Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Menulis Kegiatan Sekolah

15 Desember 2024   18:11 Diperbarui: 15 Desember 2024   18:11 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa X putra praktik menulis pengalaman kegiatan (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Awal Oktober ini sekolah kami mengadakan outbond di Bandung. Kegiatan ini melibatkan  90 siswa dan 30 guru. Siswa kelas X, XI, dan XII jadi peserta. Guru jadi panitia. Kegiatannya hanya satu hari. 

Supaya kegiatannya masih diingat, sepulang dari Bandung saya mengajak siswa menuliskannya di blog. Kalau semua menulis, bakal terkumpul banyak tulisan. Saya mengumpulkan siswa di musala agar lebih santai menuliskannya baik sambil duduk, tiduran atau bercanda. 

"Pada pelajaran kali ini kita akan menuliskan kegiatan outbound di Bandung kemarin. Kalian tuliskan selengkap-lengkapnya. Boleh mulai dari persiapan atau langsung kegiatan di sana saja. Jangan lupa hikmah atau makna yang kalian dapat dari kegiatan itu. Tuliskan di blog masing-masing. Panjang tulisan minimal 10 paragraf."

Bermacam-macam reaksi mereka. Ada yang tersenyum, kelihatan bingung, atau datar-datar saja. Pada pelajaran sebelumnya mereka mengerjakan tugas dengan merangkum dari internet sehingga bisa copy paste saja. Tapi tugas kali ini merupakan hasil pikiran mereka sendiri. 

Yang jelas mereka kelihatan bahagia karena tidak belajar di kelas. Biasanya mereka harus berputar dengan materi, kali ini tidak. Kegiatan ini menjadi refreshing untuk mereka.  Bisa dibilang bebas. Mereka juga boleh menggunakan Smartphone masing-masing. Mungkin ada siswa yang sambil scrolling media sosial sembari mengerjakan tugas. Tapi tidak apa-apa yang penting tugas diselesaikan tepat pada waktunya. 

Tulisan itu mereka posting di blog. Di kelas saya, mereka sudah mendapat materi dan praktik membuat blog. Di semua siswa itu sudah punya blog. Memang masih domain gratis. Tapi itu sudah cukup sebagai sarana latihan menulis. Kalau sudah konsisten menulis, baru perlu domain berbayar. Untungnya saya sudah memberikan contoh. Ya, saya sudah punya domain berbayar yang mulai dikelola sejak 2020 lalu. Jadi nggak susah untuk mengajak siswa punya blog atau rutin menulis.

Penjelasan singkat dari saya membuat beberapa siswa yang bertanya-tanya. Wajar sih. Memang saya sengaja supaya mereka mau mengkonfirmasi. Kean bertanya apakah isinya tulisan semua? 

"Memang blog itu isinya tulisan. Tapi supaya lebih menarik tambahkan saat minimal satu gambar atau foto ya."

"Formatnya apa Pak?"

"Formatnya landscape atau horizontal ya. Cara menambahkannya mudah. Kalian ya lihat menu di bagian atas ada icon tulisan, foto atau gambar, dan video. Nah, kalian klik yang icon foto atau gambar. Insya Allah mudah kok,"

Afkar bertanya bagaimana menambahkan tulisan ketika lembar kerja sudah penuh. 

"Kalau sudah penuh tulisannya begini, gimana cara menuliskan lagi, Pak?"

Maksudnya, lembar kerja yang terlihat di layar smartphone. Mereka memang mengerjakan langsung di smartphone, bukan di laptop atau di kertas. 

"Kamu tinggal enter nanti langsung bertambah lembar kerjanya."

Purwa bertanya begini,

"Kalau empat kalimat dalam satu paragraf boleh Pak?"

"Boleh, dong. Tadi bapak sudah bilang dalam satu paragraf ada tiga hingga lima kalimat."

"Satu paragraf berapa kalimat, Pak?" tanya Tegar. Apakah dia berminat dengan dunia menulis? Kalau lihat ekstrakurikuler yang dia pilih, dia sih milih pencak silat. Menarik juga kalau ternyata dia tertarik dengan dunia literasi. 

