Sejak Ratu Tisha terpilih menjadi Wapres AFF pada Kongres Luar Biasa (KLB) AFF di Luang Prabang, Laos, Sabtu 22 Juni 2019, karena pos wapres AFF kosong setelah pengunduran diri Datuk Sri Zaw Zaw dari Myanmar, dan Dato Haji Hamidin Haji Mohd Amin dari Malaysia, pihak Kepolisian RI yang lebih berwenang dan memahami status Ratu Tisha dalam kasus mafia sepak bola nasional hingga kini belum bersikap.
Justru Komisi Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN), yang sebelumnya bernama Komite Perubahan Sepak Bola Nasional, malah lebih dahulu berinisiatif mengirimkan surat protes resmi kepada ASEAN Football Federation (AFF) atau Federasi Sepak Bola ASEAN atas terpilihnya Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria sebagai salah satu Wakil Presiden (Wapres) AFF dan  meminta agar Ratu Tisha ditunda pelantikannya.
Bahkan, Surat bernomor 008/KPSN/VI/2019 tertanggal 24 Juni 2019 itu diserahkan langsung utusan KPSN, Esti Puji Lestari yang juga Presiden Persijap Jepara, ke kantor AFF di Petaling Jaya, Malaysia, Jumat siang 28 Juni 2019.
Apa alasan dan latar belakang KPSN hingga harus  berkirim surat ke AFF? Benarkah jalur yang ditempuh oleh KPSN sesuai prosedur dan regulasi yang dibenarkan?
Ternyata, dalam Surat KPSN yang terpublikasi ke awak media, Â dijelaskan bahwa Ratu Tisha saat ini sedang menjalani proses hukum sebagai saksi match fixing atau skandal pengaturan skor pertandingan yang perkaranya sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarnegara, Jawa Tengah.
Dijelaskan pula bahwa Ratu Tisha sudah tiga kali mangkir atau tidak memenuhi panggilan PN Banjarnegara untuk diperiksa sebagai saksi.
KPSN juga memperkuat fakta bahwa Ratu Tisha, sudah empat kali diperiksa Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri sebagai saksi bagi sejumlah tersangka match fixing.
Dengan demikian, bukan mustahil Ratu Tisha yang kini masih berstatus sebagai saksi dan terus mangkir dari panggilan PN Banjaregara, akan naik statusnya menjadi tersangka.
Pasalnya, beberapa tersangka yang sudah ditetapkan oleh Satgas, sebelumnya juga berstatus sebagai saksi.
Demi memperkuat permohonannya agar Ratu Tisha ditunda pelntikannya yang rencana akan dilaksanakan pada 8 November 2019 di Hanoi, Vietnam, surat bahkan ditembuskan ke PSSI, AFC, dan FIFA, agar AFF menghargai sistem hukum di Indonesia dan upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum Indonesia.
Sejatinya, andai Ratu Tisha tidak sedang dalam status sebagai saksi yang bukan mustahil akan menjadi tersangka, maka Ratu Tisha telah mengukir sejarah bagi sepak bola nasional khususnya, dan bagi bangsa Indonesia umumnya karena diangkat sebagai wakil presiden AFF yang sekaligus sebagai pejabat wanita AFF pertama.
Andai saja Kepolisian RI dalam hal ini Satgas Antimafia Bola ataupun Bareskrim karena tugas Satgas telah berakhir, cepat bertindak, maka KPSN tentu tidak akan melangkah sejauh ini.
Sebab, seharusnya, yang paling berhak dan terafiliasi dalam kasus Ratu Tisha ini memang pihak Kepolisian RI.
Kita tunggu, apa sikap polisi RI setelah KPSN menyurati AFF dengan tembusan yang tepat. Bagaimana sikap PSSI, AFF, AFC, dan FIFA dalam menanggapi surat KPSN dan kasus Ratu Tisha.
Apakah jabatan baru Ratu Tisha akan tetap bertahan? Atau sebaliknya di batalkan? Yang pasti bila tetap dipertahankan maupun dibatalkan, keduanya tetap menjadi catatan sejarah bagi Sepakbola nasional, Asia Tenggara, Asia, dan dunia karena kasus Ratu Tisha ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H