Kenaikan iuran BPJS 100 persen jelas sangat memberatkan masyarakat. Selama ini, bila telat membayar iuran BPJS sebulan saja, akan berdampak efek domino bila seseorang pemegang kartu BPJS akhirnya sakit dan harus di rawat di rumah sakit dan akan terkena akumulasi denda.Â
Dengan naiknya iuran BPJS hingga 100 persen, otomatis, setiap Kepala Keluarga di seluruh Indonesia harus menyiapkan dana kesehatan yang cukup besar.Â
Ambil contoh untuk golongan III yang tadinya iuran sebesar Rp25 ribu, naik menjadi Rp42 ribu.
Golongan III selama ini jelas didominasi oleh golongan rakyat kalangan ekonomi lemah. Selama ini, boro-boro untuk iuran BPJS, yang bisa jadi satu Kepala Keluarga terdiri dari beberapa anggota keluarga, untuk makan saja sulit.
Lebih lengkapnya coba kita tengok besaran kenaikan iuran BPJS tersebut sesuai usulan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dengan rincian sebagai berikut:
Iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp42.000 dari sebelumnya Rp23.000.
Iuran Peserta Penerima Upah (PPU) badan usaha sebesar lima persen dengan batas atas upah sebesar Rp12 juta atau naik dari yang sebelumnya Rp8 juta.
Sedangkan PPU pemerintah sebesar lima persen dari take home pay (TKP) dari yang sebelumnya lima persen dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga.
Iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU):
-Kelas 1 naik menjadi Rp160 ribu dari sebelumnya Rp80 ribu
-Kelas 2 naik menjadi Rp110 ribu dari sebelumnya Rp51 ribu
-Kelas 3 naik menjadi Rp42 ribu dari sebelumnya Rp25 ribu.
Bagaimana Pak Presiden? Benarkah Bapak akan meneken usulan kenaikan iuran BPJS 100 persen yang akan memberatkan rakyat? Sementara Bapak juga malah sedang konsentrasi pindah ibu kota.
Rakyat menjerit atas usulan kenaikan iuran BPJS 100 persen. Mengapa justru Puan sangat yakin dan mendahului keputusan Bapak Presiden?