Luis Milla, ibaratnya baru beberapa hari di Indonesia, maka ketika pemanggilan pemain dianggap tidak sesuai, atau masih terjadi gonta-ganti, maka publik berpikir, apakah pemilihan pemain ini murni dari ide dan kepala Milla? Pilihan Milla? Atau pilihan hasil bisikan dan titipan? Selalu samar-samar. "Masa berjuang di jalur prestasi yang berujung prestise selalu coba-coba?" "Kapan seriusnya?"
Kasus Milla dan Indonesian Way
Bergonta-ganti pelatih timnas sejak PSSI berdiri dari tahun 1930, pelatih asing, pelatih lokal hilir-mudik, namun belum pernah ada pelatih yang melahirkan inovasi tentang filosofi gaya bermain timnas. Luis Milla-lah pelatih pertama timnas Garuda yang memiliki pemikiran ilmiah dan melahirkan inovasi filosofi gaya bermain timnas Indonesia.
Milla yang awalnya didapuk PSSI untuk menghadirkan timnas bermain sepakbola dengan gaya tiki-taka ala Barcelona-Spanyol, justru menemukan fakta bahwa pemain-pemain Indonesia sulit menerapkan gaya tersebut, karena sangat individualis. Sementara gaya tiki-taka wajib bemain kolektif.
Milla justru memimpin timnas dengan menekankan gaya bermain berdasarkan modal teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) pemain Indonesia. Saat menukangi timnas U-22 di SEA Games lalu, itulah contoh konkrit karakter bermain timnas Indonesia dengan filosofi Indonesian Way (gaya Indonesia).
Apakah timnas sore nanti akan menyajikan bentuk permainan dengan filosofi Indonesian Way? Apakah timnas akan bermain proaktif? Bermain tidak lagi individualis? Bermain cerdas Tips? Kendati lawan yang dihadapi sekalas di bawah timnas? Dapatkah pemain-pemain yang dipilih Milla menerapkan karakter gaya bermain ala Indonesia? Indonesian Way? Memahami taktik dan strategi pelatih dan menerapkannya di lapangan? Sanggupkah menguasai permainan dan menang gol karena memahami permainan proaktif, transisi positif dan negatif?
Sewajibnya, seluruh pemain terpilih, dapat mengapilikasikan gaya Indonesian Way. Dapat menguasai permainan, menang gol. Tidak ada pemain yang terlihat bodoh dan tak dapat mengendalikan emosi!
Mengapa Stadion PCB
Pertanyaan tak kalah penting, juga terus mencuat. Mengapa timnas harus bertanding di Stadion Patriot Chandrabaga Bekasi (SCB), yang jelas kurang layak untuk bermain tim sekelas timnas? Kontur tanah stadion yang tidak rata, serta kapasitas tempat duduk yang terbatas, tentu akan menjadi kendala. Lapangan yang tidak rata, Â akan sangat memengaruhi cara dan kenyamanan bermain. Sementara kapasitas tempat duduk yang terbatas, akan menghambat penonton yang ingin menyaksikan penggawa timnas langsung di stadion.
Bukankah hal ini pernah dibicarakan, tetapi mengapa PSSI tetap memilih PCB untuk laga timnas? Bahkan, dalam sejarah pergelaran timnas, inilah pertama kali, dua level timnas bermain dalam waktu berurutan. Sore timnas U-19 berlaga, baru kemudian timnas senior bertarung malam hari. Kendati tetap disiarakan secara live di televisi swasta Indonesia, pecinta sepakbola di Jabodetabek khususnya ingin hadir langsung di stadion.
Apapun persoalannya, semoga laga timnas U-19 dan senior petang dan malam hari nanti, tetap menjadi laga yang patut ditunggu dan ditonton. Sikap tidak sombong dan tidak jemawa PSSI, yang hanya menghadirkan timnas Kamboja, meski hasil pertandingan berskor FIFA, tetap menjadi pertandingan yang menghibur dan presitse. Hasil timnas U-19 tidak berpengaruh pada skor FIFA, namun  hasil timnas senior berfungsi mendongkrak ranking FIFA Indonesia.