"Pertanyaan yang bagus. Diketentuannya minimal sepuluh paragraf."

"Wah, panjang juga ya pak? Terus kalau satu paragraf isinya berapa kalimat Pak?"

"Pertanyaan yang bagus. Teman-teman, perhatikan! Satu paragraf isinya tiga sampai lima kalimat ya. Untung ada pertanyaan Tegar. Jadi jangan sampai satu paragraf isinya satu kalimat. Kalau gitu seperti itu paragraf selesai lima menit saja. Karena cuma sepuluh kalimat. Seperti itu tidak boleh. Sekali lagi, satu paragraf isinya tiga sampai  lima kalimat. Sudah jelas?"

"Sudah, Pak."

Detik berikutnya mereka berputar dengan smartphone masing-masing. Ada yang kelihatan menerawang, mengingat-ingat kegiatan kemarin. Mungkin ada juga yang mengecek grup WhatsApp informasi dari sekolah. Beberapa siswa berkumpul untuk berdiskusi mengerjakan tugas itu. 

Tidak lama suasana kembali ramai. Mereka berdiskusi untuk menyamakan rundown kegiatan itu. Untungnya semua siswa ikut sehingga pasti punya pengalaman masing-masing. Tinggal kreativitas mereka menuangkan pengalaman menjadi sebuah tulisan. 

Saya akui memang tidak mudah membuat tulisan. Tapi itu manfaatnya banyak karena membuat mereka aktif berpikir. Lebih baik daripada saat belajar di kelas, mereka duduk saja menerima materi dari guru. Itu namanya pasif.  Sekarang, mereka berpikir keras untuk membuat tulisan. Itu membuat otak mereka lebih aktif lagi. Kalau saja bisa ditampilkan, neuron atau sel-sel saraf otak mereka aktif membentuk cabang-cabang.

Membuat tulisan memang sulit bagi yang belum terbiasa. Tapi akan lancar kalau sudah terbiasa. Laki-laki atau perempuan punya kesempatan yang sama menjadi seorang penulis. Setiap orang punya pengalaman unik yang bisa dijadikan bahan tulisan.

Waktu hampir habis. Tinggal sepuluh menit lagi. Baru satu orang yang mengumpulkan link tulisannya. Tegar ternyata yang paling awal mengumpulkan. Sudah lengkap dengan fotonya kegiatannya pula. Sementara yang lain masih fokus dengan smartphone masing-masing. Rencananya tidak ada perpanjangan waktu karena ada pelajaran lagi. Saya juga harus mengajar di kelas lain. 

Lalu siswa yang lain menyusul mengumpulkan tulisan. Saat waktu tinggal lima menit, ada lima siswa yang mengumpulkan. Masih ada 17 siswa lagi. Banyak yang mengumpulkan pada saat bel pergantian jam berbunyi. 

"Sudah, Pak."

"Sudah dikirim, Pak."

"Saya juga sudah."

"Kalau yang sudah boleh ke kelas Pak?"

"Ya, boleh ke kelas melanjutkan pelajaran berikutnya."

Tapi masih ada yang belum selesai. Mas Vika belum beranjak dari smartphone. Masih fokus menyelesaikan tulisan. Mau tidak mau saya tinggalkan. Karena saya masih punya kelas lagi. Beberapa orang mengumpulkan lewat batas waktu yang ditentukan. Malah, setelah setengah jam kemudian, ada dua orang yang tidak mengumpulkan. Belum saya tanya kenapa alasannya. Bahkan belum mengumpulkan juga setelah dua hari kemudian. Kenapa ya? Apa mungkin karena habis kuota internetnya atau ada kendala lainnya. 

Saat diminta membaca buku, seketika suara-suara riuh hilang. Gumaman kecil tak juga ada. Ada mulut yang masih komat-kamit tapi tanpa suara. Puluhan orang tenggelam dengan bacaannya masing-masing. 

Walaupun tak lama tapi lumayanlah. Bisa menambah satu dua kalimat yang diingat. Atau satu dua kisah yang dituliskan dalam buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun