Mohon tunggu...
Suparjono
Suparjono Mohon Tunggu... Administrasi - Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Human Capital dan Stakeholder Relation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menahan Sebuah Pilihan Bijak

5 April 2023   15:49 Diperbarui: 5 April 2023   16:01 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menahan adalah kata yang saat ini tak hanya bisa kita baca atau kita artikan saja, tetapi perlu atau bahkan harus kita implementasikan. Suasana Ramadhan, mulai memanasnya suhu politik, dunia maya juga terus bergejolak secara dinamis, terakhir tragedi dicoretnya Indonesia dari gelaran tuan rumah Piala Dunia U-20 oleh FIFA. Kondisi tersebut kalau dilihat secara lebih dalam lagi bisa menjadi lebih pelik, apalagi kalau para tokoh atau subyek berada pada situasi di dalam banyaknya fenomena tersebut. 

Tentu menahan menjadi tindakan yang mulia. Menahan lapar, dahaga, bicara yang tidak perlu, berguncing dan mengumpat atas realitas yang terjadi ataupun menahan dari hal-hal yang kontraproduktif adalah amalan yang mencerminkan akhlak yang baik. Meskipun, Menahan dalam implementasinya tak bisa kita pungkiri kadang kala bisa berujung tindakan positif atau negatif. Tetapi senyatanya menahan memang perlu mendapat tempat yang layak agar selalu berdampak positif.

Secara etimologi menahan banyak padanan katanya seperti menghentikan, menopang, mengurung, menyimpan, mencegah dan masih banyak lagi, tetapi pada dasar menahan adalah menghentikan atau berhenti. Artinya kita perlu menghentikan sejenak agar bisa berfikir secara jernih atas reaksi yang akan timbul dari aksi yang terjadi diluar kita. Menelaah secara lebih luas dan melihat dari berbagai sudut akan sangat membantu menghasilkan reaksi yang meminimalisir tindakan negatif. 

Pun jikakalau berhadap-hadapan dengan kondisi eksternal yang penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut merupakan sebuah fenomena yang terjadi akibat adanya motif dan perbedaan antar karakter manusia dan mahluk di sekelilingnya. Perbedaan inilah yang perlu menjadi perhatian atau konsen agar pemahaman atas setiap entitas yang berbeda mampu kita serap dengan baik, sehingga proses menahan bisa dipilah agar menjadi bijak.

Jeda

Momentum Ramadhan dapatlah kita renungkan sebagai pelajaran terbaik bagi kita semua untuk bisa menahan, meskipun aktivitas yang kita tahan merupakan tindakan halal atau diperbolehkan dalam norma agama. Dalam konteks ini, gambaran tentang fenomena yang kita hadapi, yang kita lihat , yang kita rasakan sekalipun diperbolehkan bisa kita mengambil langkah untuk menahan. 

Artinya kebebasan yang dijamin tetap menjadi hak bagi setiap orang untuk melakukan tindakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (Menahan). Oleh sebab itu, menahan merupakan bentuk berhenti sejenak kita memikirkan reaksi yang akan kita ambil atas realitas yang terjadi atau bisa kita sebut dengan Jeda.

Jeda merupakan bentuk menahan atau berhenti sejenak untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan atau konteksnya. Seperti kita saat berbicara perlu ada jeda agar intonasi dan pesannya mudah dimengerti, saat kita menyanyikan lagu juga diperlukan jeda agar harmonisasi bisa menghasilkan lagu yang enak didengar. 

Dengan kita menahan  sejenak atau jeda banyak hal yang akan kita dapatkan dalam menyerap informasi yang masuk. Informasi yang masuk sangat membantu dalam menghasilkan relasi aksi yang memberi manfaat bagi lingkungan. Dengan demikian, menahan adalah pilihan yang harus kita ambil dalam setiap reaksi yang hadir. Hanya saja perlu jeda yang pas, waktu tepat dan momentum dalam memutuskan untuk menjalankan atau mengaktualkan proses menahannya.

Pilihan Bijak 

Kebijaksanaan dan ilmu yang mumpuni perlu dilekatkan dalam mengimplementasikan perilaku menahan oleh setiap individu. Hal tersebut menjadi kemestian agar tindakan menahan tidak salah tempat dalam mengaktualkannya.

Ada saatnya menahan dilakukan sesegera mungkin sehingga reaksinya menjadi baik, ada saatnya menahan tidak dilakukan karena reaksi yang dihasilnya menjadi lebih buruk. Lagi-lagi respon dan pemahaman yang komperhensif atas setiap situasilah yang memberikan pengaruh yang positif. Akal sebagai bekal melogikankan setiap realitas dan hati yang mengantarkan pada dunia transedental merupakan 2 kutub yang saling Tarik menarik dan keseimbangan adalah jalan terbaik dalam proses menahan.    

Pada akhirnya menahan adalah upaya manusia dalam menjaga keseimbangan antara aksi yang bersifat material atau fenomena yang bisa ditangkap oleh indera manusia dengan reaksi yang bersifat imaginer. Untuk itu, menahan adalah pilihan bijak bagi setiap individu untuk memilih sebagai hak kebebasan manusia yang melekat. Semoga upaya menahan kita menjadi manfaat bagi umat dan lingkungan sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun