Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Antara #Kosongkan GBK, Standar Pemain Timnas, dan PSSI

20 November 2018   06:56 Diperbarui: 20 November 2018   09:12 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timnas dapat mengimbangi Thailand dari segi teknis dan fisik (speed). Namun, dalam hal intelegensi dan personaliti, perbandingannya sangat jauh. Ibaratnya, laga sepakbola antar SMA. Secara fisik sama, namun pola pikir pemain TImnas masih seperti pola berpikir anak SD. 

Inilah benang kusut Timnas selama ini. Hanya mengambil pemain dari kompetisi yang secara kasat mata, pemain bermain bagus secara teknik dan speed (pemain berbakat) namun melupakan sisi intelektual dan personaliti pemain.

Bila dianalogikan, pemain Timnas Thailand barangkali secara akademis sudah mengantongi ijazah SMA/S1/S2, namun pemain kita sudah mengantongi ijazah apa? 

Sepakbola modern bukan lagi bicara bakat, teknik, dan fisik. Namun, pemain yang masuk Timnaspun harus cerdas akademis. 

Sayangnya, siapa yang merancang produk Timnas, sangat kuat dilindungi oleh kata-kata statuta. Seberapapun keras teriak dan protes rakyat oecinta sepakola Indonesia meminta pengurus PSSI lengser, teriakan kerasnya tak berguna. Hanya masuk telinga kanan langsung menerabas keluar telinga kiri.

Ketua PSSI dipilih oleh voters. Sementara para voters juga siapa. Lalu di dalamnya juga penuh intrik dan politik. Inilah dilema sepakbola nasional. 

Selama lingkarannya masih begini, maka prestasi sepakbola nasional hanya mimpi. Sulit publik sepakbola nasional menyaksikan Timnas yang bermain dengan pola pikir dewasa. Sementara semua pemain Timnas negara lain terpilih karena kedewasaannya. Dewasa artinya, cerdas otak, sikap, pola pikir dan lainnya.

Ironisnya lagi, di level bawah, pembinaan sepakbola usia dini dan muda, para pemain harapan bangsa juga terbudaya dicekoki oleh sepakbola yang hanya berkutat pada pelatihan fisik dan speed, jauh dari pelatihan akademis yang membentuk pemain berpikir cerdas dan memiliki personaliti mumpuni.

Harusnya Kemenpora dan Kemendiknas adalah mitra sejati PSSI dalam melahirkan pemain Timnas yang berstandar tinggi. 

Kapan pemain Timnas lolos menjadi pemain Timnas karena lulus ujian psikotes seperti layaknya calon siswa/mahasiswa/ karyawan yang melamar sekolah/kuliah/pekerjaan? 

Sudah tidak zaman. Memanggil pemain masuk Timnas hanya dilihat dari bakat, teknik, dan speed.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun