Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas 2019 dan Keteladanan Kepentingan

2 Mei 2019   08:29 Diperbarui: 2 Mei 2019   08:45 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali, di "sana" kini Ki Hajar Dewantara sedang sedih dan menangis. Para pemimpin bangsa yang seharusnya menjadi teladan, justru terus berseteru sebab perkara politik dan urusan perut.

Sementara, guru dalam arti sebenarnya pencetak penerus bangsa,  juga terus berkutat pada masalah yang sama. Terlebih guru-guru yang digaji dari uang rakyat alias Pegawai Negeri Sipil (PNS), mau gajinya besar, tapi tidak sebanding dengan kinerjanya. 

Jarang kita mendengar gaji guru PNS turun atau dipotong, kendati kerja dan gaji tak sebanding. Faktanya persoalan pendidikan apalagi menyangkut guru, selalu berputar di hal-hal yang sama, masih jauh dari kemampuan standar pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional, miskin kreativitas dan inovasi, meski kini sudah era Revolusi Industri 4.0.

Sementara, di zaman berseteru akibat Pilpres, heran, mengapa mahasiswa MANDUL.

Tidak pernah terdengar peran mahasiswa dalam kasus Pemilu dan Pilpres ini. Ke mana mereka? Siapa yang kini mengendalikan mereka!

Padahal sejarah mencatat bahwa lingsirnya sebuah rezim di NKRI ini karena peran mahasiswa.

Banyak rakyat bertanya, kok kini mahasiswa diam!

Semoga Ki Hajar di sana memahami apa yang kini tengah terjadi di tanah Indonesia dan rakyat tetap menghormati apa yang telah diperjuangkan oleh Ki Hajar. Karenanya, dalam peringatan Hardiknas kali ini, semoga Ki Hajar tetap tersenyum dengan kondisi Indonesia.yang kini miskin teladan.

Yang pasti Ki Hajar semoga paham bahwa hari lahirnya kini terus diperingati sebagai Hardiknas.

Bila hitung dari penetapan Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 tentang Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), maka hari ini tanggal 2 Mei 2019 adalah peringatan Hardiknas ke-60.

2 Mei adalah hari lahir Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya. Selama era kolonialisme Belanda, beliau
dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Atas keberaniannya, Ki Hadjar akhirnya diasingkan ke Belanda oleh pemerintah kolonial saat itu. Namun, sekembalinya ke Indonesia, Ki Hadjar justru mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Ki Hajarpun diangkat menjadi Menteri Pendidikan.

Pada tanggal 26 April 1959 beliau wafat. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Ki Hajar Dewantara yang memperoleh sebutan sebagai bapak pendidikan ini memiliki filosofi, semboyan yang menjadi salah satu kontribusi positif bagi pendidikan di Indonesia. Semboyan tersebut berbunyi "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani".

Maknanya adalah, (1) Ing Ngarso Sung Tulodo dapat diartikan di depan, sung (lngsun) yang artinya saya, dan kata tulodo yang artinya tauladan. Dengan demikian arti dari semboyan Ki Hajar Dewantara yang pertama ini adalah ketika menjadi pemimpin/guru harus dapat memberikan suri tauladan untuk semua orang yang ada disekitarnya.

(2) Ing Madyo Mbangun Karso artinya di tengah-tengah, Mbangun yang memiliki arti membangkitkan dan karso yang memiliki arti bentuk kemauan atau niat.
Dengan demikian makna dari semboyan Ki Hajar Dewantara yang kedua ini adalah seorang pemimpin di tengah-tengah kesibukannya diharapkan dapat membangkitkan semangat terhadap pengikutnya/peserta didiknya.

(3) Tut Wuri Handayani memiliki arti mengikuti dari belakang dan kata handayani yang memilki arti memberikan motivasi atau dorongan semangat. Dengan demikian semboyan Ki Hajar Dewantara yang ketiga ini memiliki makna bahwa seorang pemimpin/guru diharapkan dapat memberikan suatu dorongan moral dan semangat kepada pengikut/peserta didik ketika guru tersebut berada di belakang.

Bila diterjemahkan secara ringkas, filosofi/semboyan Ki Hajar adalah keteladanan, membangun semangat, dan motivasi.

Sayangnya, meski tak lekang oleh waktu, apa yang sudah di ajarkan oleh Ki Hajar ini, bila dikaitkan dengan situasi NKRI saat ini, terlebih terkait Pemilu 2019, nampaknya tidak berlaku.

Para pemimpin dan elite bangsa tidak lagi berpikir tentang keteladan. Namun justru semakin giat membangun semangat dan motivasi dan menggiring rakyat untuk turut mendukung kepentingan pribadi dan golongannya demi suksesnya urusan perut mereka.

Karena itu, saya mencatat tahun 2019 adalah mudahnya pemimpin menjadi teladan "kepentingan". Ini jelas bukan teladan yang diharapkan Ki Hajar bukan?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun