Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

THR, Selamat Menikmati bagi yang Mendapatkan, Selamat Mononton bagi yang Tidak Kecipratan

30 Mei 2018   14:06 Diperbarui: 30 Mei 2018   14:19 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: makassar.tribunnews.com)

Rabu, 23 Mei 2018, pukul 12.46 WIB, Presiden Jokowi menandatangani Perpres soal Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13. THR dan gaji ke-13 ini akan diberikan kepada para pensiunan, seluruh PNS, prajurit TNI, dan anggota Polri.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, THR juga diberikan kepada pensiunan. Presiden berharap dengan pemberian gaji ke-13 dan THR bukan hanya bermanfaat bagi kesejahteraan para pensiunan, PNS, prajurit TNI, dan anggota Polri, tapi ada peningkatan kerja ASN dan kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.

Kenaikan THR dan pemberian gaji ke-13 jelas sangat membahagiakan segenap pensiunan, PNS, prajurit TNI, dan anggota Polri di seluruh Indonesia. Namun, bagi seluruh rakyat Indonesia yang sangat memahami bagaimana kinerja dan kualitas ASN dalam pelayanan publik selama ini, jelas menjadi pertanyaan. Terlebih, anggaran untuk THR dan haji ke-13 diambil dari anggaran negara. Anggaran negara adalah uang rakyat. Dengan demikian rakyat kecillah yang selalu menjadi korban.

Tengok betapa rakyat menjerit dengan langkanya bahan bakar jenis premium. Bahkan di berbagai SPBU, kini sudah tidak lagi tersedia bahan bakar paling murah yang memihak rakyat kecil. Ke mana mahasiswa yang gemar membela keadilan dan penerus reformasi? Di mana DPR? Mengapa premium hilang, semua diam!

Andai saja kebijakan Presiden dengan memberikan kenaikan THR dan gaji ke-13 dilakukan sejak tahun pertama Jokowi menjabat, tentu berbagai pihak tidak akan mengaitkan kebijakan ini dengan isu politik. Namun, bila kebijakan ini ternyata diturunkan jelang tahun politik baru, tentu ini menjadi kebijakan yang tendensius demi mencari simpati dukungan instan dengan bagi-bagi dana tunai dari uang rakyat dan mempertaruhkan beban keuangan negara.

Masih lekat dalam ingatan saya, tatkala zamannya SBY, juga bagi-bagi bantuan tunai. Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memastikan harga minyak dunia naik, mereka pun memutuskan memotong subsidi minyak. Hal ini dilakukan dengan alasan BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu.

Lalu, setelah didata lebih lanjut, diketahui dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah digunakan sebanyak 75 persen. Pemotongan subsidi terus terjadi hingga tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50 persen dari harga awal, karena harga minyak dunia kembali naik saat itu.

Akibatnya, harga bahan-bahan pokok pun ikut naik. Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya pada tahun 2005.

Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umumpresiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun 2004. Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.

Lalu, karena harga minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 berdasarkan instruksi presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008. Dan terakhir, pada tahun 2013, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru: Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.

Nah, sekarang jelas perbandingannya antara kebijakan pemberian kenaikan THR dan gaji ke-13 untuk siapa dan pada saat kapan. Lalu saat kapan dan untuk siapa BLT dibagikan dengan menggunakan anggaran negara. Dengan kondisi seperti itu, siapa yang dulu menyalahkan SBY bagi-bagi dana tunai untuk membela  rakyat kecil.

Kini, siapa juga yang menyalahkan Jokowi, karena bagi-bagi uang dari anggaran negara dengan nama THR dan gaji ke-13? Sama-sama menggunakan uang rakyat, untuk tujuan yang sama, namun peruntukkan yang berbeda dan sama-sama bermaksud menyenangkan "masyarakat".

Coba kita tengok, di tengah rakyat menjerit akan kenaikan berbagai bahan pokok jelang lebaran, premium hilang, ternyata THR yang dibayarkan bukan hanya gaji pokok, melainkan juga tunjangan keluarga dan kinerja. Sehingga, jumlah THR yang didapatkan PNS/ASN akan lebih besar, hampir setara seluruh gaji (take home pay) dari total yang diterima PNS/ASN setiap bulan.

Lalu menurut Menteri Keuangan,  pemberian THR bukanlah kepentingan politik, karena sudah terencana sejak jauh-jauh hari dan sudah tertera dalam APBN 2018. Seperti diketahui, pembahasan APBN 2018 juga melibatkan institusi DPR. DPR? Artinya, kebijakan pemberian THR PNS juga sudah melalui persetujuan dari anggota dewan.Sudah dibahas sejak tahun lalu.

Jadi, maksud jauh-jauh hari itu ternyata artinya sama dengan tahun lalu, bukan empat atau lima tahun lalu. Amanah pendidikan karakter macam mana sebenarnya yang sedang dimainkan? Yah, "Antara panggung dan dunia nyata, kini semakin sulit membedakannya. Serupa, penuh sandiwara."  Mengapa harus takut kehilangan yang bukan milik, dan rakyat yang menanggung beban?

Apapun masalahnya, toh THR ala Jokowi tahun ini tetap menggelinding. Selamat menikmati bagi yang mendapatkan, selamat menonton bagi yang tak kecipratan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun