"MRT, LRT, belum tuntas. Itu kan negara termasuk BUMN (yang membiayai). Makanya tak terlalu urgen pemindahan Ibukota tersebut. Itu bukan kepentingan rakyat, tapi hanya kepentingan elite politik dan para pengusaha," tegasnya.
Selain itu, pemindahan Ibukota yang hanya akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 93 trilun, dan sisanya digarap pengembang atau pihak swasta, maka menjadi pertanyaan besar bagi rakyat.
"Kita dapat bocoran yang akan garap Agung Podomoro Group. Arahnya yang akan garap pengusaha yang dekat dengan pemerintah. Ini yang membuat rakyat curiga," tambah Ujang.
Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon yakin keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur ada kemungkinan gagal. Alasannya, ia menilai kajian atas keputusan tersebut amatiran.
"Bisa (berubah) dong. Bisa saja tetap di Jakarta kok. Apalagi tiba-tiba nanti tahun depan urusannya udah lain, mati listrik lagi misalnya. Kemudian apa, orang juga lupa ya kan. Nanti lihat saja lah apa yang saya omongin hari ini," kata Fadli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
"Inilah karena memang dijalankan secara amatiran. Dengar dulu dong pendapat-pendapat masyarakat, para ahli, akademisi, perguruan tinggi. Bukan hanya niat mungkin karena dapat wangsit dari mana gitu," ujarnya.
"Saya kira kita memerlukan sebuah kajian, langkah-langkah di dalam rencana atau wacana pemindahan ibu kota itu. Ini bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan juga saya kira undang-undang tentang pemindahan ibu kota itu, karena ini persoalan yang sangat besar," imbuh Fadli.
Politikus Gerindra itu menganggap Jokowi terlalu tergesa-gesa dalam menetapkan keputusan pemindahan ibu kota. Menurut Fadli, Jokowi terkesan hanya ingin meninggalkan bukti kerja di masa kepemimpinannya.
"Apalagi kelihatan bahwa presiden ini tergesa-gesa. Saya baca statement-nya diharapkan tahun 2023-2024 (selesai). Mungkin berharap ini menjadi legacy di masa pemerintahannya. Jadi ada yang ditinggalkan, ada yang dikenang gitu," tuturnya.
Namun yang pasti, apapun latar belakang Jokowi, dan apapun pro dan kontra yang timbul dari akibat rencana pindah ibu kota, bila pada pada akhirnya DPR tidak menyetujui dan ibu kota tetap pindah, maka ibu kota bisa jadi bukan milik Indonesia, namun menjadi milik konglomerat atau mungkin pihak asing yang turut membiayai.
Bila tidak mau ada masalah di kemudian hari, jalur ketatanegaraan memang harus diluruskan dalam rencana pindah ibu kota ini, dan bila DPR setuju, maka agar ibu kota baru tetap milik Indonesia, maka anggaranya dari APBN, tidak ada yang bermain kepentingan dalam hal ini.