Pembenahan organisasi dan sistem
Pelik dan berlikunya FIFA menjalankan proses Piala Dunia sejak 88 tahun yang lalu, ternyata, hingga kini wajah Piala Dunia terus berubah. Berbagai segi terus mengalami perkebangan seiring kemajuan zaman. Selaras dengan kinerja FIFA, tim-tim yang masuk putaran finalpun kian mentereng dari berbagai segi hingga Piala Dunia benar-benar menjadi tontonan, bertabur uang, dan milik warga dunia, kendati tim yang beraga hanya 32 negara.
Sepakbola nasional yang terus tertinggal dari negara Asia Tenggara, sulitnya Luis Milla merancang Timnas U-23 untuk Asean Games yang tinggal hitungan hari.Â
Indra Syafri yang harus rela menelan kekalahan dua kali beruntun di U-19, dan dipermaknya Timnas Putri untuk Asian Games oleh Thailand, serta berbagai polemik Liga di liga domestik menyoal wasit, klub, ofisial/pelatih, pemain, suporter, dan sponsor, rasanya tidak akan pernah habis. Sementara biang keladi dari keterpurukan timnas selama ini, yaitu pembenahan di sepakbola akar rumput juga tidak pernah serius di urus.
Bila saya analisis, persoalan-persoalan yang melilit sepakbola nasional sepanjang 88 tahun akarnya ada pada keorganisasian di PSSI dan sistem penyelenggaraan sepakbola nasional yang mengakomodir seluruh provinsi di Indonesia.Â
Apakah PSSI harus direformasi seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dulu agar lahir keterbukaan? Barangkali ya, agar keorganisasian di PSSI sehat, maka sistem yang dijalankanpun sehat.
Kini, Piala Dunia edisi ke-21 sudah di depan mata, ayo pikirkan bagaimana caranya Indonesia juga ada di dalam laga, bukan sekedar menjadi penoton saja. Langkahnya, dongkrak prestasi timnas, naikkan rankingnya dan rebut tahta di Asia Tenggara, masuk empat besar Asean Games 2018, dan juara Piala AFF 2018, serta lolos Piala Asia. Amin.Â
Selamat datang Piala Dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H