudah sekali berubah moodnya. Ia aneh, kadang menangis, kadang-kadang terbahak-bahak.

Lalu, setelah itu lagu Radiohead akan ia nyalakan, muram, murung dan melankolis. Suara Thom Yorke kerapkali ia tiru, tetapi ya hanya untuk dirinya sendiri. Untuk dirinya sendiri. Hidupnya untuk dirinya sendiri, membaca, mendengarkan lagu, kadang-kadang juga ia menulis semacam kisah muram yang tak ada ujungnya. Semacam memoar tentang dirinya yang tak pernah beranjak dari kehidupan monotonnya.

And it wears me out
It wears me out
It wears me out
It wears me out
And if I could be who you wanted
If I could be who you wanted
All the time
All the time

Sejak remaja, persisnya usia 15 tahun ia suka dengan perenungan kata-kata, menyusun kalimat, menulis puisi, prosa dan sejenisnya. Mulailah hidupnya penuh akan kesendirian, menyepi dari dunia luar, hiruk pikuk yang menghantam manusia, kesibukan yang menjerumuskan orang-orang, ia menjauh dari dunia seperti itu. Ia membangun dunianya sendiri, ia menulis ulang kisah hidupnya sendiri. Bisa dikatakan hidupnya hanya untuk membaca dan mendengarkan lagu.

Maka tak heran, beberapa jam saja ia sudah berada di Amerika Latin, di Colombia negaranya Pablo Escobar, mafia kokain terbesar sepanjang sejarah, tapi dia tidak untuk bertemu Don Pablo, ia hanya jalan-jalan, mengujungi kebun pisang, melihat para buruh pisang sebanyak 3000 orang di bantai oleh orang Amerika, wajahnya meringis, kecut melihat pembantaian itu.

Tak sampai di situ, ia mengelilingi desa Macondo tempat melihat pembantaian itu. Ia disambut baik oleh tokoh-tokoh di sana; Jose Arcadio Buendia dan istrinya Ursula Iguaran, mereka bercerita padanya tentang desa itu, desa yang penuh dengan misteri, desa yang penuh dengan hal-hal gaib, desa yang masih terbelakang semua menyatu antara realitas kehidupan dan mistis yang menyelubunginya.

Ia sedikit lebih lama di Amerika Latin, kali ini ia sudah sampai di Argentina. Entah apa yang dicari di negaranya Lionel Messi ini. Tidak. Tidak. Di Argentina ia hanya ingin bertemu dengan Aberto Miguel, orang ini lebih penting dari Lionel Messi pikirnya. Pemuda dari sebuah toko buku di Buenos Aires. Alberto Miguel adalah "mata dan tangannya" sang penulis buta dari Argentina. Cerita-cerita dari Miguel membuat ia tersadar, hanya perkara waktu yang akan membuat ia bisa menerbitkan buku.

Bagaimana tidak, si penulis buta dengan gagah berani, tekad yang kuat tidak kehilangan akal dalam menulis karya besar. Kebutaan tidak membuatnya tamat menjadi seorang penulis tetapi membuat ia semakin berani. Ya, Jose Luis Borges kehilangan penglihatannya secara total akibat terlalu banyak membaca tetapi riwayatnya menjadi seorang penulis masih mengudara.

Bisa dikatakan, ia adalah petualang sejati. Sejenak di Amerika Latin, tiba-tiba saja sudah mendarat di Jepang hanya untuk bertemu dengan Toru Watanabe. Lewat tuturan Watanabe ia ingin tahu kabar dari Naoko, apakah masih depresi setelah ditinggal mati Kizuki. Namun lagi-lagi sangat sulit membuka semua isi kepala dari Watanabe, karena  pribadi yang tertutup,  sangat memuakan, hanya segelintir orang saja tempatnya terbuka. Penyuka music jazz dan sastra berat ini memang tak bisa di ajak ngobrol.

Memang sejak kematian Kizuki, Naoko menjadi depresi, hidupnya hampa dan merasa tak punya apa-apa. Beruntung Naoko bertemu dengan Reiko-san, wanita kuat dan pandai bermain music ini adalah sahabat, sekaligus mentor dari Naoko. Langit yang hitam itu perlahan pergi dari hidup Naoko. Dan kebetuan Shinjuku waktu itu diselimuti salju yang amat tebal.

Setelah perjalanannya ke Jepang secara tiba-tiba. Ia mulai lebih mengurung diri, saya kira setelah pertemuannya dengan Toru Watanabe hidupnya seperti di pengaruhi olehnya. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Ibarat pejalan kaki, ia sudah melanglang buana ke berbagai Negara, bertemu dengan orang-orang aneh dan tokoh-tokoh besar dunia tetapi tak ada satupun yang membuat hidupnya menjadi muram seperti Watanabe. Ia sudah pergi ke Kuba melihat kakek tua memancing ikan Marlin besar, bukan hanya itu saja ia juga bertemu dengan Che Guevara dan Fidel Castro dua tokoh besar yang melengserkan pemimpin dictator Batista.

Sedikit beranjak dari Cuba, ia pernah ke Valparaiso kota dengan seribu gravity, kota yang memberikan inspirasi bagi penyair Pablo Neruda dalam menulis puisi-puisinya. Ia pengagum berat Roberto Bolano, entah apa yang membuatnya mengagumi sosok sastrawan nakal ini sehingga jauh-jauh datang ke Chile untuk bertemu dengan Bolano.

Perjalannya tak hanya sampai di situ. Di Eropa sudah beberapa tempat ia kunjungi termasuk pondok di atas bukit milik filsuf kenamaan asal Jerman Martin Heiddeger. Juga pernah bertemu Jean Paul Sartre dan Simon di Kafe de Flore paris. Ia kerapkali mengunyah-nguyah filsafat eksistensialisme tetapi bertemu dengan pengarangnya jauh lebih seru dari pada membenamkan diri dalam kata-kata ucapnya suatu ketika.

Sedikit lebih jauh, di Eropa timur ia bertemu dengan gurunya Leo Tolstoy, Maxim Gorky, dan Fyodor di masa Tsar. Cerita tentang mereka selalu membuatnya bergairah, tetapi sejak pertemuannya dengan Toru Watanbe, hidupnya mulai murung, datar dan biasa-biasa saja. Ia ingin hidup lebih panjang hanya untuk membaca, mendengarkan lagu, sesekali menulis tentang apa saja yang ia sukai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun