32 tim terbaik dunia, kini telah siap melakoni laga di Piala Dunia edisi ke-21 di Rusia pada 14 Juni hingga 15 Juli 2018. Selama ini, setiap kali kompetisi paling akbar di dunia di gelar, publik sepakbola nasional hanyalah menjadi penonton dan suporter tim-tim yang berlaga.
Anda saja, ada Timnas Merah Putih di antara 32 tim terbaik dunia itu, tentu akan menjadi hal yang wajar bila melihat fakta bahwa Indonesia adalah negara yang besar. Besar wilayahnya, besar/banyak penduduknya. Sementara, negara kecil seperti Finlandia saja mampu tampil di Piala Dunia, dan sempat datang ke Indonesia memecundangi timnas U-23.
Keberuntungan Hindia Belanda
Memang Indonesia pernah tampil di Final Piala Dunia edisi ke-3 tahun 1938 di Perancis dengan nama tim Hindia Belanda. Saat itu, Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 hanya terdiri  dari dua negara, yaitu Hindia Belanda dan Jepang,  karena dunia sedang dilanda perang, tidak ada tim sepakbola Asia lainnya.
Indonesia atau Hindia Belanda, nama resmi saat itu, akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Dalam tim Hindia Belanda tidak ada pemain  dari PSSI dibawah pimpinan Soeratin Sosrosugondo, sebagai aksi protes agar tim Hindia Belanda bukan hanya berisi pemain pribumi ditambah sejumlah pemain asal Belanda dan keturunan Tionghoa.
FIFA yang mengenalkan sistem gugur pertama di final Piala Dunia Edisi ke-2 tahun 1934 tetap sistem gugur  di Piala Dunia Prancis kali ini, dengan Swedia mendapat bye di putaran pertama.Tim Hindia Belanda langsung berhadapan dengan tim kuat Hongaria di Stade Velodrome, Reims tanggal 5 Juni 1938.
Pertandingan ini dilaporkan hanya ditonton oleh 9.000 orang. Hindia Belanda hanya dapat melakukan perlawanan selama 12 menit pertama, sebelum akhirnya gawang Bing Mo Heng kemasukan satu gol dan disusul dengan lima gol berikut. Ternyata hasil kekalahan ini, merupakan skor terbesar satu-satunya di putaran pertama Piala Dunia 1938.
Hongaria akhirnya berhasil masuk final untuk berhadapan dengan Italia yang kemudian menjadi juara dunia 1938 setelah menang 4-2. Untuk tim Hindia Belanda, kendati kandas di putaran pertama dengan skor cukup memalukan, Hindia Belanda tetap dikenal sebagai wakil pertama Asia di final Piala Dunia.
Andai saja saat itu tidak dalam kondisi perang, mungkin kualifikasi Zone Asia akan diikuti banyak tim. Lebih beruntung lagi, saat kualifiaksi tinggal tersisa dua tim, Hinda Belanda dan Jepang, Jepang pun mundur karena sedang berperang dengan Cina. Setelah edisi ke-3 ternyata Piala Dunia berjalan mulus. Semua tim terbaik yang lolos ke final adalah tim-tim yang telah berjuang lolos dari kualifikasi grup. Hingga kini, edisi ke-21 Indonesia masih belum mampu menembus Final Piala Dunia.
Kelahiran PSSI dan Piala Dunia
Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa event Piala Dunia yang kini memasuki edisi ke-21, ternyata lahir hanya berselang tiga bulan (30 hari). PSSI lahir pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta, sementara Piala Dunia edisi ke-1 dibuka di Estadio Centenario yang baru di Montevideo Uruguay pada tanggal 18 Juli 1930.
Bila ditilik dari segi umur, maka perjalanan Piala Dunia dengan sepakbola Indonesia sama-sama telah berumur 88 tahun, meski ulang tahun Piala Dunia ke-88 baru akan dirayakan pada 18 Juli 2018.
Perjalanan proses Piala Dunia memang sudah begitu panjang, sama panjang dengan usia PSSI. Kala itu sepak bola sudah dipertandingkan di Olimpiade sejak tahun 1920 dan dimenangi oleh Belgia. Uruguay kemudian memenangi dua edisi berikutnya, yakni pada 1924 dan 1928. Keberhasilan turnamen sepak bola Olimpiade memacu harapan badan sepak bola dunia (FlFA) untuk bisa menyelenggarakan kejuaraan dunia sendiri.
FIFA lantas menyebar kuesioner, dikirim ke asosiasi yang menjadi anggota, menanyakan apakah mereka menyetujui penyelenggaraan turnamen. Sebuah panitia khusus dibuat untuk keperluan jajak pendapat itu. Presiden FIFA Jules Rimet menjadi penggeraknya. Dia dibantu oleh sekretaris jenderalnya yang tak kenal lelah, Henri Delaunay.
Berikutnya, Kongres FIFA di Amsterdam pada 28 Mei 1928 akhirnya memutuskan untuk menggelar sebuah kejuaraan dunia yang diselenggarakan oleh FIFA. Hungaria, Italia, Belanda, Spanyol dan Swedia mengajukan diri jadi tuan rumah. Uruguay akhirnya terpilih.Â
Negara ini dianggap layak jadi tuan rumah karena mampu menjadi juara Olimpiade dua kali dan pada saat itu tengah merayakan ulang tahun ke 100 kemerdekaannya. Uruguay juga bersedia menanggung semua biaya, termasuk perjalanan dan akomodasi dari tim yang berpartisipasi.
Sejatinya, penyelenggaraan Piala Dunia edisi ke-1 ini penuh dengan rintangan. Eropa saat itu tengah dililit krisis ekonomi. Negara yang ikut hanya melibatkan perjalanan laut yang panjang, banyak klub juga keberatan melepaskan pemain terbaik mereka selama dua bulan.
Akibatnya, banyak negara yang memutuskan batal tampil. Rimet pun harus banyak melakukan manuver untuk memastikan setidaknya ada empat tim Eropa - Prancis, Belgia, Rumania, dan Yugoslavia - tetap tampil.
Tiga belas tim (tujuh dari Amerika Selatan, empat dari Eropa, dan dua dari Amerika Utara) ikut serta dalam turnamen. Piala Dunia pertama ini dibuka di Estadio Centenario yang baru di Montevideo pada tanggal 18 Juli 1930. Turnamen digelar di tiga kota, dibagi menjadi empat grup. Â
Tuan rumah Uruguay yang sejak awal difavoritkan akhirnya menjadi juara dengan kemenangan 4-2. Laga pamungkas di Centenario, Montevideo, itu disaksikan 93 ribu.
Usia PSSI yang sama dengan Piala Dunia, ternyata hingga kini PSSI masih belum mampu mengantarkan timnasnya menembus final Piala Dunia. Â Jangankan menembus Piala Dunia, berdasarakan rilis terbaru FIFA, Per Kamis (7/6/2018), ranking Indonesia tidak beranjak, masih ajek berada di peringkat ke-164 dengan total poin 111. Di Asia Tenggara tetap di urutan kelima setelah Vietnam (102), Filipina (115), Thailand (122), dan Myanmar (138).
Pembenahan organisasi dan sistem
Pelik dan berlikunya FIFA menjalankan proses Piala Dunia sejak 88 tahun yang lalu, ternyata, hingga kini wajah Piala Dunia terus berubah. Berbagai segi terus mengalami perkebangan seiring kemajuan zaman. Selaras dengan kinerja FIFA, tim-tim yang masuk putaran finalpun kian mentereng dari berbagai segi hingga Piala Dunia benar-benar menjadi tontonan, bertabur uang, dan milik warga dunia, kendati tim yang beraga hanya 32 negara.
Sepakbola nasional yang terus tertinggal dari negara Asia Tenggara, sulitnya Luis Milla merancang Timnas U-23 untuk Asean Games yang tinggal hitungan hari.Â
Indra Syafri yang harus rela menelan kekalahan dua kali beruntun di U-19, dan dipermaknya Timnas Putri untuk Asian Games oleh Thailand, serta berbagai polemik Liga di liga domestik menyoal wasit, klub, ofisial/pelatih, pemain, suporter, dan sponsor, rasanya tidak akan pernah habis. Sementara biang keladi dari keterpurukan timnas selama ini, yaitu pembenahan di sepakbola akar rumput juga tidak pernah serius di urus.
Bila saya analisis, persoalan-persoalan yang melilit sepakbola nasional sepanjang 88 tahun akarnya ada pada keorganisasian di PSSI dan sistem penyelenggaraan sepakbola nasional yang mengakomodir seluruh provinsi di Indonesia.Â
Apakah PSSI harus direformasi seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dulu agar lahir keterbukaan? Barangkali ya, agar keorganisasian di PSSI sehat, maka sistem yang dijalankanpun sehat.
Kini, Piala Dunia edisi ke-21 sudah di depan mata, ayo pikirkan bagaimana caranya Indonesia juga ada di dalam laga, bukan sekedar menjadi penoton saja. Langkahnya, dongkrak prestasi timnas, naikkan rankingnya dan rebut tahta di Asia Tenggara, masuk empat besar Asean Games 2018, dan juara Piala AFF 2018, serta lolos Piala Asia. Amin.Â
Selamat datang Piala Dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H