Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemasangan Lagu di Lamer Depok, Mengedukasi Pengendara atau "Promosi"?

16 Juli 2019   14:29 Diperbarui: 16 Juli 2019   14:48 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapapun yang berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif, rasanya memang harus didukung. Sebab persoalan kreativitas dan inovasi umumnya di Indonesia ini masih dapat dibilang menjadi barang mahal.

Yang murah adalah, banyaknya pihak yang hanya memanfaatkan hasil karya cipta kretif dan inovatif seseorang, lalu menggunakannnya untuk kepentingan pribadi dan golongan, bahkan ada yang mencoba mengaku-ngaku karya kreativitas dan inivatif seseorang sebagai karya mereka, karena karya yang diakuinya belum didaftarkan ke lembaga hak cipta dan akhirnya banyak orang/pihak yang memanfaatkan demi mencari keuntungan.

Jadi, bicara kreativitas dan inovasi, akan terus menjadi barang mahal di Indonesia. Pertanyaannya, apakah kasus yang sekarang sedang viral di media sosial dan terjadi di Kota Depok Jawa Barat, tentang adanya rencana lagu yang diputar di lampu merah, sebuah tindakan kreatif dan inovatif, atau sekadar inisiatif  dan mencari sensasi?

Atau ada kepentingan lain di balik hal ini, sebab lagu yang diputarpun sampai harus dinyanyikan oleh Wali Kota Depok. Bahkan, dari beberapa komentar warga, meski liriknya memang mengajak masyarakat tertib berlalu lintas, namun aransemen lagunya tergolong zadul (zaman dulu).

Sebab, atas rencana tersebut, beberapa pemerhati dan pengamat justru menyatakan bahwa hal tersebut adalah tindakan ngawur.

Tengok pendapat pemerhati Kebijakan Kota Depok, Yurgen Alifia Sutarno, kepada awak media (15/7/2019).  Yurgen mengatakan kebijakan tersebut ngawur. Menurutnya, kebijakan itu adalah bukti Wali Kota Depok kebingungan menghadapi macet akut di wilayah kekuasaannya--juga pada akhir pekan.

"Kalau mengurangi tingkat kejenuhan jalan, jelas enggak mungkin. Apa urusannya lagu dipasang di lampu merah? Enggak ilmiah mereka ini".

Memutar lagu di lampu merah menambah panjang daftar absurditas Pemkot Depok mengatasi masalah lalu lintas. Sebelum ini, mereka telah memasang pemisah antara jalur cepat dan lambat di Margonda Raya. Pemisah jalan ini malah membuat Margonda semakin macet.

"Motor ambil jalur cepat, angkot tak jarang juga masuk jalur cepat. Minim penegakan hukum, yang terpenting macet tidak berkurang," katanya.

Kemudian kebijakan satu arah di jalan Arif Rahman Hakim, jalan Nusantara, dan jalan Dewi Sartika. Memang, kata Yurgen, kemacetan agak berkurang di daerah tersebut. Namun menurutnya itu tak berkelanjutan. Apalagi menurutnya jumlah motor dan mobil di Depok sudah mencapai 1,2 juta unit.

"Dalam beberapa tahun ke depan, pasti macet lagi. Belum lagi protes warga karena omzet dagangan mereka berkurang akibat SSA," terangnya.

Selain Yurgen, tanggapan serupa juga disampaikan pengamat tata kota dan lingkungan Yayat Supriatna. Kebijakan ini tak lebih dari buang-buang anggaran--meski mungkin tak seberapa--karena banyak pengendara yang terbiasa memasang perangkat jemala saat berkendara. Belum lagi jalanan yang memang bising.

"Sebenarnya yang harus dibangun adalah budaya tertib lalu lintas itu. Agar pengendara tidak sembarangan di jalan," kata Yayat.

Ditarik lebih jauh, menurutnya, ini adalah bukti kegagalan Pemkot Depok dalam mengelola kota secara umum. Pembangunan Depok terlalu dipusatkan di Margonda--akses utama keluar masuk ke Jakarta-Bogor.

Terpisah, Kabid Bimkestib Dishub Kota Depok Agus Tamim mengatakan program tersebut justeru sudah punya nama: Joyful Traffic Management alias JoTRAM. 

Lagu yang akan disajikan adalah lagu tradisional termasuk dari Betawi, juga lagu ciptaan Wali Kota Depok, Mohammad Idris Abdul Shomad.

"Ini lagi diaransemen. Kami dapatkan informasi seperti itu. Kalau dangdut, nanti pada joget lagi," kata Agus kepada awak media. Senin (15/7/2019).

Selain mempersiapkan lagu, Pemkot Depok juga mempersiapkan pengeras suaranya. Rencananya, pengeras suara pertama dipasang di beberapa titik kemacetan yang cukup parah, seperti Margonda Raya dan Juanda.

"Untuk sementara itu di daerah Margonda, Juanda, seperti itu. Nanti ada CCTV, di Margonda sudah ada. Nanti akan dilengkapi dengan speaker untuk imbauan dan musik," tuturnya. 

Setelah itu pemkot akan memasang pengeras suara di seluruh titik lampu merah Kota Depok.

"Nanti juga kalau ada kendaraan melanggar, lewat dari garis pembatas jalan, kami imbau melalui speaker," tambahnya.

Semua ini bermuara pada satu tujuan: membuat pengendara yang sudah lelah bermacet-macetan dari tempat kerja terhibur. "Mudah-mudahan inisiatif seperti itu bisa mengurangkan stres orang menghadapi kemacetan."

Sementara, hari ini Selasa (16/72019) Wali Kota Depok M Idris Abdul Somad, saat dikonfirmasi media, tidak membantah, pun tidak membenarkan akan adanya lagu yang akan di putar di lampu merah (lamer) yang bahkan sudah di-posting di akun YouTube Dishub Depok. 

"Nanti ya (lagu) itu akan kita launching, kita tunggu aja ya," kata Idris kepada wartawan di Hotel Bumi Wiyata, Jalan Margonda Raya, Depok, Selasa (16/7/2019).

Idris juga tidak mau menjawab siapa yang menyanyikan lagu tersebut. Dia malah menyuruh wartawan bertanya kepada Kadishub Depok Dadang Wihana.

"Silakan tanya Dishub itu suara siapa gitu ya," jawab Idris sambil tertawa.

Sebelumnya, sempat beredar di media sosial Twitter lagu berisi pesan soal tertib lalu lintas berjudul 'Hati-Hati'. Lagu berdurasi 2 menit 20 detik itu dinyanyikan sendiri oleh Wali Kota Depok.

Berikut ini lirik lagu tersebut:

Hati-hati di jalanan, jangan ugal-ugalan
Bila Naik Kendaraan, jangan kebut-kebutan 

Jangan sampai orang bilang engkau pengganggu jalan
Seperti orang bingung tak tahu peraturan 

Reff :
Lampu Merah kita berhenti
Lampu Kuning hati-hati
Lampu Hijau jalan lagi 

Ambil jalur sebelah kiri.
Kalau nyeberang hati-hati
Tengok kanan, tengok kiri 

Rambu-rambu ditaati, agar tidak salah lagi
Lampu merah kita berhenti, Lampu kuning hati-hati, lampu hijau jalan lagi

Ambil jalur sebelah kiri, kalau nyeberang hati-hati, tengok kanan tengok kiri. Rambu-rambu ditaati. Agar tidak salah lagi.

Dari lirik dan nada lagunya, cukup sederhana.

Apakah memasang dan memutar lagu di lamer menjadi tindakan yang ngawur? Memang jauh dari kreatif dan inovatif, namun tindakan yang sekadar inisiatif ini bisa jadi akan menjadi contoh bagi Kota atau Kabupaten lain di seluruh Indonesia.

Atau sebaliknya,  akan menjadi bahan tertawaan rakyat, karena "lagu" juga kini dijadikan kendaraan politik, dan jauh dari  langkah prioritas dalam rangka mengatasi kemacetan dan lain sebagainya. 

Atau apakah Wali Kota Depok sedang sekadar promosi dan jualan lagu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun