Yang menarik dan wajib menjadi catatan publik sepakbola nasional. Apa yang kini di tempuh Edy, wajib kita apresiasi. Keteguhan dan kedisiplinannya, serta kamauannya untuk mengemban dua tugas sekaligus dilakukan dengan proses yang elegan.
Pilihan cuti juga menjadi hal yang perlu catat. Dengan cuti, maka urusan politik dan sportivitas akan ada garis pembatas.
Semoga seluruh hajatan PSSI di tahun 2018, karena sepakbola nasional kini sudah menjadi tempat mencari sandang, pangan, dan papan bagi para pelaku dan stakeholder yang terlibat, dapat berjalan sesuai dengan arah program dan tetap sukses.
Bila Edy nantinya terpilih menjadi gubernur, pun akan dapat membagi waktu dan tenaganya dengan menempatkan diri sebagai Ketua Umum PSSI sekaligus Gubernur Sumatera Utara secara adil dan bersih dari tindakan yang banyak membuat pejabat kini ditangkap KPK.
Untuk Menpora yang kaget atas cuti Edy, semoga setelah ada pembicaraan atau bahkan ada pertemuan, nantinya tidak kaget lagi dengan pilihan Edy dan saling mensuport. Mengapa? Menurut saya, andai Edy memilih menjadi Gubernur Sumatera Utara, dan melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum PSSI, juga pasti akan menimbulkan masalah baru.
Sosok Edy menjadi Ketua Umum PSSI, sejauh pengamatan saya, belum ada yang layak menggantikan. PSSI masih sangat membutuhkan sosok Edy, meski sebelum Edy menjabat banyak persoalan yang masih mendera PSSI dan kepengurusan Edy yang harus menanggungnya.
Yah, persoalan Edy murni persoalan pribadi, jadi pilihan Edy cuti, tidak mundur dari Ketua Umum PSSI meski mencalonkan menjadi gubernur tetap harus diapresiasi, tidak dicampur dengan persoalan PSSI dan sepakbola nasional yang masih ruwet dan kusut.
Cutinya Edy dari PSSI, tidak harus menghalangi sepakbola nasional tetap berprestasi di tahun 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H