Sejak hadirnya Whatsapp lebih sering diucap dengan singkatan Wa, rasanya jarak komunikasi antar keluarga, teman, kerabat, rekan bisnis, rekan alumni, dan lain sebagainya semakin terasa tidak berjarak.
Wa adalah aplikasi yang sepertinya menjadi wajib bagi siapapun pengguna smartphone.
Peran Wa sangat membantu siapapun penggunanya dalam berinterksi dan berkomunikasi, di masanya. Sebab, suatu saat, peran Wa bisa saja akan segera tergeser oleh peran aplikasi lain, terlebih sejak dunia memasuki Revolusi Industri 4.0.
Sejak hadirnya Wa, sudah terdengar pula  kisah-kisah manis dan pahit dari para penggunanya, khususnya bagi pengguna Wa yang tergabung dalam sebuah grup.
Dunia per-grup-an dalam perjalanannya, kini telah mencatat kisah, ada yang tetap merasakan kenyamanan, tetap menyenangkan, namun sebaliknya sudah banyak yang merasa bosan, tidak tertarik lagi, hingga merasa basi, garing, dan lain sebaginya.
Pada akhirnya, kisah anggota grup Wa left (keluar) juga sudah menjadi budaya.
Selain itu, beberapa hal juga menjadi alasan mengapa grup Wa menjadi tidak menyenangkan, padahal sebelum anggota di masukkan ke dalam sebuah grup Wa, tentu sudah ada pendahuluan, semisal ada kesepakatan membuat grup, lalu siapa adminnya, apa latar belakang, tujuan, dan sasaran serta fungsi kegunaan dibuatnya grup.
Meski sudah ada pendahuluan, dan akhirnya lahir grup atas dasar latar belakang, tujuan, dan sasaran serta kegunaan yang sama, namun dalam perjalannnya. grup Wa menjadi sangat menjemukan bila grup akan melakukan sebuah kegiatan, namun respon anggota grup tidak baik.
Ada.grup Wa yang sudah berubah fungsi menjadi tempat bercengkerama teman yang sama-sama loyal tanpa peduli kepada anggota grup lain, seolah grup jadi milik mereka.
Ada grup Wa yang hanya berisi copy paste atau informasi yang hanya meneruskan. Dan lain sebainya.
Pertanyaannya, kira-kira apa yang sedang terjadi pada anggota hingga hanya melakukan tindakan yang membuat anggota grup lain tidak nyaman atau hanya ada yang gemar  mengintip tanpa merespon atau berkomentar? Kejadian tersebut, bila dipikir secara logika, sangat tidak etis dan tidak santun, sebab bila kita berkomunikasi langsung saja, lawan bicara merespon dengan bahasa tubuh yang tidak menyenangkan saja kita sudah bisa tersinggung. Belum lagi bila tidak ada respon kata atau bahkan diam seribu bahasa meski tahu kita sedang berbicara dengan dia atau mereka.
Harus disadari, bahwa kebanyakan lahirnya grup Wa kekeluargaan seperti perkumpulan antar keluarga dan alumni sekolah/mahasiswa, Â di luar grup bisnis/pekerjaan/perkumpulan/asosiasi dll, peserta anggotanya memang berbeda dari berbagai latar pendidikan.
Jadi khusus untuk grup Wa jenis perkumpulan keluarga dan alumni yang sudah terpisah lama, maka jangan terlalu berharap, apa yang kita pikirkan, kita share dalam grup akan mendapatkan respon dan komentar yang sama seperti yang kita harapkan.
Namun, bila anggota grup sudah mempunyai budaya hanya memikirkan dirinya dan temab akrabnya serta hanya  gemar mengintip, maka perlu dibicarakan apakah grup Wa perlu dipertahankan?
Atau lebih baik izin left dari grup, sebab suasana grup sudah tidak nyaman dan jauh dari latar belakang, tujuan, sasaran, dan kegunaan grup yang dicitakan sejak awal grup di buat.
Bila grup Wa bisnis dan sejenisnya, maka tingkat pendidikan, intelegensi, personaliti, anggotanya akan setara. Maka, etika dan keaantunan dalam grup tetap terjaga.
Meskipun anggota grup sempat mengintip dan membaca informasi apa yang disampaikan dalam grup demi tujuan kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan, tetap saja anggota grup diam seribu bahasa, padahal tahu ada informasi yang harus ditanggapi atau disikapi.
Etika dan kesantunan
Bila sebuah grup Wa sudah mulai mengalami peristiwa, anggotanya hanya aktif sendiri, gemar mengintip dan membaca informasi tanpa memberikan respon, komentar, atau menanggapi, maka grup Wa tersebut dipastikan sudah tidak sehat.
Anggotanya sudah terang-terangan tidak respek, meskipun hal-hal yang diinformasikan adalah kegiatan yang sesuai latar belakang, tujuan, dan sasaran mengapa dibuat grup Wa.
Bila hal itu terjadi, maka anggota sudah tidak menjaga lagi etika dan kesantunan, membuat peserta grup lain yang masih aktif dan positif menjadi berpikir lain.
Untuk itu, bila sebuah grup Wa sudah mengalami kondisi seperti demikian, perlu diambil tindakan, perlu didiskusikan, menyadarkan betapa pentingnya keberadaan grup sesuai latar belakang, tujuan, dan sasaran serta fungsi dan kegunaan.
Ayo, jernihkan keberadaan grup Wa yang Anda ikuti. Selalu jaga kondisi grup sesuai latar belakang, tujuan, sasaran, dan fungsi kegunaan grup.
Jangan hanya mengintip, bahkan di saat grup membutuhkan kepastian berjalannya kegiatan, ada anggota yang diam seribu bahasa seperti tidak punya intelektual dan kehidupan sosial. Sungguh sangat menyebalkan, tidak mengindahkan etika dan kesantunan, namun masih betah berada dalam grup, tidak ada perasaan. Bebal.
Berbeda dengan grup Wa sebuah perkumpulan atau bisnis. Bila ada anggota yang justru akan membawa dampak negatif dan lain sebagainya, malah admin dan pimpinan grup atau peserta lainnya, bisa jadi sepakat mengeluarkan anggota yang akan membawa dampak negatif.
Bagi seluruh grup Wa, apapun jenisnya, momentum Hari Raya Idul Fitri 1440 H. ini rasanya menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan fungsi dan kedudukan grup Wa yang Anda-Anda banggakan.
Bayangkan, saat pemerintah melemahkan akses media sosial terutama Wa akibat perseteruan Pilpres dan kerusuhan 22 Mei, grup-grup Wa yang sahat merasa sangat tersiksa.
Jadi yang selama ini juga tersiksa akibat grup Wa sudah membikin tidak nyaman, maka sudahi saja itu grup dan seeiring berjalannya waktu, aplikasi Wa pun sudah akan tergerus zaman berganti aplikasi lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H