Selain Yurgen, tanggapan serupa juga disampaikan pengamat tata kota dan lingkungan Yayat Supriatna. Kebijakan ini tak lebih dari buang-buang anggaran--meski mungkin tak seberapa--karena banyak pengendara yang terbiasa memasang perangkat jemala saat berkendara. Belum lagi jalanan yang memang bising.
"Sebenarnya yang harus dibangun adalah budaya tertib lalu lintas itu. Agar pengendara tidak sembarangan di jalan," kata Yayat.
Ditarik lebih jauh, menurutnya, ini adalah bukti kegagalan Pemkot Depok dalam mengelola kota secara umum. Pembangunan Depok terlalu dipusatkan di Margonda--akses utama keluar masuk ke Jakarta-Bogor.
Terpisah, Kabid Bimkestib Dishub Kota Depok Agus Tamim mengatakan program tersebut justeru sudah punya nama: Joyful Traffic Management alias JoTRAM.Â
Lagu yang akan disajikan adalah lagu tradisional termasuk dari Betawi, juga lagu ciptaan Wali Kota Depok, Mohammad Idris Abdul Shomad.
"Ini lagi diaransemen. Kami dapatkan informasi seperti itu. Kalau dangdut, nanti pada joget lagi," kata Agus kepada awak media. Senin (15/7/2019).
Selain mempersiapkan lagu, Pemkot Depok juga mempersiapkan pengeras suaranya. Rencananya, pengeras suara pertama dipasang di beberapa titik kemacetan yang cukup parah, seperti Margonda Raya dan Juanda.
"Untuk sementara itu di daerah Margonda, Juanda, seperti itu. Nanti ada CCTV, di Margonda sudah ada. Nanti akan dilengkapi dengan speaker untuk imbauan dan musik," tuturnya.Â
Setelah itu pemkot akan memasang pengeras suara di seluruh titik lampu merah Kota Depok.
"Nanti juga kalau ada kendaraan melanggar, lewat dari garis pembatas jalan, kami imbau melalui speaker," tambahnya.
Semua ini bermuara pada satu tujuan: membuat pengendara yang sudah lelah bermacet-macetan dari tempat kerja terhibur. "Mudah-mudahan inisiatif seperti itu bisa mengurangkan stres orang menghadapi kemacetan."