Di luar dugaan dan prediksi publik sepakbola nasional, bahkan publik Asia Tenggara dan Dunia, Timnas Indonesia harus bertekuk lutut dari Singapura di laga perdana Grup B Piala AFF edisi ke-12.
Performa penggawa Garuda yang selama ini sudah dapat memberikan kepercayaan kepada publik sepakbola nasional bahwa mereka dapat diandalkan untuk merengkuh Piala AFF, nyatanya harus terseok di tangan Singapura, yang bahkan dalam dua pertemuan terakhir, Timnas selalu dapat mengangkangi mereka.
Terlalu percaya diri
Sebelum laga berlangsung, publik sepakbola nasional dan media nasional sejatinya sangat percaya bahwa Evan Dimas dan kawan-kawan, meski bertanding di kandang lawan, akan mampu mengatasi Singapura.
Derasnya rasa percaya diri dari publik sepakbola  dan media nasional, secara otomatis menghipnotis seluruh penggawa Garuda. Inilah yang dapat dijadikan awal petaka, mengapa Garuda harus tertinggal 0-1 tanpa bisa membalas.
Singapura yang di berbagai media terwarta begitu merendah dan bahkan memuji pemain-pemain Indonesia, ternyata mampu membalikkan keadaan.
Indonsia terbuai oleh intrik merendah Coach Fandi yang sudah cukup asam garam dalam sepakbola internasional. Pemain dan pelatih Indonesia yang masih hijaupun tersanjung dengan posisi Indonesia yang lebih diunggulkan.
Bukan Fandi Ahmad namanya, kalau dengan senjata sandiwara merendahnya, ternyata telah menyiapkan strategi jitu untuk meladeni pasukan Bima Sakti yang sudah sangat dihafalnya.
Fandi sukses memainkan intrik merendah dan strateginya, Â mengakibatkan pemain Indonesia yang sudah terbuai dan terlalu percaya diri menjadi kaget karena taktik dan cara bermain Singapura.
Tidak ada bentuk permainan Indonesia yang selama ini menghibur publik sepakbola nasional. Bahkan, seolah pemain Indonesia kehilangan akal (intelegensi) dalam meladeni permainan cantik Singapura.
Kendati menang penguasaan bola, sangat terlihat, pemain Singapura bermain lebih cerdas, menguasai emosi pertandingan, memiliki kecepatan, dan terlihat skill individu yang mumpuni.
Sebaliknya, pemain Indonesia bermain seperti tanpa pola. Sayap kanan-kiri mati. Sektor gelandang kalah. Sektor pertahanan mudah ditembus lawan. Pemain sangat sering kehilangan bola dan memberikan umpan salah, serta membuang bola asal ke depan.
Ayo Bima, ujian pertama Anda gagal. Laga kedua, kendalikan pasukan Anda. Sangat terlihat pemain-pemain tua Indonesia sulit bersaing dengan pemain lawan yang lebih muda dan cerdas bermain bola.
Jangan terpuruk. Hadapi laga kedua di kandang sendiri. Rebut poin penuh dengan menurunkan pemain yang cerdas intelegensi, personaliti, teknik, dan speed. Memalukan masih ada pemain yang terkena kartu merah karena personalitinya.
Yah, laga perdana kalah, karena kesalahan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H