"Memberi harga diri sendiri, penting. Namun, wajib sebanding agar tak terbanting!"
(Supartono JW.04102017)
Dalam kehidupan nyata, tak terhindarkan sikap ingin menonjolkan diri, sikap merasa paling hebat, paling bisa, dan lebih dari orang lain serta sikap-sikap sejenisnya alias sombong atau jemawa (angkuh dan congkak). Ironisnya, orang-orang yang bersikap begini, faktanya kemampuannya tidak sebanding dengan sikap sombong dan kejemawaannya. Justru orang-orang yang benar  memiliki kemampuan dan mumpuni dibidangnya, lebih bersikap "ilmu padi."  (Merendah dan menunduk). Banyak orang menyebut, "percuma gemerlap jubah dan kostum membalut tubuhnya," orang-orang terdekat dan kelompoknya lalu mengeelu-elukannya, tapi percuma, badan dan akal pikirnya tidak merefleksi ekspektas gemerlapnya. Bagaimana bila hal ini dikaitkan dengan persoalan timnas sepakbola kita?
PSSI tidak sombong?
Mungkin, kini PSSI masih merasa bahwa kemampuan timnas sepakbola Indonesia, belum layak diandalkan merengkuh prestasi, sehingga dalam laga-laga uji coba resmi yang menjadi kalender FIFA, penggawa Garuda masih cukup dihadapkan dengan tim-tim gurem. Tidak perlu sombong dan jemawa menghadirkan timnas kelas dunia untuk meladeni timnas Indonesia.
Tanpa menghadirkan tim kelas dunia saja, laga timnas senior sejak diracik Milla, tercatat baru menang melawan Kamboja, dan imbang versus Puerto Rico dan Fiji. Karenanya, laga uji coba resmi FIFA sore nanti, Rabu, (4/10/2017) Evan Dimas dan kawan-kawan cukup meladeni Kamboja di Stadion Patriot Chandrabaga Bekasi.
Sikap tidak sombong dan tidak jemawa PSSI terhadap keberadaan timnas, kendati kini ditukangi pelatih importdari Spanyol, memang berbading terbalik dengan harapan publik sepakbola nasional. Publik pencinta sepakbola nasional yang menyadari bahwa olahraga kulit bundar ini, kini memang sedang bergairah, cukup gerah karena hanya melihat timnas tampil dalam ajang uji coba resmi FIFA yang dihitung poin untuk ranking, justru hanya menghadirkan tim gurem.
Dalam lima pertemuan terakhir dengan Kamboja, timnas selalu memecundangi Kamboja dengan kemenangan. Mengapa harus melawan Kamboja lagi yang hanya beranking 172, sementara Indonesia beranking 169? Apa benar ini karena PSSI tidak mau sombong dan jewama, sudah mengukur diri hingga hanya menghadirkan Kamboja? Atau memang, PSSI tak mampu menghadirkan timnas kelas dunia?
Pemain timnas senior?
Publik juga bertanya, mengapa dari deretan pemain timnas senior yang dipanggil Milla, masih tercatat pemain uzur? Ada juga pemain yang dianggap sudah tak layak di timnas karena tak lulus Intelektualitas, teknik, dan personalitas? Mengapa timnas senior tidak diperkuat pemain U-22/23 plus U-19 yang lebih cerdas teknik dan emosi?
Publik sepakbola nasional memang rindu prestasi. Maka, setiap langkah pergerakan timnas, tentu akan senantiasa diapresiasi. Bahkan, publik sering mudah menilai keberadaan timnas hanya dari fakta yang terlihat di lapangan, namun tidak memahami fakta yang terjadi di balik layar.
Luis Milla, ibaratnya baru beberapa hari di Indonesia, maka ketika pemanggilan pemain dianggap tidak sesuai, atau masih terjadi gonta-ganti, maka publik berpikir, apakah pemilihan pemain ini murni dari ide dan kepala Milla? Pilihan Milla? Atau pilihan hasil bisikan dan titipan? Selalu samar-samar. "Masa berjuang di jalur prestasi yang berujung prestise selalu coba-coba?" "Kapan seriusnya?"
Kasus Milla dan Indonesian Way
Bergonta-ganti pelatih timnas sejak PSSI berdiri dari tahun 1930, pelatih asing, pelatih lokal hilir-mudik, namun belum pernah ada pelatih yang melahirkan inovasi tentang filosofi gaya bermain timnas. Luis Milla-lah pelatih pertama timnas Garuda yang memiliki pemikiran ilmiah dan melahirkan inovasi filosofi gaya bermain timnas Indonesia.
Milla yang awalnya didapuk PSSI untuk menghadirkan timnas bermain sepakbola dengan gaya tiki-taka ala Barcelona-Spanyol, justru menemukan fakta bahwa pemain-pemain Indonesia sulit menerapkan gaya tersebut, karena sangat individualis. Sementara gaya tiki-taka wajib bemain kolektif.
Milla justru memimpin timnas dengan menekankan gaya bermain berdasarkan modal teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) pemain Indonesia. Saat menukangi timnas U-22 di SEA Games lalu, itulah contoh konkrit karakter bermain timnas Indonesia dengan filosofi Indonesian Way (gaya Indonesia).
Apakah timnas sore nanti akan menyajikan bentuk permainan dengan filosofi Indonesian Way? Apakah timnas akan bermain proaktif? Bermain tidak lagi individualis? Bermain cerdas Tips? Kendati lawan yang dihadapi sekalas di bawah timnas? Dapatkah pemain-pemain yang dipilih Milla menerapkan karakter gaya bermain ala Indonesia? Indonesian Way? Memahami taktik dan strategi pelatih dan menerapkannya di lapangan? Sanggupkah menguasai permainan dan menang gol karena memahami permainan proaktif, transisi positif dan negatif?
Sewajibnya, seluruh pemain terpilih, dapat mengapilikasikan gaya Indonesian Way. Dapat menguasai permainan, menang gol. Tidak ada pemain yang terlihat bodoh dan tak dapat mengendalikan emosi!
Mengapa Stadion PCB
Pertanyaan tak kalah penting, juga terus mencuat. Mengapa timnas harus bertanding di Stadion Patriot Chandrabaga Bekasi (SCB), yang jelas kurang layak untuk bermain tim sekelas timnas? Kontur tanah stadion yang tidak rata, serta kapasitas tempat duduk yang terbatas, tentu akan menjadi kendala. Lapangan yang tidak rata, Â akan sangat memengaruhi cara dan kenyamanan bermain. Sementara kapasitas tempat duduk yang terbatas, akan menghambat penonton yang ingin menyaksikan penggawa timnas langsung di stadion.
Bukankah hal ini pernah dibicarakan, tetapi mengapa PSSI tetap memilih PCB untuk laga timnas? Bahkan, dalam sejarah pergelaran timnas, inilah pertama kali, dua level timnas bermain dalam waktu berurutan. Sore timnas U-19 berlaga, baru kemudian timnas senior bertarung malam hari. Kendati tetap disiarakan secara live di televisi swasta Indonesia, pecinta sepakbola di Jabodetabek khususnya ingin hadir langsung di stadion.
Apapun persoalannya, semoga laga timnas U-19 dan senior petang dan malam hari nanti, tetap menjadi laga yang patut ditunggu dan ditonton. Sikap tidak sombong dan tidak jemawa PSSI, yang hanya menghadirkan timnas Kamboja, meski hasil pertandingan berskor FIFA, tetap menjadi pertandingan yang menghibur dan presitse. Hasil timnas U-19 tidak berpengaruh pada skor FIFA, namun  hasil timnas senior berfungsi mendongkrak ranking FIFA Indonesia.
Jadikan segala kekurangan dan kendala, menjadi tombak timnas merengkuh kemenangan, karena tugas timnas senior hanya satu. Yaitu, Prestasi! Menang! Menang permainan, menang gol! Ayo kamu bisa! Berilah harga yang sebanding, bukan kebanting!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H