Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lupakan Peristiwa Anies, Sebab Sepak Bola adalah Pemersatu Bangsa

18 Februari 2018   22:13 Diperbarui: 19 Februari 2018   05:58 1662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Saat seluruh rakyat Indonesia begitu perhatian atas sikap suporter sepakbola yang memperlakukan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) diperlakukan tidak etis oleh suporter saat timnas menjamu Islandia dan peristiwa yang sama diulang kembali ketika Bhayangkara FC meladeni FCTokyo agar tidak terulang di perhelatan final Piala Presiden, ternyata sikap yang dianggap tidak etis justru terjadi bukan karena persoalan suporter lagi.

Penyelenggaraan Piala Presiden edisi ketiga memang sukses, namun peristiwa pelarangan Gubernur DKI Jakarta mendampingi Presiden Joko Widodo untuk memberikan penghargaan kepada para pemenang, sungguh peristiwa yang sangat tidak diduga.

Dalam tayangan video yang kini viral di media massa, tidak terbayang bagaimana perasaan Anies Baswedan sesaat setelah dihentikan oleh Pasukan pengaman Presiden (Paspampres). Dalam tayangan, Anies terlihat santai dan langsung berbalik menuju tempat duduknya kembali.

Penjelasan Bidang Protokoler

Atas peritiwa pelarangan terhadap Anies mendampingi Presiden, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin sesuai keterangan pers Biro Pers Istana Kepresidenan, Minggu (18/2/2018), dalam keterangan persnya menyatakan tidak ada arahan apapun dari Presiden untuk mencegah Anies. Mengingat acara ini bukan acara kenegaraan, panitia tidak mengikuti ketentuan protokoler kenegaraan mengenai tata cara pendampingan Presiden oleh Kepala Daerah.

Tindakan tersebut merupakan prosedur pengamanan karena Paspampres berpegang pada daftar nama pendamping Presiden yang disiapkan panitia.

Karenanya, Paspampres hanya mempersilakan nama-nama yang disebutkan oleh pembawa acara untuk turut mendampingi Presiden Joko Widodo.

Kontradiksi

Sesuai penjelasan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, dapat digarisbawahi bahwa Piala Presiden bukan acara kenegaraan dan tidak ada aturan protokoler, namun faktanya Anies sebagai Gubernur DKI dilarang ikut dalam rombongan Presiden turun ke lapangan untuk memberikan penghargaan.

Dari pandangan orang awam, apakah hal ini tidak kontradiksi dengan  fakta selama laga partai final. Selama Persija dan Bali United saling jual beli serangan, Presiden Jokowi dan Gubernur Anies sangat menikmati jalannya pertandingan final. Keduanya menonton dengan rileks, sangat informal, serta akrab.

Presiden menyampaikan selamat dan menyalami Anies saat Persija mencetak gol. Tapi mengapa, di acara informal, seorang yang menjabat sebagai Gubernur DKI, tempat penyelenggaraan partai final Piala Presiden justru dilarang turun mendampingi Presiden?

Andai saja sudah ada pemberitahuan khusus dari protokoler Kepresidenan kepada Gubernur Anies, yang menginforamsikan bahwa saat upacara pemberian penghargaan kepada pemenang,  Anies tidak terdaftar dalam susunan acara untuk  turut serta mendampingi Presiden, tentu Pak Anies tidak akan menyengaja mempertontonkan dirinya disorot kamera saat dicegah Paspampres.

Yang lebih ironis, kendati partai final berlangsung di wilayah Jakarta, di mana Jakarta ada di bawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, dan juara Piala Presiden adalah Persija Jakarta, mengapa Sang Gubernur justru dicekal?

Sportivitas olahraga

Piala Presiden adalah pertandingan sepakbola, bukan arena pertandingan politik dan intrik. Indonesia yang adat dan budaya sikap rakyatnya  terkenal ramah tamah, penuh toleransi, dan santun, mengapa di perhelatan sepakbola yang menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas harus diciderai dengan adat politik? Mengapa seorang Gubernur sampai diperlakukan  sedemikian rupa, padahal Gubernur adalah pilihan rakyat.

Sayang, Piala Presiden yang sukses, lalu suporterpun santun dan beretika dengan menjaga cagar budaya SUGBK yang telah menjadi stadion megah dan bertempat duduk singel seat, justru ada pandangan mata lain yang lebih menyesakkan dada menyoal santun dan etika. Semoga peristiwa serupa tidak akan pernah terulang menimpa pejabat daerah lainnya di acara yang modelnya serupa.

Mari, seluruh publik pecinta sepakbola nasional, tetaplah berpegang pada sportivitas olahraga, lupakan masalah ini, karena olahraga bernama sepakbola adalah alat pemersatu bangsa. Ayo dukung sepakbola Indonesia menggapai prestasi dengan telah hadirnya SUGBK yang megah dan asri, suporterpun santun tahu diri. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun