Andai saja sudah ada pemberitahuan khusus dari protokoler Kepresidenan kepada Gubernur Anies, yang menginforamsikan bahwa saat upacara pemberian penghargaan kepada pemenang,  Anies tidak terdaftar dalam susunan acara untuk  turut serta mendampingi Presiden, tentu Pak Anies tidak akan menyengaja mempertontonkan dirinya disorot kamera saat dicegah Paspampres.
Yang lebih ironis, kendati partai final berlangsung di wilayah Jakarta, di mana Jakarta ada di bawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, dan juara Piala Presiden adalah Persija Jakarta, mengapa Sang Gubernur justru dicekal?
Sportivitas olahraga
Piala Presiden adalah pertandingan sepakbola, bukan arena pertandingan politik dan intrik. Indonesia yang adat dan budaya sikap rakyatnya  terkenal ramah tamah, penuh toleransi, dan santun, mengapa di perhelatan sepakbola yang menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas harus diciderai dengan adat politik? Mengapa seorang Gubernur sampai diperlakukan  sedemikian rupa, padahal Gubernur adalah pilihan rakyat.
Sayang, Piala Presiden yang sukses, lalu suporterpun santun dan beretika dengan menjaga cagar budaya SUGBK yang telah menjadi stadion megah dan bertempat duduk singel seat, justru ada pandangan mata lain yang lebih menyesakkan dada menyoal santun dan etika. Semoga peristiwa serupa tidak akan pernah terulang menimpa pejabat daerah lainnya di acara yang modelnya serupa.
Mari, seluruh publik pecinta sepakbola nasional, tetaplah berpegang pada sportivitas olahraga, lupakan masalah ini, karena olahraga bernama sepakbola adalah alat pemersatu bangsa. Ayo dukung sepakbola Indonesia menggapai prestasi dengan telah hadirnya SUGBK yang megah dan asri, suporterpun santun tahu diri. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H