Sudah kalah, suporter rusuh, dan ancaman hukuman FIFA pun menunggu di depan mata.
Atas kejadian rusuh suporter, pertanyaannya, benarkah ini kejadian murni yang mengalir begitu saja karena rasa sentimentil dan emosional yang membara dari para suporter karena melihat Timnas tampil tak seperti harapan hingga kalah?
Atau sejatinya ada aktor intelektual di balik rusuh suporter ini? Sebagai bentuk balasan kekecewaan kepada PSSI yang selama ini sebagai organisasi sepak bola nasional yang hanya gemar mencari untung sendiri?
Bila dikaitkan dengan budaya rusuh suporter Indonesia dalam kompetisi Liga 1, 2, dan 3, rasanya, rusuh suporter di SUGBK adalah bagian dari lanjutan budaya suporter yang selama ini menghalalkan kerusuhan.
Namun, bila menyadari bahwa hukuman FIFA tak main-main atas rusuh suporter dalam pertandingan resmi, maka ada kesan pula, bahwa rusuh ini seperti di skenario dan ada naskahnya.
Yang pasti kerusuhan yang dilakukan oleh sejumlah oknum suporter dalam laga timnas Indonesia kontra Malaysia pada Kamis malam (5/9/2019), bakal berbuntut panjang. Indonesia harus siap menerima hukuman dari FIFA.
Akibat kerusuhan pertandingan sempat terhenti karena kejadian memalukan yang diperbuat sejumlah oknum suporter timnas Indonesia.
Mereka masuk ke lapangan, mencoba menyerang tribun penonton yang diperuntukkan bagi suporter Malaysia. Bahkan, Â Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia sendiri, Syed Saddiq, menjadi saksi mata tingkah agresif oknum suporter timnas Indonesia itu.
"Saya bersama pendukung Harimau Malaya menonton pertandingan kualifikasi Piala Dunia di Stadion Gelora Bung Karno," ujar Syed Saddiq.
"Benda dari besi, botol, hingga suar dilemparkan pada kami beberapa kali,"Â kata Syed Saddiq menambahkan.
Buntutnya ratusan suporter Malaysia bahkan terkurung di dalam stadion usai pertandingan karena situasi yang tidak aman.